Sunday, November 10, 2019

Anies dan Nasdem


Anies mengatakan bahwa dia hadir di Kongres Nasdem karena posisinya sebagai Gubernur DKI. Yang kebetulan kongres diadakan di Jakarta, maka wajarlah dia hadir. Saya sudah berumur. Bukan anak muda yang gampang di begoin dengan argumen politik, bicara normatif. Secara vulgar dengan diberi panggung Anies untuk berpidato dalam kongres, itu menyiratkan bahwa Anies akan jadi kuda hitam Nasdem untuk tahun 2024. Itu jelas diaminkan oleh PKS. Bukan tidak mungkin beberapa partai lain yang kini berkoalisi dengan Jokowi akan siap siap pula bergabung bila kepentingan mereka terganggu.

Apakah itu salah? tidak. Secara demokrasi, itu syah saja. Hak setiap partai untuk bermanuver. Itu udah kerjaan mereka dalam berpolitik. Sistem negara kita bukan sistem parlementer yang mana tidak ada oposisi yang solid secara hukum. Sistem kita presidentil, yang memang ikatan antar partai itu flexible sekali. Kapan saja teman bisa jadi lawan. Lawan bisa jadi teman. Tergantung kepentingan masing masing. Dengan fakta politik yang ada, itu memaksa kita harus cerdas. Tahu mana yang srigala berbulu domba. Tahu mana wanita PSK berjilbab. Tahu mana nasionalis bermental oportunis. Salah bersikap, kita yang akan jadi korban.

Gonjang ganjing soal APBD DKI tidak ada satupun petinggi Partai yang bersuara. Bahkan Nasdem dengan vulgar menyatakan ada bersama Anies. Di DPRD DKI juga tidak ada suara Fraksi DPRD dari Nasdem yang keras kepada Anies seperti PSI dan PDIP. Sikap Nasdem sama dengan sikap PAN dan PKS. Disini kita lihat bahwa Partai pembela Anies di DPRD sudah punya kalkulasi politik. Apapun yang terjadi kepada Anies, mereka tetap diuntungkan. Kalau Anies sampai jatuh, Anies akan dapat credit point “ playing victim. Kalau Anies terus berkuasa, Anies akan lebih keras narasinya menyalahkan pemerintah pusat lewat kepiawaian dia merangkai kata kata. Dan Elite partai pendukungnya akan semakin banyak dapat limpahan logistik untuk perang menuju tahun 2024.

Mengapa mahasiswa tidak demo memberikan dukungan Politik kepada DPRD DKI agar Pemrof transparan soal APBD. Mengapa KPK belum beraksi. Padahal ada MOU antara Pemrof DKI dan KPK waktu zaman Jokowi. Apakah MOU ini sudah dibatalkan karena Anies? Mengapa ormas islam yang menjadikan Anies sebagai Gubernur tidak ikut mengkritik sesuai jargon “ Amar makruf nahi mungkar “. Mengapa ? karena semua sudah sepakat merebut kekuasaan tahun 2024 dari PDIP. Semua pengorbanan bernafas dalam lumpur sekalipun mereka terima. Asalkan bukan PDIP. Siapa yang menang sesungguhnya ? PKS. Karena lawan PKS sesungguhnya dalam perang idiologi adalah PDIP.

Suka tidak suka para elite partai dan masyarakat dari semua level sudah terpapar paham radikal. Mereka memanfaatkan emosi radikalime agama untuk menjalin koalisi besar bersama rakyat untuk menguasai parlemen dan presiden pada pemilu 2024. Masalah yang di hadapi Jokowi di periode kedua ini bukan lagi radikal dalam bentuk kekerasan dan teror tetapi dalam bentuk silent revolution yang digerakan oleh elite partai dengan dukungan asing. Kalau PDIP dan Jokowi tidak cepat bergerak, kita akan mundur jauh lebih buruk dari sebelumnya.

Apa solusinya? Kata kuncinya adalah soal ekonomi. Kalau Jokowi bisa selamat mengendalikan kapal ekonomi, rakyat pemilihnya akan setia bersamanya. PDIP pasti diuntungkan untuk kompetisi tahun 2024. Caranya, keraslah dalam membuat kebijakan ekonomi, terutama kepada Kepala Daerah, Menteri yang bermain politik demi agenda partai. Kader PDIP harus lebih militan mengawal setiap kebijakan presiden. Kalau engga, nasip PDIP akan sama dengan PD, terpuruk dalam pemilu. Rakyat menghukumnya.

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...