Saturday, November 30, 2019

Bolivia yang perkasa dan akhirnya loyo


Tahun 2017 data ekonomi makro Bolivia sangat fantastic. Sejak Morales jadi presiden tahun 2006 atau 10 tahun berlansung kekuasannya, koefisien GINI turun sampai 19%. Kemiskinan turun 25% . Kelas menengah tumbuh 42 %. Bahkan ketika Venezuela jatuh ke dalam kehancuran ekonomi, Bolivia memasuki periode pertumbuhan pesat berkelanjutan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tapi, 18 November 2019, Morales mengundurkan diri sebagai presiden dan melarikan diri ke Meksiko setelah menghadapi tuntutan penipuan hasil pemilu. Setelah itu situasi dalam negeri Chaos. Kelangkaan pangan terjadi. Mengapa begitu cepatnya berubah dan terjun bebas ?

Ketika Evo Morales terpilih sebagai presiden pada tahun 2006, ia secara eksplisit menolak kapitalisme dan menyejajarkan Bolivia dengan Venezuela, Hugo Chavez dan Kuba, Fidel Castro. Sejak itu, Morales telah mendistribusikan kembali pendapatan melalui berbagai program pemerintah, menaikkan upah minimum secara substansial, dan menasionalisasi industri seperti telekomunikasi, minyak dan listrik. Bolivia tak ingin rakyatnya dipermainkan oleh kapitalisme mata uang. Makanya kurs mata uang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena Bolivia punya sumber devisa besar Minya, Gas dan Seng.

Di tengah pecaya diri yang tinggi. Cadangan devisa yang besar. Bolivia memacu ekonominya lewat jalan berhutang. Tetapi uang pinjaman ini tidak di salurkan ke sektor real yang bisa melahirkan beragam Industri dan jasa. Uang pinjaman itu digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat subsidi konsumsi dan kenaikan gaji ASN dan Buruh. Dana yang begitu besar di pompa ke publik itu memang cepat sekali mengurangi Rasio Gini dan meningkatkan kelas menengah. Ya sama ketika Era SBY, kebijakan pertumbuhan atas dasar konsumsi domestik melahirkan kelas menengahm yang cepat dan mengurangi kemiskinan.

Sejak tahun 2008, Harga komoditas global mulai jatuh. Sejak itu cadangan devisa tidak bertambah. Karena ekspor Migas tidak cukup menutupi ongkos produks apalagi mau nabung. Lambat laun cadangan devisa berkurang terus. Puncaknya tahun 2014, cadangan devisa habis. Saat itu Bolivia menghadapi masalah. Bolivia punya dua pilihan. Pertama, men-devaluasi mata uangnnya. Tapi konsekwensi kewajiban membayar hutang dalam mata uang boliviano semakin besar. Kedua, menambah hutang dalam mata uang asing agar cadangan devisa bisa menahan kejatuhan kurs. Yang dilakukan Bolivia adalah pilihan kedua, menambah hutang baru. Ternyata utang inilah yang menjadi kunci neraka bagi ekonomi Bolivia.

Sejak tahun 2014 sampai tahun 2018 total hutang mencapai 33% dari PDB. Kewajiban yang harus dibayar dalam mata uang asing semakin besar, sementara penerimaan dalam mata uang asing tidak significant akibat harga jatuh. Dalam situasi , Bolivia harus menentukan pilihan. Pertama, menyatakan default atau surrender terhadap hutang. Ini terhormat. Tapi Bolivia harus mengikuti kehendak konsorsium creditur untuk mengubah platform ekonomi sosialisnya. Atau kedua, menolak default tapi dampaknya hiperinflasi. Morales, tidak mau menentukan pilihan pertama. Apalagi dalam situasi menjelang Pemilu dia yakin menang hanya dengan politik populis. Yakin China dan Rusia akan membantunya.

Kemenangan Evo Morales dalam pemilu tidak menyelesaikan masalah ekonomi. Bahkan semakin terpuruk. Rakyat yang mendukung dan memilihnya ramai ramai menjatuhkannya. Bersama oposisi , rakyat berhasil menuduhnya melakukan kecurangan pemilu dan Morales ngacir keluar negeri. Selesai sudah perjalanan panjang pemimpin yang seperti Abas. Ini pelajaran mahal bagi Indonesia. Jangan pilih pemimpin seperti Morales atau Abas..

Indonesia yang unik


“ Indonesia tidak akan jatuh ke lubang resesi hanya karena faktor eksternal. Andaikan AS dan Eropa mengalami resesi ekonomi, Jepang akan jatuh. Di ikuti oleh Korea dan Taiwan. Kemudian China akan suffering. Sementara Singapore dan Malaysia tahun ini sudah memasuki resesi. Pertumbuhan ekonomi sudah mendekati nol.” Kata saya kepada mitra saya di China. Dia sempat berkerut kening. Dia pikir saya terlalu yakin dengan pemerintah saya. Tetapi dia juga tahu bahwa saya sangat realistis kalau bicara ekonomi. Makanya dia bertanya “ mengapa ?

Saya katakan bahwa ekonomi Indonesia itu dari dulu bertumpu kepada konsumsi domestik dan investasi. Indonesia tidak di design untuk bertumpu kepada international. Karena secara demographi dengan penduduk 260 juta, sebetulnya kami tidak butuh pasar luar negeri. Saat ini, lebih dari 50 juta rakyat Indonesia tergolong kelas menengah atas dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class (kelas menengah harapan) yakni kelompok yang tidak lagi miskin dan menuju kelas menengah yang lebih mapan. 50 juta kelas menengah dan 120 juta kelas bawah atas, adalah potensi pasar yang maha besar.

Jumlah kelas menengah Indonesia mengalahkan penduduk Eropa. Mengalahkan penduduk Taiwan dan Korea. 50 kali dari penduduk Singapore. 6 kali penduduk Malasyia. Gimana daya belinya ? Mari kita lihat contoh sederhana saja dalam hal penggunaan telp selular. Pengguna telepon seluler di tanah air mencapai 371,4 juta pengguna atau 142 persen dari total populasi sebanyak 262 juta jiwa. Artinya, rata-rata setiap penduduk memakai 1,4 telepon seluler karena satu orang terkadang menggunakan 2-3 kartu telepon seluler. Sementara kaum urban Indonesia mencapai 55 persen dari total populasi. Dahsyat engga?

Saat sekarang Purchasing Power Parity/PPP ) Indonesia nomor empat di dunia setelah AS. Nomor 1 adalah Tiongkok. Artinya Indonesia itu potensi pasar yang besar sekali, dan potensi inilah sebetulnya berkah yang bisa membawa indonesia merebut ketertinggalannya selama ini dalam bidang Industry. Jadi gimana caranya Indonesia bisa mendulang berkah dari resesi dunia ? Ada tiga cara yang patut dipertimbangkan.

Pertama, Perbankan Indonesia harus punya capability mengorganiz cross border financial untuk mendatangkan Foreign Direct Investment ( investasi asing langsung). Hal ini sangat memungkinkan secara sistem ekonomi dunia. Karena rasio kredit terhadap PDB masih di angka 38,8 persen pada 2018 lalu. Angka ini masih lebih kecil dibanding Singapura sebesar 121,9 persen, Jerman sebesar 77,7 persen, atau rata-rata Asia Pasifik Timur sebesar 152,5 persen. Artinya, investasi asing tidak harus cash settlement tapi bisa juga melalui financial instrument yang cash basic. Inilah daya saing kita menarik private investor yang tak dimiliki negara yang tergabung dengan RCEP.

Kedua, bagaimanapun era sekarang, investor akan mendekati pasar. Tapi potensi pasar ini bila tidak dikelola dengan smart, justru akan menguntungkan negara lain yang sudah terikat dengan Regional Comprehensive Economic Partnership ( RCEP). Saya buat pabrik di Malaysia atau Vietnam sama saja saya buat pabrik di Indonesia. Karena tarif sama untuk masuk pasar di Indonesia. Jadi, keunggulan di bidang logistik dan kemudahan berbisnis harus di kedepankan. Kalau ini dibenahi maka relokasi industri akan datang secara business as usual. Tapi kalau tidak, yang untung negara yang tergabung dalam RCEP. Pasar kita di make use dan kita hanya jadi penonton.

Ketiga, pemerintah harus memastikan ruang fiskal APBN semakin lebar agar punya ruang untuk melakukan ekpansi investasi. Mengapa? PDB kita itu 80% dibentuk oleh konsumsi dan Investasi. Artinya, kalau APBN defisit jangan korbankan ruang fiskal. Belanja rutin yang dikurangi,. Maka ekonomi akan tetap sehat. Daya beli masyarakat akan tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi berkelanjutan.

Mitra saya dapat menerima analisa saya. “ Kalau secara ekonomi faktor ekstenal tidak mungkin membuat indonesia krisis. Lantas apa yang bisa membuat Indonesia krisis dan jatuh resesi ? Katanya. Saya jawab singkat, politisasi agama!. Inilah ancaman indonesia sesungguhnya dan setiap saat bisa membuat kekuatan ekonomi yang 20 tahun tidak pernah krisis, bisa hancur seketika. Mengapa ? orang indonesia itu mayorita melankolis. Mungkin hanya bangsa kami tidur pakai bantal guling. Gampang sekali baper, dan pesimis. Kalau udah baper, hilang akal sehatnya. Pikirannya hanya sepanjang tali kolor. Semoga presiden kami paham soal ini.

Cryptocurrency?

Ada beberapa nitizen bertanya kepada saya prihal Cryptocurrency. Baiklah saya akan jelas secara praktis dan sederhana. Tadinya kalau anda masuk toll, ada pegawai pintu toll yang menerima uang toll. Tetapi sekarang anda menggunakan eToll tanpa ada pegawai di pintu toll. Tetapi tetap saja, baik pakai pegawai pintu toll maupun eToll, ukurannya adalah uang, uang nyata. Jadi eToll itu hanya sarana bertransaksi untuk memudahkan orang melewati pintu tol tanpa harus antri. Secara bisnis pasti efisien. Sama halnya dengan Cryptocurrency. Itu hanya sarana untuk melakukan transaksi keuangan secara digital. Jadi Cryptocurrency tidak menggantikan mata uang hanya mengubah cara bertransaksi dengan uang.

Nah kalau anda menggunakan eToll walau disebut dengan cash digital namun tidak seperti menggunakan Cryptocurrency. Keduanya dengan tekhnologi IT yang sangat berbeda secara prinsip. Kalau eToll itu itu menggunakan sistem terpusat. Ada clearing settlement dari penyelenggara eTol. Lebih rumit prosedur nya dan masih membutuhkan sentuhan manusia untuk penyelesaian akhir. Tidak efisien dan tidak efektif. Sementara Cryptocurrency, menggunakan sistem desentralisasi. Artinya tidak ada pengaturan secara terpusat. Atau istilahnya Cryptocurrency menggunakan sistem peer to peer. Jaringan privat dan tertutup.

Apa yang dimaksud dengan jaringan tertutup atau pier to pier itu. Ia menggunakan tekhnologi blockchain, yang bisa di akses via smartphone, komputer, laptop. Nah baik saya jelaskan secara praktis apa itu blockchain agar anda dapat gambaran. Apa itu ? semua orang sudah terhubung dengan jaringan internet dan apa saja data tercatat dalam pusat data di cloud internet. Dengan tekhnologi ini maka pusat data tidak lagi di atur oleh lembaga clearing yang bertugas melakukan verifikasi terhadap setiap pertukaran informasi dan transaski tetapi verifikasi oleh mesin blockchain yang memuat data masing masing pihak yang berinteraksi.

Dengan tekhnologi ini masing masing terhubung secara tertutup (peer to peer ) tanpa ada pihak lain bisa yang terlibat. Akurasi dan keamanannya sangat tinggi karena terlindungi oleh data digital di semua jejak yang ada di internet. Contoh anda bertukar informasi atau bertransaksi dengan saya maka mesin blockchain anda akan menjelajah ke semua jejak digital data saya yang ada di internet. Sehingga bisa dipastikan tidak mungkin anda berhubungan dengan selain saya. Para hacker gigit jari. Termasuk negara atau lembaga pemerintah tidak bisa mengontrol data dan akses anda. Dengan demikian transaksi keuangan dapat langsung ( real time ) settle tanpa harus menunggu confirmasi dari lembaga clearing.

Pertukaran informasi dan validasi dokumen asset pribadi atau perusahaan dapat terjadi real time tanpa ada pihak yang bisa menggandakan. Akurasinya terjamin selama lamanya tanpa kawatir akan dibajak orang. Makanya penjualan dan pembayaran dengan mekanisme blockchain menjadi ranah pribadi dan tertutup namun dilakukan dengan siapa saja, kapan saja. Nah bayangkan bilan sistem transaksi, perkuran informasi, pertukaran dokumen, terjadi secara blockchain maka masih perlukah negara dan pemerintah sebagai pengatur ? Tentu tidak lagi.

Uang keras tidak diperlukan lagi. Perpindahan dana antar individu terjadi secara digital. Transaksi secara virtual. Posisi kekayaan negara tidak bisa lagi direkayasa politik karena ia hanya mencatat rekap data cloud setiap individu tanpa ada akses melakukan intervensi. Perubahan kearah ini sedang terjadi. Terutama di China dan negara maju lainnya sedang melakukan pembangunan besar besaran sistem blockchain sebagai koreksi dari e-government yang sentralistik menuju peer to peer. Sampai di sini paham ya.

Nah karena Cryptocurrency ini menggunakan tekhnologi blockchain, yang tidak bisa dikontrol negara, maka dapat dengan mudah dimanfaatkan orang untuk create ekosistem business. Dalam hal ekosistem bisnis terbagi dua. Satu yang tidak ada produknya, seperti model bsinis MLM yang menawarkan produk virtual, contoh Bitcoin. Litecoin, Ethereum, Dogecoin dan masih banyak yang lainnya. Kedua, produknya memang ada phisik dan dilegitimit oleh otoritas, seperti komoditas, saham, reksadana, mata uang, resi gudang, Obligasi dan lain lain. Masing masing ada software atau aplikasinya.


Nah saran saya, bijaklah menggunakan Cryptocurrency. Walau uang tidak lagi nampak di mata. Engga ada lagi istilah mata duitan, namun uang tetaplah uang. Hati hati, jangan terjebak dengan bisnis MLM dengan iming iming mata uang baru, yang lebih dipercaya dari uang negara. Jangan. Itu hanya seni memperdaya anda agar masuk dalam ekosistem bisnis yang mereka create untuk kepentingan mereka sendiri sebagai provider. Kalau ingin berbisnis , maka masuklah ke yang real, produk yang di legitimit negara walau untung kecil tapi prosesnya benar dan hasilnya pasti membuahkan rasa syukur.

Tuesday, November 12, 2019

Memahami Trade War secara sederhana

Mengapa terjadi perang dagang antara China dan AS? tanya nitizen. Saya kesulitan menjelaskan secara akademis. Karena rumit sekali. Tapi saya berusaha menjelaskan secara sederhana. Trade war, bukan perang dalam arti phisik, tetapi perang idiologi antara sosialis dengan kapitalis. Sebetulnya kalau dua idiologi itu konsisten dengan prinsip ekonominya , penyelesaiannya sederhana. Karena walau teori masing masing idiologi itu berbeda namun prinsipnya sama. Jadi akan ada solusi kalau kedua belah pihak bisa duduk bersama.
Namun yang jadi masalah adalah , China tidak sepenuhnya sosialis dan cenderung kapalitas. Sementara AS tidak sepenuhnya kapitalis tapi cenderung sosialis. Inilah yang membuat keadaan bertambah rumit. Itu sama saja satu Gay, dan satunya lagi lesby. Kan engga mungkin keduanya bersatu. Yang ada adalah bertikai tanpa solusi, karena berangkat dari perbedaan yang tidak normal. Untuk lebih jelasnya, saya akan analogikan dengan ilustri sebagai berikut.
Satu unit Oral-b ( sikat gigi electric) seharga USD 30 dijual di Walmart ( AS). Oral-b ini diproduksi di China dengan harga export ke AS USD 3 per unit. Ketika sampai di AS, maka harga ini bergerak naik untuk memberikan stimulus ekonomi dalam negeri AS kepada perusahaan expedisi, distributor, agent, biro iklan, dan WallMart. Hingga harga mencapai USD 30 per unit.
Perhatikanlah, China yang berproduksi dan Amerika yang berkosumsi? Keduanya menerapkan kapitalisme secara bebas. Akibat china menjual harga murah, setiap hari ada saja pabrik sikat gigi di Amerika yang bankrut karena para pabrikan lebih memilih impor daripada produksi. Bagi mereka lebih untung impor. Dan lagi untuk apa berproduksi tapi kalah bersaing dengan China. Awalnya pemerintah Amerika senang karena efisiensi terjadi.
Lambat laun banyak Pabrik di Amerika tutup dan sementara Pabrik di China tumbuh pesat. Ratusan juta angkatan kerja china terserap dan kemakmuran ditapaki. Sementara Amerika ribuan pabrik tutup dan jutaan orang kehilangan pekerjaan, ribuan perusahaan ter-jerat hutang tak terbayar, puluhan juta orang tak mampu bayar tagihan credit card dan angsuran rumah, prahara pun terjadi.
Tetapi baik AS maupun China, keduanya tidak konsisten menerapkan kapitalisme. Kedua negara ini menggunakan konsep sosialis secara tidak langsung. Amerika memberikan subsidi konsumsi dalam bentuk bunga pinjaman kosumsi yang rendah dengan skema yang fleksibel. Sementara China memberikan subsidi ke sektor produksi. Misal dalam hal sikat gigi. China mensubsidi industri hulu Polypropylene carbonate (PPC) sebagai bahan utama pembuat sikat gigii. Karena bahan baku berupa PPC murah maka produk sikat gigi juga murah.
Bukan itu saja. Seluruh industri hilir china yang berbahan baku PPC seperti tektil sintetik, kaos kaki sandal, dashboard kendaraan dll menjadi murah. Walau di hulu pemerintah rugi namun di hilir pemerintah untung dalam bentuk penerimaan pajak melimpah dari jutaan industri hilir. Apa yang terjadi ? Subsidi konsumsi di AS sukses menciptakan kelas menengah dan menghasilkan ekonomi rente. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Sementara subsidi produksi di China menciptakan kesempatan berusaha bagi siapa saja, tetapi tetap saja hanya pemodal yang bisa memanfaatkan peluang itu. Rasio GINi semakin melebar. 

Nah sampailah kita pada kesimpulan, mengapa perang dagang? AS tetap pada kebijakan market regulated lewat tarif. Sementara China, tetap pada kebijakan production regulated lewat tarif juga. Solusinya ? Solusinya hanya satu, yaitu melalui kebudayaan atau perubahan mindset. Bisakah Industri hulu China tumbuh tanpa subsidi?. Dan pada waktu bersamaan, bisakah konsumen AS belanja tanpa subsidi bunga kredit konsumsi? Kalau tidak bisa, maka AS dan China menghadapi paradox ekonomi. Dah gitu aja.

Sunday, November 10, 2019

Anies dan Nasdem


Anies mengatakan bahwa dia hadir di Kongres Nasdem karena posisinya sebagai Gubernur DKI. Yang kebetulan kongres diadakan di Jakarta, maka wajarlah dia hadir. Saya sudah berumur. Bukan anak muda yang gampang di begoin dengan argumen politik, bicara normatif. Secara vulgar dengan diberi panggung Anies untuk berpidato dalam kongres, itu menyiratkan bahwa Anies akan jadi kuda hitam Nasdem untuk tahun 2024. Itu jelas diaminkan oleh PKS. Bukan tidak mungkin beberapa partai lain yang kini berkoalisi dengan Jokowi akan siap siap pula bergabung bila kepentingan mereka terganggu.

Apakah itu salah? tidak. Secara demokrasi, itu syah saja. Hak setiap partai untuk bermanuver. Itu udah kerjaan mereka dalam berpolitik. Sistem negara kita bukan sistem parlementer yang mana tidak ada oposisi yang solid secara hukum. Sistem kita presidentil, yang memang ikatan antar partai itu flexible sekali. Kapan saja teman bisa jadi lawan. Lawan bisa jadi teman. Tergantung kepentingan masing masing. Dengan fakta politik yang ada, itu memaksa kita harus cerdas. Tahu mana yang srigala berbulu domba. Tahu mana wanita PSK berjilbab. Tahu mana nasionalis bermental oportunis. Salah bersikap, kita yang akan jadi korban.

Gonjang ganjing soal APBD DKI tidak ada satupun petinggi Partai yang bersuara. Bahkan Nasdem dengan vulgar menyatakan ada bersama Anies. Di DPRD DKI juga tidak ada suara Fraksi DPRD dari Nasdem yang keras kepada Anies seperti PSI dan PDIP. Sikap Nasdem sama dengan sikap PAN dan PKS. Disini kita lihat bahwa Partai pembela Anies di DPRD sudah punya kalkulasi politik. Apapun yang terjadi kepada Anies, mereka tetap diuntungkan. Kalau Anies sampai jatuh, Anies akan dapat credit point “ playing victim. Kalau Anies terus berkuasa, Anies akan lebih keras narasinya menyalahkan pemerintah pusat lewat kepiawaian dia merangkai kata kata. Dan Elite partai pendukungnya akan semakin banyak dapat limpahan logistik untuk perang menuju tahun 2024.

Mengapa mahasiswa tidak demo memberikan dukungan Politik kepada DPRD DKI agar Pemrof transparan soal APBD. Mengapa KPK belum beraksi. Padahal ada MOU antara Pemrof DKI dan KPK waktu zaman Jokowi. Apakah MOU ini sudah dibatalkan karena Anies? Mengapa ormas islam yang menjadikan Anies sebagai Gubernur tidak ikut mengkritik sesuai jargon “ Amar makruf nahi mungkar “. Mengapa ? karena semua sudah sepakat merebut kekuasaan tahun 2024 dari PDIP. Semua pengorbanan bernafas dalam lumpur sekalipun mereka terima. Asalkan bukan PDIP. Siapa yang menang sesungguhnya ? PKS. Karena lawan PKS sesungguhnya dalam perang idiologi adalah PDIP.

Suka tidak suka para elite partai dan masyarakat dari semua level sudah terpapar paham radikal. Mereka memanfaatkan emosi radikalime agama untuk menjalin koalisi besar bersama rakyat untuk menguasai parlemen dan presiden pada pemilu 2024. Masalah yang di hadapi Jokowi di periode kedua ini bukan lagi radikal dalam bentuk kekerasan dan teror tetapi dalam bentuk silent revolution yang digerakan oleh elite partai dengan dukungan asing. Kalau PDIP dan Jokowi tidak cepat bergerak, kita akan mundur jauh lebih buruk dari sebelumnya.

Apa solusinya? Kata kuncinya adalah soal ekonomi. Kalau Jokowi bisa selamat mengendalikan kapal ekonomi, rakyat pemilihnya akan setia bersamanya. PDIP pasti diuntungkan untuk kompetisi tahun 2024. Caranya, keraslah dalam membuat kebijakan ekonomi, terutama kepada Kepala Daerah, Menteri yang bermain politik demi agenda partai. Kader PDIP harus lebih militan mengawal setiap kebijakan presiden. Kalau engga, nasip PDIP akan sama dengan PD, terpuruk dalam pemilu. Rakyat menghukumnya.

Saturday, November 9, 2019

Desa hantu, anggaran Siluman.


Anggaran Siluman
Saya bertanya kepada ASN, bila ada program pembangunan satu project maka  bagaimana proses sampai project itu jadi.  Pertama tama , menurutnya rencana disusun oleh instansi. Ketika rencana ini disusun muatan biaya didalam rencana itu akan nampak sebagai berikut : biaya anggota team ( panitia pembangun) termasuk honor, biaya rapat, biaya study, biaya asistensi. BIaya ini umumnya mudah diperbesar. Tapi yang penting pos anggaran ini harus tersedia terlebih dahulu. 

Setelah itu, tahap kedua, adalah menghitung kebutuhan anggaran project. Pada anggaran project ini pos segala biaya yang tidak berhubungan langsung dengan project diperhitungkan. Karena maklum untuk bisa teralokasinya anggaran project harus ada dukungan dari DPR/D dan instansi pengawas serta otoritas anggaran. Para mereka ini harus kebagian jatah. Memang secara resmi tidak ada pos anggaran untuk mereka namun termuat didalam anggaran project lewat mark up. Dari itulah nilai anggaran yang akan tercantum dalam rencana belanja modal.

Dari proses ini,  realisasi belanja modal hanya mencapai 70 % setahun. Artinya anggaran untuk pengeluaran yang berhubungan dengan team pelaksana ( panitia)  umumnya habis terpakai dan sisanya yang  berkaitan dengan realisasi kerja yang akan dirasakan langsung oleh rakyat umumnya  tertunda alias melambat. Mengapa terlambat ? ya para pelaksana project takut ambil resiko hukum. Seperti masalah pembebasan lahan yang selalu dijadikan alasan atau alasan lemahnya koordinasi dengan instansi terkait atau masih diperlukan payung hukum untuk kelancaran project itu.  

Yang jadi masalah saat ini adalah belanja modal tidak lebih 12 %. Selebihnya habis untuk belanja rutin yang berkaitan dengan Belanja Pegawai, Barang, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja lain-lain yang tidak ada kaitannya dengan penambahan asset atau jasa yang bisa delivery pemerintah kepada rakyat. Artinya sangat banyak pos anggaran disemua lini yang bisa dipangkas untuk dialihkan ke project nyata.

Saya sempat tersentak mendengar ilustrasi singkat dari teman itu. Ya, andaikan bisa dihemat sebesar 30% saja dari total APBN/D maka ruang fiskal ( pembiayaan anggaran)  yang bisa digunakan untuk ekaspansi sosial dan belanja modal sangat besar sekali. Contoh sederhana. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyebutkan bahwa setiap hari, Pemerintah Kota Surabaya memberi makan 35.414 warga. Pemberian makanan itu gratis, tanpa dipungut biaya. Itu buah dari penghematan APBD. Kalau tidak di hemat, uang itu masuk kantong DPRD dan SKPD. 

Mengapa selama ini tidak terpikirkan untuk di hemat ? ini disebabkan kebebasan mengajukan anggaran pada setiap instansi dan Pemda. Sementara Kementrian Keuangan tidak mempunyai otoritas lebih menilai dan menolak usulan anggaran. Apalagi kadang sebelum project diajukan, lobi dengan DPR/D sudah dilaksanakan untuk menekan Otoritas anggaran. Apakah bisa anggaran itu dihemat ? Bisa. Itu yang dilakukan Ahok dan Jokowi waktu jadi kepala daerah. Tetapi karena itu Ahok tersingkir. Karena yang dilawannya adalah oligarki partai di DPRD. Dia jadi korban. 

Penyusunan Anggaran baik APBD maupun APBN, sudah ada aturannya, baik dalam bentuk UU, PP, Permen dan lain lain. Jadi secara normatif dan procedure sudah established. Lantas mengapa ada istilah anggaran Siluman? Karena oligarki partai yang punya agenda cari uang untuk pundi partai, dan itu selalu berhubungan dengan bisnis para rekanan PEMDA dan Kementrian. Tentu sulit untuk berhemat. Karena tujuannya gimana merampok APBN/D.  Apa yang terjadi pada DKI sekarang , juga terjadi di semua intansi dan PEMDA. Tetapi mengapa Jakarta gaduh? karena ada PSI. Itu aja. Di daerah lain , PSI engga ada. 
 
***
Mind corruption
Dalam rangka mendorong tumbuhnya industri perkapalan dalam negeri. Jokow perintahkan agar semua impor pangan harus menggunakan kapal berbendera Indonesia. Dengan kebijakan ini akan memaksa pengusaha angkutan membeli armada sendiri tanpa harus jadi agent asing. Dan ini akan menjadi peluang dan market off taker bagi industri perkapalan. Tetapi apa yang terjadi? Menteri perdagangan membuat pengecualian asalkan dapat izin dari menteri. Alasanya tidak bisa segera dilaksanakan. Harus bertahap. Maka, angkutan kapal untuk impor pangan menjadi bisnis rente. Salah satu elite partai Golkar kena OTT suap urusan izin angkut kapal itu. Menteri perdagangan belum jadi tersangka. Industri perkapalan jadi lesu.

Pemerintah membuat aturan agar pembiayaan APBN/D harus mengutamakan produksi dalam negeri. Seharusnya menteri perindustrian menggunakan kebijakan ini dengan mendorong tumbuhnya industri dalam negeri. Menteri membuka informasi seluas luasnya soal peluang ini. Contoh berapa kebutuhan cangkul petani setahun. Itu captive market. Para UMKM difasilitasi mendapatkan bahan baku dari KS agar bisa produksi cangkul. Kalau tekhnologi kalah dengan China sehingga kalah harga, ya menteri perdagangan mengusulkan kenaikan tarif impor cangkul agar industri dalam negeri bisa bersaing. Bukanya malah memberikan izin impor. Pemda DKI untuk ngecat trotoar, catnya impor. Tetapi menteri perdagangan tidak melarang. Itu bukan hanya DKI tetapi juga banyak pemda dan kementrian melakukan hal yang sama.

Dua pertiga ekonomi Indonesia itu berhubungan dengan perdagangan. Apa jadinya bila menteri perindustrian dan perdagangan adalah orang partai? Yang terjadi selama ini adalah kedua kementrian itu  bagaikan irama musik yang saling terkait, mengiringi lagu bisnis rente, yang berdampak terjadinya deindustrialisasi dan defisit neraca perdagangan. Rente di bidang perdagangan ini melahirkan rasio GINI yang semakin lebar, dan tidak efisiennya ekonomi nasional. Namun membuat elite partai semakin kaya raya dan pengusaha rente semakin kaya. Rakyat semakin terpuruk dengan dampak inefisiensi melahirkan barang dan jasa naik. 

Begitulah dahsyatnya mind corruption. Korupsi lewat pemikiran, yang melahirkan aturan untuk membuat orang secara legimate bisa kaya raya. Namun dampaknya adalah terjadinya kesenjangan ekonomi dan inefisiensi nasional. Tidak ada uang APBN yang mereka ambil langsung namun dampaknya lebih dahsyat dari pada korupsi APBN. Dan mind corruption ini tidak bisa di OTT KPK. Karena pelakunya elite politik DPR/D dan Birokrat yang bermain sesuai dengan UU dan aturan yang mereka create sendiri. Hanya dengan sistem pencegahan KPK itu bisa dilakukan. Semoga DEWAS KPK nanti bukan hanya dari kampus tetapi orang seperti Ahok juga dilibatkan. Kalau engga , mind corruption tidak akan terpantau oleh KPK. Semoga Pak Jokowi tetap kuat dan istiqamah.
***
Tahun 2004 APBN kita belum sampai Rp 400 triliun. Kini APBN 2019 sudah lebih dari Rp 2.000 triliun. Terjadi peningkatan sebesar 600 % selama lebih 10 tahun. Sekarang bandingkan peningkatannya dengan Jumlah penduduk tahun 2004 sebesar 216 juta dan Tahun 2019 mencapai 269 juta atau meningkat sekitar 25%. Artinya peningkatan APBN berlipat kali dibandingkan dengan penambahan jumlah penduduk. Apa artinya? secara idiot, seharusnya dengan peningkatan keuangan negara berlipat dibandingkan peningkatan jumlah penduduk , tidak ada lagi orang miskin. Tidak ada lagi kelaparan. Tidak ada lagi kesenjangan rasio GINI yang begitu lebar. Lantas mengapa kenyataan berbeda dengan angka angka pertumbuhan itu ?

Saya akan menjawab dengan kacamata orang awam. Silahkan ada bantah dengan teori ekonomi. Yang jelas , saya bicara fakta atas apa yang orang banyak rasakan. Saya tidak menyalahkan atau membenarkan presiden yang pernah ada. Saya hanya ingin membuka kelemahan sistem negara kita. Agar dengan itu kita bisa mengubahnya untuk lebih baik di masa akan datang. Baiklah saya jawab, mengapa terjadi perbedaan angka dan realitas.

Pertama, APBN terjebak dengan hutang. Setelah reformasi era SBY, hutang digunakan untuk belanja rutin, seperti bayar hutang dan bunga, subsidi dan lain lain yang bersifat konsumsi. Sementara belanja fiskal sangat rendah. Jadi tidak ada pembangunan secara significant bisa dirasakan oleh rakyat. Di era Jokowi kita masih terjebak dengan hutang. Hanya saja hutang tidak lagi untuk belanja rutin tetapi untuk pembiayaan anggaran ( belanja fiskal) yang bersifat investasi dan berhubungan dengan sektor real. Pembangunan memang keliatan nyata dan dapat dirasakan. Namun tidak berhasil mengurangi secara significant soal kesenjangan dan kemiskinan.

Kedua, Penambahan penduduk yang tinggi mencapai 1,49 % atau sekitar 4 juta per tahun, itu sama dengan jumlah penduduk per provinsi di Sumatera. Penambahan penduduk ini mengakibatkan biaya perawatan pembangunan infrastruktur terus meningkat, dan biaya sosial juga semakin meningkat yang ditandai semakin bertambahnya jumlah PNS yang harus diongkosi. Akibat kesenjangan ekonomi terhadap PDB, penambahan penduduk ini bukannya jadi asset malah menjadi beban sosial bagi negara.

Ketiga. APBN tidak efisien karena korupsi. Korupsi secara langsung memang berkurang dari tahun ketahun karena adanya KPK. Tetapi mind corruption lewat fraud penggunaan mata anggaran secara legal terjadi sistematis. Di zaman SBY selama 10 tahun , anggaran pembangunan untuk perencanaan, studi dan lain lain terpakai habis, sementara pembangunan phisik tidak terjadi meluas karena berbagai sebab dan alasan tekhnis. Belum lagi dana stimulus lebih banyak disalurkan langsung ke rakyat miskin dalam bentuk bantuan tunai langsung, bukan ke sektor pembangunan infrastruktur. Ini semua mind corruption bagi birokrat dan politisi. Massive sekali. APBN meningkat berlipat yang kaya raya birokrat dan Politisi.

Nah di era Jokowi, mind corruption ini juga terjadi dalam program stimulus seperti dana desa, subdisi BPJS, pengadaan pupuk, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, baru baru ini SMI sampai mengatakan bahwa ada desa hantu alias fiktif yang jumlahnya ratusan. Tidak sedikit itu jumlah uang yang dimakan siluman. Ada juga peserta BPJS Non PBI yang fiktif. Tidak tanggung tanggung nilainya mencapai Rp, 1 triliun. Yang miris, itu semua terjadi karena PEMDA yang brengsek mengelola dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dan Dana transfer untuk jaminan sosial.

Apa yang diungkapkan oleh SMI itu hanya contoh segelintir saja. Masih banyak mind corruption otak siluman yang belum terungkap atau sengaja didiamkan asal TST. Kalau mau lihat contoh konkrit lihatlah cara Pemprov DKI bancakin APBD. Teman saya politisi mengatakan bahwa kalaulah semua Kepala Daerah itu seperti Ganjar, Ridwan Kamil, Kofifah, TGP, tentu APBD yang ada itu lebih dari cukup menciptakan pertumbuhan real yang berkeadilan dan kita sudah lama bebas dari hutang dan makmur.

Lantas apa solusinya ? Jokowi harus mulai berani menggunakan UU 23/2014. Dalam UU itu presiden bisa memberhentikan Gubernur yang berkinerja buruk dalam mengelola APBD. Caranya, mendagri minta kepada DPRD memberhentikan. Apabila dalam 14 hari DPRD tidak memberhentikan, maka presiden bisa langsung berhentikan. Untuk Bupati dan Walikota, mendagri bisa memecat langsung apabila DPRD tidak bisa memecatnnya. KPK harus lebih efektif melakukan pencegahan korupsi dengan mendorong terjadinya reformasi birokrasi secara sistematis dan cepat. Kalau tidak, di tengah keadaan resesi, negara ini tidak sulit untuk tenggelam. Pak Jokowi, its now or never.! Show me your commitment that you are nothing to lose. Dont be afraid. We stand beside you.

Sunday, November 3, 2019

William Aditya


Waktu dia mencalonkan diri sebagai Anggota DPRD , statusnya masih sebagai pelajar SMA. Makum dia belum lulus universitas. Usianya masih 23 tahun. Setelah terpilih sebagai angota DPRD DKI dapil jakarta barat, bulan agustus dia di wisuda sebagai Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia. Namanya William Aditya, politisi dari PSI. Saya tidak yakin sebagai anak muda, bahkan terlalu muda untuk jadi politisi di era  sekarang, dia punya rasa takut atau ewuh pakewuh dengan budaya politik yang penuh tepo salero dalam remang remang dan bisik bisik. Dari caranya bicara di layar TV, tidak nampak raut wajah penuh emosi. Berbicara datar namun lugas dan jelas.

Dia berpikir sederhana, bukan berpikir idealis. Sederhananya apa ? ya dia harus patuh dengan sumpah jabatan. Itu saja. Sama dengan Ahok, yang patuh kepada sumpah jabatan. Karena yang menilai perbuatan manusia itu adalah Tuhan. Tuhanlah awal dan akhir dari tujuan manusia. Karena itu dia tidak pernah takut kepada manusia. Tidak takut jabatannya hilang. Dia hanya takut kepada Tuhan apabila dia tidak bisa melaksanakan sumpah jabatannya.  Itu gambaran yang saya tahu dari berita media digital maupun media TV. 

Itu sebabnya, ancaman akan dilaporkan ke Badan Kehormatan  (BK) DPRD, tidak membuat dia takut. Menurut anggota DPRD yang melaporkannya,  bahwa BK bisa menggunakan Peraturan DPRD Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ancamanya kalau terbukti melanggar tatip DPRD, dia bisa di ENA sangsi dari DPRD. Saya tidak tahu apa dampak terhadap karirnya sebagai politisi.  Tapi William Aditya, bukanlan anak alay yang buta hukum. Dia cerdas dan selama kuliah di FH UI prestasinya cemerlang. Dia tentu sudah kalkulasi perbuatannya.  

Peraturan Tata Tertip DPRD tidak bisa mengadili dan menyalahkan William Aditya karena Aksinya megungkap anggaran lem aibon Rp 82 miliar, yang akhirnya berbuntut panjang.  Mengapa ? William Aditya tidak menyebarkan berita Hoax. Kedua, dia tidak melakukan konspirasi jahat yang merugikan kredibilitas DPRD atau pemerintah. Ketiga, apa yang dia lakukan sudah sesuai dengan fungsinya sebagai anggota DPRD yang harus melaksanakan hak kontrol dan budgetting nya. Hak anggota DPRD itu dijamin oleh UU dan tidak boleh kekuatan manapun yang mempertanyakan sikap kritisinya. 

Keempat , membuka informasi kepada publik itu tidak melanggar UU, bahkan diharuskan oleh UU. Ini sesuai  dengan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah (TPAD) sebagaimana amanah Undang-Undang  Nomor 14 Tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik yang menjamin publik untuk mendapatkan informasi. Pemberi layanan wajib memberikan informasi yang dapat dilihat, dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non-elektronik.    

UU 14/2008 ini sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek korupsi, dimana pemerintah daerah waijb menjabarkan dan melaksanakan strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka menengah dan jangka panjang sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025. Jadi, William Aditya, telah melaksanakan tugasnya dengan berani dan tulus sesuai  dengan UU. Agar uang rakyat tidak dirampok. 

Nah kalau tata tertip DPRD lebih berkuasa dari UU, saya kehabisan kata kata untuk menjelaskan..upaya terakhir yang bisa saya lakukan adalah berdoa, walau itu selemah lemahnya iman. Semoga William Aditya baik baik saja. Kuat selalu ya Nak…Doa kami bersama kamu.


Friday, November 1, 2019

Jangan salah Pilih Kepala Daerah.



Sebetulnya sejak reformasi, Indonesia itu seperti negara Indonesia serikat, yang meliputi jumlah kabupaten ada 415, kabupaten administrasi ada 1 , kota sebanyak 93, dan kota administrasi (5). Sementara Gubernur  (tidak termasuk daerah khusus) hanyalah sebagai wakil pemerintah pusat. Mengapa saya katakan “ seperti “ Indonesia serikat? karena sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, setiap daerah tingkat Dua dan daerah Khusus diberi hak seluas luasnya mengatur daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat. Kewenangan itu termasuk kepada hak mengelola Anggaran sendiri dan membuat Perda untuk mengatur. 

Tujuan desentralisasi pemerintahan, adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi apa yang terjadi setelah 20 tahun reformasi? Apakah tujuan ideal desentralisasi itu tercapai ? 

Perhatikan. Daerah Jawa hampir semua rasio kemandirian diatas standar nasional yaitu 24,2 %. Sementara luar jawa, masih bergantung sebagian besar dengan pusat soal pembiayaan.  Itu disebabkan Pendapat Asli Daerah (PAD) mereka dibawah standar nasional (24,2 %) dari total APBD. Contoh Sumatera, semua daerah otonomi rasio PAD mereka terhadap total APBD mencapai rata rata 16,5%. Kalimantan, rasio rata rata PAD terhadap APBD mencapai 17,6%.  Sulawesi rata rata rasio PAD terhadap APBD sebesar 14,2% atau lebih rendah dari Sumatera. Yang lebih miris adalah Papua, dimana tingkat kemandiran rendah sekali. Rasio PAD terhadap APBD sebesar 6%. Artinya 94 % APBD itu berasal dari pusat.

Kalau kita perhatikan, PAD daerah itu seharusnya setiap tahun meningkat seiring meningkatnya pembangunan. Padahal cakupan PAD itu luas sekali yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-Lain. Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan tertinggi dari PAD yaitu sebesar 69,5 persen. Nah, bayangkan, 20 tahun sejak di syahkannya UU Otonomi daerah tahun 1999. Mungkin sudah lebih Rp. 10.000 triliun APBN mengelontorkan dana perimbangan pusat- daerah. Tetapi hasilnya tetap saja daerah tidak bisa mandiri.

Yang lebih miris lagi adalah daerah otonom itu bukan hanya tidak mandiri tetapi sebagian besar justru defisit. Data tahun 2017, dari 542 dari propinsi/kabupaten/kota sebanyak 84,9 persen (460 daerah) APBD defisit. Tahun 2018 dan 2019 bertambah lagi daerah yang defisit. Puncaknya DKI yang tidak pernah defisit , justru tahun ini mencatat defisit hampir 10% dari APBD. Sepertinya uang APBN yang digelontorkan ke daerah seperti orang memasukan sabun kedalam bak mandi. Habis tak bersisa dan tak berkesan. Sementara SDA daerah dikuras yang berdampak kepada kerusakan lingkungan.

Uang APBN yang berasal dari pajak badan dan perorangan memang sangat besar, namun lebih 50% dikembalikan ke daerah dalam bentuk Dana Perimbangan yang terdiri  3 (tiga) bagian utama yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU). DAU merupakan sumber pendapatan tertinggi dari Dana Perimbangan yaitu sebesar 61,6 persen. Sementara dari 50% dana tersisa di APBN,  pusat masih harus mentransfer lagi Dana Alokasi Khusus (DAK) kepada daerah dalam rangka pembangunan proyek yang menjadi program pusat. APBN juga masih harus membayar gaji ASN di kementrian , gaji TNI/PORI dan bayar utang beserta bunga. Makanya APBN terus defisit sejak tahun 2012 sampai sekarang.

Apa yang salah? Peningkatan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan daerah, yang berdampak kepada semakin besarnya beban sosial dan perawatan sarana umum. Mengapa ? karena kepala daerah umumnya tidak kreatif untuk mengembangkan potesi daerahnya melalui pembiayaan non APBD. Padahal pemerintah pusat sediakan dana pendamping untuk program pembangunan non APBD lewat DAK. Pemerintah pusat juga menyediakan skema KPBU melalui fasilitas VGF. Berdasarkan UU obligasi daerah, Pemda punya hak untuk mengeluarkan municipal bond untuk menutupi defisit. Tetapi fasilitas dari Pusat dan UU itu tidak dimanfaatkan.  Para kepala daerah hanya cenderung bersikap konvensional menghabiskan uang APBD, seperti yang dilakukan Anies dan kepala daerah lainnya. 

Solusinya ? Adalah tugas Menteri Dalam Negeri untuk membina PEMDA. KPK harus  melakukan pengawasan ketat pada pengelolaan APBD, dengan mengusulkan kepada presiden dan DPR agar dalam rangka  pencegahan korupsi APBD, semua pemda harus menerapkan e-government yang terpadu meliputi e-planning, e-budgeting, e-procurement. Sulit.? Engga.  Apalagi sesuai UU 23/2014 pada Pasal 60, presiden bisa memberhentikan Gubernur/wakil gubernur bila berkinerja buruk. Dan menteri dalam negeri bisa memberhantikan Bupati, Walikota bila berkinerja buruk.  Dalam UU 23/3014, memang mekanismenya melalui DPRD namun bila dalam 14 hari DPRD tidak memecat  maka presiden atau mendagri bisa memecat tanpa perlu persetujuan DPRD. Semoga rakyat semakin cerdas dalam memilih Kepala Daerahnya. Karena dampaknya salah pilih kita akan rugi dan masa depan anak cucu kita akan suram. lihatlah yang terjadi di Jakarta. Tadinya udah modern, kini  kembali jadi kumuh dan defisit.

***

Anies angkat bicara terkait polemik dokumen Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2020. Termasuk soal adanya kegiatan yang janggal yang ditemukan oleh Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DKI Jakarta, misalnya rencana pembelian lem aibon senilai Rp82,8 miliar dan pulpen sebesar Rp123,8 miliar yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Singkatnya Anies menyalahkan sistem anggaran sebagai warisan dari Ahok. Dianggap sistem ebudgeting era Ahok tidak smart, yang masih membutuhkan input secara manual. Benarkah ?

Seperti diketahui, e-budgeting direncanakan sejak zaman Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2013, lewat Peraturan Gubernur (Pergub) No 145 tahun 2013. Sistem dijalankan ketika Ahok menjadi Gubernur DKI dan melakukan pembahasan APBD DKI 2015. Pergub tersebut mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Karena penerapan sistem ebudgeting itu, Ahok bisa membongkar anggaran siluman. Masalahnya, muncul dua versi APBD-P DKI 2014 sehingga memunculkan kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) senilai Rp120 miliar. Karena itu Ahok ribut dengan anggota DPRD.

Tahun 2016, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memuji Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menerapkan mekanisme penganggaran melalui electronic budgeting (e-budgeting). Menurut Agus, cara tersebut dapat merangkul masyarakat untuk turut mengawasi kinerja pemerintah agar tak menjurus ke rasuah. Bahkan, KPK mengusulkan ebudgeting Ahok diterapkan di seluruh Indonesia, agar masyarakat secara partisipatif mengotrol dan melakukan koreksi. Kalau bisa bukan hanya anggaran tetapi perencanaan anggaran juga bisa diketahui publik sehingga hal pengawasan publik jadi terpadu.

Sistem ebudgeting era Ahok tidak mudah dijebol. Mengapa ? karena DKI di era Ahok sudah menerapkan e-planning. Jadi Rencana kerja Jangka Menengah dan Panjang telah di masukan kedalan e-Planning. Ini tidak mungkin diubah. Mengapa ? karena sudah ada PERDA nya dan persetjuan dari Menteri Dalam negeri. Tentu dasarnya sangat kuat karena telah melewati kajian akademis yang menyeluruh dan lagi penyusunan itu melibatkan uang negara. Jadi kalau Anies mengajukan anggaran diluar e-planning maka otomatis akan ditolak oleh system. Apalagi sistem ini terhubung dengan KPK dan BPK. Pelanggaran terhadap itu akan jadi target KPK.

Kalau anggaran yang disusun telah sesuai dengan e-planning maka masih ada lagi e-budgeting. Detail anggaran itu akan di uji oleh system database e-budgeting. Kalau tidak sesuai dengan aturan yang ada maka otomatis di tolak. Tidak boleh diajukan ke DPRD. Kalau anggaran sesuai dengan e-Budgeting , maka masih ada lagi e-procurement. Contoh, satu mata anggaran itu seharusnya seharga Rp. 100.000 tapi dianggarkan sebesar Rp. 500.000 maka otomatis akan ditolak oleh system database. Dan ini akan berdampak kepada semakin membesarnya sisa anggaran tidak terpakai karena tidak sesuai denga e-procurement. Apalagi Pejabat pemangku anggaran tidak mau masuk penjara alias takut sendiri. Karena sudah di detek oleh sistem adanya pelanggaran.

Kalau semua system database bisa dilewati maka masih ada lagi database pendapatan yang berkaitan dengan PAD dan pendapatan daerah. Anggaran belanja harus bisa memastikan pertumbuhan pendapatan Daerah. Untuk menguji belanja itu akan mendorong peningkatan pendapatan, ada lagi UU dan Permen yang mengatur sehingga secara trasfarance bisa di analisa oleh mendagri apakah belanja itu telah memenuhi unsur kepatutan atau tidak. Kalau tidak maka akan ditolak oleh Mendagri. Jadi memang ketat sekali.

Nah apa yang dilakukan Anies selama ini ? dia berusaha mengubah dengan cara memisahkan e-Planning dan ebudgeting. Akibatnya ebudgeting hanya berfungsi pengelektronikan data yang membutuhkan input data manual. Bukan sebagai sebuah sistem yang terintegrasi . Itu sebabnya Anies tidak mau ada transfaransi. Itu sebab data input di web beda dengan Planning. Sangat berbeda dengan era Ahok. di era Ahok, proses anggaran mulai dari penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah di eksekutif hingga pembahasannya di DPRD seluruhnya diunggah untuk publik. Mengapa ? Karena e-planning di Bappeda dan e-budgeting di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sudah terintegrasi, sehingga entri data tidak perlu lagi manual. Semoga pak Anies paham. Engga usah menyalahkan lantai berjungkit kalau tak pandai menari. Tak usah menyalahkan orang lain kalau awak sendiri pandir.

Keterbukaan informasi
Memang secara UU tidak ada keharusan anggaran itu terbuka secara publik. Namun tidak melarang masyarakat mendapatkan informasi itu. Dan ini di jamin oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik. Masalahnya tidak banyak masyarakat yang tahu akan hak nya itu. Tidak banyak dari mereka punya kemampuan mengakses data dan informasi seputar anggaran. Makanya bagi kepala daerah yang jujur, terbuka dan sadar bahwa APBD itu adalah milik rakyat, dia akan berusaha memberikan informasi seluas luasnya kepada publik soal APBD ini. Mengapa? , agar rakyat membantunya mengawasi. Itulah yang dilakukan Ahok ketika jadi Gubernur.

Nah apa yang saya suka dari pemerintahan Jokowi adalah sifat keterbukaannya. Itu bukan hanya saja sejak dia jadi walikota , gubernur tapi juga presiden. Saya suka cara kementrian keuangan yang memberikan informasi mengenai APBN dengan bahasa yang sederhana dan dilengkapi infographis yang mudah orang pahami. Kalau ingin tahu lebih detail, kita bisa klik situs APBN sejak dari perencanaan sampai kepada penganggaran. Berkat keterbukaan informasi APBN itu saya tidak sulit melakukan kritik dan mudah pula meluruskan opini negatif dari para oposisi yang tidak didukung data valid.

Tapi keteladanan Jokowi mengelola Anggaran di Pusat tidak ditiru oleh semua kepala Daerah. Ini bisa dimaklumi sebagai dampak dari hak otonomi Daerah. Tapi anehnya KPK yang bertugas melakukan pencegahan korupsi, yang pernah memuji sistem ebudgeting Ahok, malah tidak bersuara ketika Anies tidak melakukan azas keterbukaan APBD. Di sini saya sadar bahwa OTT KPK hanyalah pencitraan politik. Mengapa? di depan mata mereka ada sistem ebudgeting Ahok yang sudah baik dan dipuji sebagai cara efektif mencegah korupsi, eh malah dibiarkan diacak acak oleh Anies. KPK diam saja. Tapi bagi orang lain KPK itu bidadari cantik. Padahal bau ikan asin, sama dengan Anies. Padahal untuk menghindari fraud atau   White collar crime atas anggaran adalah keterbukaan. Mengapa ?

Mungkin sebagian anda mengenal istilah White collar crime atau Kejahatan kerah putih. Itu kejahatan yang dilakukan oleh orang berdasi dengan kemeja putih. Dia tidak menggunakan senjata atau pestol untuk melakukan kejahatan, tetapi menggunakan kepintaran dan jabatan formal nya untuk merampok. Hazel Croal yang pertama kali memperkenalkan istilah white collar crime dalam studinya tentang kejahatan yang dilakukan oleh mereka yang terlibat langsung dalam kepemimpinan, proses pengambil keputusan, sampai kepada mereka yang ikut ambil bagian dari proses itu, baik secara sendiri sendiri maupun kelompok. Ujungnya adalah merampok uang.

Untuk keluarnya anggaran proyek, harus ada rencana. Rencana harus dibuat secara akademis. Harus ada second opinion dari konsultan agar memastikan proyek itu objectif dan layak. Kemudian rencana itu harus dimintakan persetujuan dari kepala daerah. Kepala daerah tidak bisa membuat keputusan tanpa persetujuan dari DPRD. Dari sana pembahasan anggaran dilakukan dalam rangka check and balance. Setelah disetujui, proses terbuka dilakukan. Peserta tender, harus mengikuti syarat pra kualifikasi yang ketat. Pemenang tender adalah harga dan kualitas terbaik.

Secara prinsip anggaran tidak boleh keluar tanpa ada prestasi. Singkatnya Cash on delivery. Kalau mengharuskan DP maka harus ada counter jaminan. Cukup? belum. Sebelum dibayar, harus ada berita acara dari pihak terkait untuk memastikan proyek itu sudah selesai sesuai dengan standar procedur yang ditetapkan oleh peraturan dan UU yang berlaku. Nah bila semua sudah dipenuhi, maka keluarlah itu uang anggaran. Jadi sekilas memang tidak mudah untuk bisa merampok uang anggaran, atau menyalah gunakan anggaran. Proses dan prosedurnya sangat ketat.

Tetapi apakah benar bila semua prosedur dilalui , tidak ada korupsi ? Justru disinilah yang disebut oleh Hazel Croal terjadinya kejahatan kerah putih. Semua pihak terkait yang terlibat dari sejak perencanaan, proses pengambilan keputusan, proses pelaksanaan, proses pencairan, proses pengawasan, melakukan konspirasi atau persekongkolan dalam mekanisme TST ( Tahu sama tahu), untuk mencuri. Secara normatif semua berjalan sesuai mekanisme organisasi. Secara hukum tidak ada yang dilanggar. Karena didukung oleh dokumen yang legitimit. Tapi faktanya harga barang atau nilai proyak tidak rasional. Perampokan terjadi secara legal!

Ketika orde baru jatuh, indonesia menderita kerugian secara moneter yang sangat luar biasa. Karenanya indonesia terjebak dengan hutang yang gigantik yang sampai kini masih kita angsur tuh hutang. Tetapi apakah Soeharto di penjara. Apakah para menteri Orde Baru di penjara? Apakah anggota DPR/MPR yang mengesahkan APBN dan melegimate kekuasaan Soeharto dipenjara. Apakah Golkar yang menjadi partai pendukung Soeharto, dipenjara atau diubarkan? Apakah anggota BPK dipenjara? Tidak. Karena semua dilakukan secara legitimate dibawah UU dan peraturan. Walau faktanya kejatuhan Soeharto karena KKN.

Juga banyak hasil Audit BPK yang Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), toh akhirnya pejabatnya kena OTT KPK. Itu bukan berarti BPK tidak melakukan audit dengan benar, tetapi secara prosedur memang tidak ada yang salah. Terus kenapa sampai kena KPK? itu kejahatan personal , bukan kejahatan sistem. Nah selagi pejabat sangat ahli menjaga proses itu sesuai sistem dan smart menghindari OTT maka semua akan selalu baik baik saja. Walau faktanya 30% lebih anggaran raib entah kemana. Itulah yang terjadi dalam sistem negara kita, termasuk yang ada pada anggaran DKI di era Anies.

Lantas apa solusi untuk mengatasi kejahatan kerah putih ini? tahun 2000an ada diperkenalkan system Good Governance risk Management Compliance. Sebetulnya sistem ini sudah diterapkan Ahok di DKI. Tapi di era Anies diubah. Apa sistem ini ? Sistem ini tidak hanya melihat dari sisi procedural dan normatif saja tetapi juga berkaitan dengan moral, etika, yang dikunci melalui sistem IT. Caranya? Menyatukan e-planning , e-budgeting, e-procurement dalam satu sistem yang transfarance. Sehingga melalui Web, siapapun bisa melakukan audit terhadap suatu proyek. Itu yang terjadi di China ketika mereka masuk dalam sistem administrasi paperless dan e-goverment. Pencegahan korupsi terjadi secara sitematis.

Di China, pernah ada Kepala Daerah jatuh hanya karena ulah pemuda tamatan SMU yang bekerja sebagai pedagang kecil di distrik. Apa pasal? Pemuda itu menulis di blog bagaimana korupsi dana lingkungan hidup dilakukan secara sistematis oleh pejabat sehingga terjadi tanah longsor di desanya. Yang hebatnya pemuda itu, justru mendapatkan hak dan keadilannya karena dia dituduh menghina kepala daerah. Para nitizen meng copy tulisannya dan mem viralkan selama beberapa hari. Sehingga mengundang perhatian dari petinggi partai di tingkat Pusat. Pemuda itu bisa bebas dari tuntutan karena dia berani mempertanggung jawabkan data yang dia publis di media sosial.

Mengapa pembelaan pemuda itu tidak terbantahkan? Itu semua berkat adanya E-Goverment yang dapat diakses oleh rakyat luas. Dengan database E-planning Pemda, dia dapat mengetahui apakah program kerja kepala daerah itu sudah sesuai dengan rencana pemerintah pusat. Kemudian , dari e-Budgeting dia bisa mengetahui sejauh mana penggunaan anggaran itu efektif. Berdasarkan e-procurement , dia bisa tahu siapa saja yang mendapatkan jatah proyek dan berapa nilainya dan pantaskah ? Dari analisa menyeluruh , dia menyimpulkan bahwa kepala daerah membuat proyek tidak sesuai dengan rencana, dan penunjukan rekanan tidak tepat karena rekanan itu tidak qualified, juga harga kemahalan. Walau semua sudah dilakukan sesuai procedur dan tidak ada bukti legal korupsi tapi dampaknya bisa dirasakan oleh rakyat, yaitu kerusakan lingkungan dan bencana terjadi akibat adanya KKN.




Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...