Wednesday, May 22, 2019

Jokowi lebih kuat dari Soeharto.

Mungkin sebagian orang menganggap bahwa Jokowi itu lemah. makanya mereka begitu yakin bisa menjatuhkan Jokowi lewat people power. Namun faktanya satu demi satu pihak yang menyuarakan gerakan people power itu justru yang kena kasus hukum. Terbukti pula ketika mereka kena kasus, tidak nampak suara garangnya. Yang ada malah berusaha cari selamat dengan menyalahkan teman lainnya. Melihat situasi ini lantas Ibu Tatik menuduh bahwa Jokowi lebih keras daripada Soeharto. Era Jokowi lebih gila daripada Era Soeharto. Saya bisa katakan bahwa Ibu Tatik ada benarnya kalau kekuasaan Jokowi lebih kuat daripada Soeharto. Bahkan Ahmad Dani pernah berkata bahwa Jokowi lebih kuat daripada Soeharto.

Anda mungkin bisa saja berkerut kening. Apakah benar Jokowi itu begitu berkuasanya ? Menurut saya adalah Jokowi itu pandai menempatkan dirinya secara pantas dalam sistem ketata Negaraan kita. Bahwa di era Reformasi, panglima tertinggi itu adalah Hukum. Hukum inilah yang menjadi pengikat sharing power antara Eksekutif, legislatif, yudikatif. Mungkin saja hukum bisa diatur bila ketiga kekuasaan yang ada dalam sistem itu berkolaborasi untuk kepentingan elite kekuasaan. Tapi harus diingat bahwa masih ada lagi kekuatan ke empat, yaitu media massa. Di era digital sekarang ini, media massa sangat bebas dan kecepatan informasi bagaikan kecepatan cahaya. Jadi engga mungkin ada sensor media massa untuk kepentingan kekuasaan.

Gimana kalau media massa bisa dibayar sehingga berpihak kepada sistem kekuasaan? masih ada lagi kekuatan ke lima yaitu pasar uang. Harap di catat, bahwa 2/3 modal itu dikuasai oleh segelintir orang. Maklum mereka sebagian besar adalah orang orang yang punya akses kepada the first hand information. Apabila ada indikasi pemerintah tidak konsisten dengan prinsip demokrasi dan hukum maka yang terjadi adalah distrust terhadap sistem pasar uang. Dampaknya akan sistemik. Kasusnya tidak ubah dengan yang terjadi di Venezuela yang harga emi semangkok sama dengan gaji orang sebulan. Atau sama dengan Turki yang mata uangnya terjun bebas dan terjebak dengan gagal bayar utang yang gigantik. Padahal kedua negara itu presidennya sangat berkuasa. Lah liatlah sekarang, ketika KPU mengumumkan Jokowi-Ma'ruf Amin menang langsung market rebound semua. Itu artinya pasar tahu bahwa sistem Pemilu sudah berlangsung dengan benar dan transfarance. Diluar itu kalau ada pihak yang ingin menggoyang Jokowi, mereka juga percaya bahwa sistem akan mudah mengantisipasinya.

Nah sistem seperti itulah yang dikelola dengan smart oleh Jokowi sebagai Presiden. Dan sistem ini juga dipahami oleh Legislatif dan Yudikatif, termasuk media massa. Antara Jokowi sebagai presiden dengan mereka tidak ada komplik. Diantara mereka ada saling pengertian untuk menjaga marwah lembaga masing masing. Tanpa ada niat satu sama lain ingin intervensi. Maka yang terjadi adalah sistem yang kokoh. Nah yang dihadapi oleh Prabowo dan kelompok yang ingin menjatuhkan Jokowi bukanlah Jokowi pribadi sebagai presiden tetapi adalah sebuah “sistem”. Berbeda dengan Soeharto dimana dia berkuasa menempatkan diri sendiri sebagai sistem kekuasaan. Dia menjadi lembaga tak tertandingi. Single power itu paradox. Renta. Sementara kekuasaan seperti kaki tiga sangat flexible dan kokoh terhadap goncangan.


No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...