Thursday, February 7, 2019

Solusi anggaran Jokowi.



Kubu Bosan mengatakan bahwa berdasarkan data BPS tidak ada prestasi Jokowi membangun infrastrutkur karena jalan nasional non tol tidak bertambah panjangnya.  Mereka lupa bahwa keadaan jalan era sebelumnya, kini keadaannya sudah berbeda. Perbedaan dari segi kualitas maupun kapasitas efektifitas dan efisiennya di era Jokowi jauh meningkat. Ini bukan data diatas kertas namun fakta yang semua orang bisa merasakannya. Bahkan massive nya pembangun infrastruktur itu sampai disikapi negatif oleh oposisi. Kalau ada penambahan jalan tol itu dilakukan agar APBN kita tidak terjebak utang pembiayaan anggaran dan pembangunan tetap berlangsung tanpa stuck. Mempelajari data stastistk harus secara menyeluruh sehingga tahu mengapa data itu ada.  Dan paham bagaimana menyimpulkannya secara terpelajar.

Peningkatan anggaran untuk infrastruktur era Jokowi memang meningkat luar biasa (  lihat info graphis. ). Namun anggaran infrastruktur ini bukan digunakan menambah panjangnya jalan nasional non tol. Bukan menambah unit bandara. Bukan menambah jalur kereta. Bukan menambah pelabuhan. Bukan membuat program baru. Bukan. Jalan yang ada kualitasnya ditingkatkan. Disediakan jembatan yang bagus. Sehingga yang tadinya butuh waktu 10 jam untuk sampai di tujuan tapi kini cukup 2 jam. Karena jalan sudah mulus. Contoh pembangunan jalan di Papua. Jalurnya sudah dibuat oleh presiden sebelumnya. Namun kualitasnya ala kadarnya. Nah Jokowi meningkatkan kualias jalan itu sehingga layak di lalui kendaraan secara efisien. Bandara tadinya ala kadarnya. Namun di perbaiki sehingga berkelas international dan nyaman. Jalur kereta tadinya satu jalur, di tingkat jadi dua jalur. Jalur yang sudah mati di hidupkan lagi. Pelabuhan laut juga ditingkatkan kualitasnya sehingga bisa menampung kapal sampai 400.000 DWT untuk angkutan orang dan barang. Dari yang tadinya sudah direncanakan di era presiden sebelumnya, dilanjutkan jadi kenyataan. 

Mengapa Jokowi tidak menambah jalan yang ada dengan program yang baru ? Walau anggaran untuk infrastruktur besar namun masih sangat kurang untuk memacu pertumbuhan ekonomi diatas 7%. Di awal Jokowi berkuasa. PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia dengan dukungan riset dari Oxford Economics, memprediksi untuk lima tahun ke depan, akan terjadi peningkatan belanja sektor infrastruktur jika dibandingkan dengan periode lima tahun sebelumnya. Meski demikian, pengeluaran untuk lima tahun ke depan diperkirakan akan berada 19% di bawah target Pemerintah. Adapun pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 menargetkan alokasi anggaran infrastrutkur mencapai Rp5.519 triliun. Tingkat pertumbuhan tahunan gabungan/compound annual growth rate (CAGR) investasi sektor infrastruktur periode 2014-2019 diprediksi mencapai 9,5%. Faktanya sekarang kita tahu bahwa APBN tidak mampu memenuhi semua kebutuhan anggaran infrastruktur. Mengapa ? ada kewajiban UU. Pertama anggaran pendidikan harus minimal 20% dari APBN. Ini jumlahnya lebih besar dari anggaran infrastruktur. Andaikan ada pengalihan anggaran pendidikan untuk infrastruktur, itu lebih dari cukup bayar kekurangan anggaran infrastruktur. Kedua, anggaran perlindungan sosial yang mencapai setengah dari anggaran Infrastruktur. Kalau tidak ada perlindungan sosial tidak perlu kita utang untuk infrastruktur. Ketiga, defisit APBN tidak boleh diatas 3% dari PDB. Tetapi kita tidak bisa mengelak dari amanah UU itu. Kita harus moved forward.

Karena alasan itulah APBN di focuskan kepada perbaikan kualitas infrastruktur yang sudah ada agar lebih efektif untuk mendukung arus barang dan orang. Artinya pembangunan infrastruktur sebelumnya yang sudah tidak layak lagi digunakan , diperbaiki, ditingkatkan kualitas dan kapasitasnya menjakau kawasan pinggiran dengan program indonesia centris. Program yang sudah di persiapkan dengan baik di era sebelumnya di eksekusi agar jadi kenyataan. Sementara penambahan infrastruktur ekonomi berupa jalan , pelabuhan, bandara, kereta api di bangun lewat skema PINA ( pembangunan Infrastruktur non anggaran ). Mengapa ? Kita tidak bisa stuck. Karena jumlah penduduk terus bertambah dan aktifitas logistik juga terus meningkat. Dampaknya kalau stuck akan menghancurkan investasi yang sudah dikeluarkan era sebelumnya. Walau dengan skema PINA memang mengharuskan orang membayar fee namun infrastruktur non bayar tersedia dengan kualitas baik. Jadi keadilan tetap ada.

Apalagi berdasarkan penilaian Logistic Performance Index (LPI) Indonesia berada di peringkat 63 dengan skor 2.98 berada dibawah Thailand peringkat 45 dengan skor 3.26, Malaysia peringkat 32 dengan skor 3.43, dan Singapura peringkat 5 dengan skor 4,14. Sedangkan berdasarkan penilaian Global Competitiveness Index, peringkat Indonesia cenderung menurun dari posisi 34 pada tahun 2014-2015 menjadi posisi 37 pada tahun 2015-2016 dengan skor 4.52. Rendahnya indeks infrastruktur berdampak pada tingginya biaya logistik yang bermuara pada ekonomi biaya tinggi dan mahalnya biaya barang dan jasa serta berdampak pula pada menurunnya tingkat persaingan di masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Bayangkan apa yang terjadi pada negara kita pada 5 tahun mendatang bila pembangunan insfrastruktur tidak dikebut dibangun? Yang pasti negara kita akan dikuasai oleh negara ASEAN, dan China. Maklum era MEA ( Masyarakat Ekonomi ASEAN ) berlaku desember 2015, ACFTA ( ASEAN CHINA FREE TRADE AREA telah berlaku 2010. Kita akan digilas oleh kekuatan regional kalah bersaing.

Artinya begitu hebatnya Jokowi memacu pembangunan insfrastruktur masih kalah hebat negara tetangga. Bahkan masih kalah jauh jika dibandingkan negara anggota G20. Sebagai contoh, India sejak tahun 2009 investasi infrastruktur sudah diatas 7% PDB, dan Tiongkok sejak tahun 2005 sudah mencapai 9-11% PDB. Sedangkan Indonesia sampai sekarang total investasi infrastruktur dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan swasta hanya mencapai sekitar 4,5% – 5% dari PDB. Mengapa ? Karena negara tetangga didukung penuh oleh elite politiknya dan rakyatnya antusias mendukung pemerintah membangun insfrastruktur dan mereka siap mengorbankan semua subsidi demi terbangunnya sistem logistik yang efisien. Semakin efisien logistik semakin competitive negara tersebut. 

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...