Sunday, September 30, 2018

Adab di negeri orang.


Suatu saat saya sedang sama teman antri di Gate imigrasi Shenzhen. Teman itu ada didepan saya. Ketika gilirannya ke Desk imigrasi, tak berapa lama, petugas imigrasi membawanya pergi. Dia menoleh kearah saya. “ Bantuin saya jel” katanya dengan wajah kawatir. Saya segera keluar dari antrian dan mengikuti petugas imigrasi membawanya ke kantor yang ada di stasiun. Tetapi saya dilarang masuk. Sebagai teman sama sama warga negara apalagi dia wanita, saya tetap menanti diluar kantor. Saya harus tahu apa yang terjadi dan bagaimana saya bisa menolongnya. Tak berapa lama petugas imigrasi keluar dari ruangan. Saya berusaha mendapatkan informasi apa yang terjadi.

Menurut petugas imigrasi itu bahwa teman saya menyalahkan gunakan visa kunjungan wisata ke Hongkong untuk tujuan yang tidak jelas. Setiap mau habis visa Hongkong, dia keluar Hongkong melalui china atau Macau. Sehingga visa wisata sebulan otomatis diperpanjang. 
“ Apakah itu pelanggaran hukum. Apa buktinya dia melanggar? “ tanya saya. Menurutnya tidak ada pelanggaran. Tetapi dicurigai punya itikad buruk.
“ Kalau memang teman kamu mau menetap lebih dari sebulan di Hongkong mengapa dia tidak minta visa kerja atau bisnis yang jangka waktunya bisa lebih dari sebulan. Ini kan aneh. Ngapain dia di Hongkong ? “ Kata petugas imigrasi.
“ Tetapi dia kan engga salah. “ kata saya.
“ Memang engga salah secara hukum tetapi secara adab jelas salah. Fasilitas visa wisata kok dimanfaatkan berkali berkali dalam setahun”

Saya menghubungi keluarganya karena menurut petugas imigrasi teman saya terancam kena pidana pelanggaran imigrasi. Saya menghubungi Konjen RI di Hongkong agar teman saya dibantu . Namun Konjen dengan tegas menolak membantu secara diplomatik. Alasannya itu urusan dalam negeri Hongkong dan hukum Hongkong. Negara tidak boleh intervensi hukum negara lain. Petugas Konjen sarankan saya agar menyediakan lawyer untuk teman saya.

Apa yang dialami teman saya WNI di Hongkong juga dialami teman saya warga negara mexico yang dipenjara oleh imigrasi di Jakarta karena memanfaat fasilitas bebas visa wisata yang diberikan oleh Indonesia. Nah teman ini tinggal di jakarta lebih dari setahun dan memperpanjang visanya wisatanya secara otomatis keluar dari border ke Singapore dan kembali masuk ke Indonesia. Sampai akhirnya kena suspect petugas imigrasi. Walau kedutaan mexico berusaha membantu namun petugas imigrasi menjawab “ ini negara saya dan siapapun yang masuk harus menghormati hukum negara dan jaga adab. Jangan ngakali kemudahan dari pemerintah Indonesia soal bebas visa wisata untuk tujuan Business atau apalah”

Apa yang terjadi pada HRS yang dicekal di Arab bukanlah karena konspirasi politik antara pemerintah Arab dan Indonesia untuk mencekal HRS agar tidak pulang ke Indonesia tetapi murni karana urusan dalam negeri Arab sendiri. Yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah menunjuk lawyer untuk mendampingi HRS selama proses hukum. Itu aja.

***
Kali pertama ke Kiev ( ukraina) tahun 2008 ada pengalaman yang menarik. Rencana berangkat dari Hong Kong. Karena waktu meeting di Kiev sangat mendesak, saya berusaha dapatkan visa di kedutaan Ukraina di Beijing. Namun gagal. Saya harus apply visa melalui kedutaan Ukraina di Jakarta. Teman saya pejabat di China sarankan untuk langsung aja terbang ke Kiev walau visa tidak ada. Nanti sampai di Kiev katanya teman dia akan bantu urus visa untuk saya. Awalnya saya ragu. Tetapi dia atur pembelian ticket dan berhasil. Logika saya kalau memang tidak bisa masuk tanpa visa tentu tidak mungkin dapatkan ticket pesawat. Dengan bismillah saya berangkat ke Kiev walau tanpa visa. Ketika mendarat , suhu sekitar 7 derajat celcius. Terasa menggigit. Apa yang terjadi ? Petugas imigrasi melarang saya keluar dari border. Alasannya saya tidak punya visa. Nah benarkan. Kacau jadinya.

Saya berusaha menghubungi teman saya di Beijing untuk melaporkan keadaan saya. Tetapi HP nya tidak bisa di hubungi. Lebih 5 jam saya terkatung katung di dalam border. Petugas Imigrasi mau menyita passport saya. Namun saya coba berargumentasi bahwa saya tidak punya niat buruk. Saya datang ke Kiev dengan pesawat Ukraina. Kalau memang saya tidak punya fasilitas mendapatkan visa tentu tidak mungkin dapatkan ticket pesawat. Passport saya dilindungi UU oleh negara saya. Petugas imigrasi dimanapun barada harus menghormati UU negara saya. Apalagi saya masih diwilayah international atau diluar border. Tetapi petugas imigrasi itu maksa narik passport dari tangan saya. Saya tetap bertahan. Akhirnya passport itu berhasil direbut dari tangan saya. Saya minta mereka menghubungi kedutaan saya. Tetapi mereka engga peduli.

Di ruang investigasi, saya duduk sendirian tanpa ada satupun petugas yang menanyain saya. Perut keroncongan. Saya hanya dapat air minum saja. Setelah 2 jam di ruang investigasi, petugas masuk. Dia meminta saya keluar dari ruangan dan mempersilahkan saya masuk ke wilayah ukraina. Walau tanpa visa, Passport saya telah di cap oleh petugas imigrasi. Ketika keluar dari gate nampak seorang wanita berwajah China menghampiri saya. Ternyata dia yang urus izin agar saya bisa masuk Ukraina tanpa Visa. Menurutnya dia dapat telp dari Beijing sejak sehari sebelumnya untuk membantu saya. Dia juga yang mengantar saya ke Hotel.

Dalam perjalanan ke Hotel dari Bandara, dia menjelaskan bahwa kalau sampai saya di tahan lebih dari 5 jam itu standar prosedur imigrasi. Mereka tidak perlu lapor ke kedutaan Indonesia tentang kasus saya itu. Mengapa? petugas imigrasi dimanapun berada terhubung dengan Badan Inteligent. Ini menyangkut teritori negara. Perlu waktu berkoordinasi dengan lembaga lain untuk memastikan niat saya masuk tanpa visa karena pertimbangan khusus yang dapat dibenarkan secara politik. Walau secara hukum jelas saya melanggar aturan. Ini sikap hati hati petugas imigrasi. Jadi saya dapat maklum bila HRS ditahan beberapa jam oleh petugas imigrasi tanpa ada laporan kepada kedutaan Indonesia dan instansi lain.

Sikap kedutaan Arab di Indonesia atas berita HRS dicekal, dasarnya adalah normatif. Bahwa walaupun benar HRS overstay, itu bukan pelanggaran serius. Itu bisa ditebus dengan membayar fee. Apalagi visa HRS berlaku setahun multiple entry. Hanya saja aturannya setiap tiga bulan HRS harus perbarui masa tinggalnya dengan keluar lebih dulu dari Arab, untuk kemudian masuk lagi. Artinya secara hukum tidak ada masalah bagi HRS untuk pergi kemana saja dan kapan saja. Hanya masalahnya adalah petugas imigrasi harus mengetahui secara pasti mengapa HRS tinggal lebih dari setahun dengan visa bisnis tanpa visa kerja. Logika kalau visa bisnis kan engga perlu lebih dari setahun. Ada apa ?

Nah ini diskrisi petugas imigrasi untuk menentapkan status HRS di cekal sampai terbukti ada alasan yang bisa dipertanggung jawabkan. Selama belum ada kepastian alasan itu, petugas imigrasi berhak untuk tidak perlu memberitahu kedutaan Indonesia atau instansi lain. Sikap kedutaan Indonesia dan istansi lain di Arab hanya dalam posisi menanti sampai pihak imigrasi melimpahkan kasus itu ke ranah hukum. Selagi belum dilimpahkan ke ranah hukum maka semua pihak harus sabar menanti dan sebaiknya tidak perlu berspekulasi, apalagi dikaitkan dengan teori konspirasi dimana pemrintah indonesia terlibat mempersulit HRS. Enggalah..

No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...