Sunday, March 15, 2015

Indonesia tidak akan jatuh!

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, pelemahan nilai tukar rupiah hingga level Rp 15.000 per dollar AS akan menghantam permodalan lima bank nasional.  _Penyataan tersebut didasarkan pada hasil stress test yang dilakukan OJK terhadap perbankan di Indonesia, Karena itu  OJK sudah memanggil manajemen bank yang kinerjanya berpotensi terganggu oleh pelemahan rupiah. Namun secara keseluruhan keadaan Perbankan nasional masih sehat. Membaca berita ini saya hanya tersenyum. Mengapa? Karena sudah bisa ditebak bahwa kondisi perbankan nasional kita sangat renta dengan gejolak mata uang akibat dari factor eksternal.Perbankan kita masih tertinggal dari Negara ASEAN apalagi dengan Negara maju. Berturut 3 bank besar ASEAN adalah milik Singapura yaitu DBS bermodal US$ 26,5 miliar, UOB US$ 19,2 miliar, dan OCBC dengan modal US$ 18 miliar. Pada sisi kapitalisasi pasar, bank terbesar di ASEAN adalah DBS asal Singapura dengan nilai US$ 33,1 miliar dan diikuti oleh OCBC dengan nilai US$ 27,7 miliar. Termasuk dari sisi aset, 3 bank Singapura ini pula juga menempati 3 besar di ASEAN, yaitu DBS dengan aset US$ 318,4 miliar, OCBC dengan aset US$ 268,1 miliar, dan UOB dengan aset US$ 225,2 miliar. Perbankan Indonesia, hanya 3 bank yang masuk listing 15 Bank di ASEAN yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Central Asia (BCA). Dari sisi permodalan, Bank Mandiri peringkat (8) modal US$ 7,3 miliar, diikuti BRI (10) modal US$ 6,5 miliar, dan BCA (13) modal US$ 5,3 miliar, bahkan gabungan ketiga bank ini masih dibawah modal DBS. Berkaitan dengan kapitalisasi pasar, BCA peringkat (6) senilai US$ 19,4 miliar, diikuti Bank Mandiri (8) senilai US$ 15,1 miliar, kemudian BRI (10) dengan nilai US$ 14,7 miliar. Jadi memang perbankan Indonesia belum terlalu kuat sebagai penyangga perekeonomian Nasional dengan APBN Rp.2000 triliun dan GNP mendekati USD 500 miliar.

Menurut data riset bahwa dari total kredit sektor perbankan sebesar Rp 3.045,51 triliun ( data juli 2013) ,30%nya atau Rp. 1000 Triliun disalurkan kepada perusahaan publik ( emiten) yang jumlahnya 479. Ingat, hanya 479 perusahaan menguasai 30% atau Rp.1000 Triliun sumber dana permodalan nasional lewat system perbankan. Bagaimana kualitas pemberian kredit kesektor tradable (sektor yang dapat menghasilkan devisa (baik dari jasa maupun barang) dan dapat meningkatkan standar hidup (living standard) masyarakatyang bedampak langsung kepada penyerapan angkatan kerja) ? Hanya sekitar 25%. Artinya sebagian besar kredit perbankan disalurkan kesektor nontradable atau yang tidak berdampak kepada penyerapan angkatan kerja secara tetap ( hanya musiman) seperti property dan konsumsi produk impor. Makanya selama 10 tahun belakangan kita menciptakan ekonomi balon. Membesar tapi engga ada isi. Kemakmuran semu. Bagaimana peran Perbankan nasional terhadap masayarakat bawah? Walau BI membuat ketentuan minimum 20% dana perbankan harus disalurkan untuk kredit usaha kecil tapi belum sepenuhnya tercapai dan sebagian besar kredit konsumsi bukan produksi. Padahal Jumlah UMKN saat ini mencapai 56,5 juta unit, dan 98,9 persen adalah usaha mikro, sedangkan jumlah koperasi di Indonesia mencapai 200.808 unit.

Perhatikanlah data tersebut diatas . Apakah perbankan kita benar benar melaksanakan fungsinya sebagai agent of development? Pastinya tidak. Perbankan kita bukan sebagai problem solving terhadap melemahnya sector riel tapi justru sebagai trouble maker untuk sector riel. Mengapa ? Karena lebih dari 50% saham perbankan kita dikuasai oleh Asing. Artinya lebih Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Bagaimana kita bisa berharap mereka membela kepentingan nasional dan peduli kepada program wong cilik?  Melemahnya rupiah terhadap dollar akan berdampak terhadap bank yang portfollio kreditnya sebagian besar kepada debitur sector nontrabable. Sama dengan jatuhnya perbankan di Amerika yang terjebak dengan kredit nontrabable. Kadang bila system keuangan nasional tidak bekerja untuk keadilan social maka diperlukan cara smart untuk memperbaikinya. Dan cara ini sangat keras dan pahit dirasa bagi orang yang sudah menikmati kenyaman dari cara cara yang tidak adil. Bagaimanapun Bank BUMN tetap kuat karena ada Rp. 300 Triliun dana fiscal parkir di bank BUMN untuk disalurkan.Ini likuiditas yang murah dan mampu membuat mereka bertahan ditengah badai. Dan asing atau afiliasi asing disektor perbankan, siap siap tambah modal untuk selamat dari Hit kurs melemah atau mereka keluar ..ada banyak pengusaha swasta nasional yang mau ambil alih bank mereka

Keadaan sekarang dengan melemahnya rupiah adalah moment yang tepat untuk terjadinya konsolidasi perbankan nasional dan reorientasi visi dari komersial semata menjadi  agent of development , mitra tangguh pemerintah untuk mencitptakan keadilan social. Berubahlah dengan cara yang benar. Indonesia terlalu kuat  untuk bisa jatuh ( too big to fail ) hanya karena melemahnya rupiah akibat factor eksternal .Mengapa ? Ada tujuh sendi kekuatan atau points of strength yang membuat perekonomian Indonesia terlalu kuat. Pertama, jumlah penduduk yang besar yakni sekitar 240 juta jiwa. Kuantitas sebanyak itu merupakan pasar yang menarik bagi para pelaku usaha. Kedua, sumber daya alam yang berlimpah di sektor pertanian dan pertambangan. Ketiga, Indonesia memiliki bonus demografi hingga 20-30 tahun ke depan, di mana sekitar 50 persen dari jumlah penduduk adalah kelompok usia produktif, yang akan merupakan engine of economy growth. Kekuatan keempat yang dipunyai Indonesia adalah cadangan devisa yang besar. Dengan kekuatan ini,Indonesia bisa merespons setiap perubahan lingkungan baik eksternal dan internal secara cepat. Dalam hal ini, pemerintah dan Bank Indonesia mempunyai crisis management protocol sebagai tindakan pencegahan krisis. Kelima, Indonesia memiliki Bank BUMN yang sehat dengan daya tahan yang kuat. Dengan kondisi yang demikian baik, perbankanpun dipandang mampu menghadapi gejolak yang ada. Keenam, Indonesia memiliki kestabilan politik karena didukung oleh sistem politik yang demokratis. Ketujuh, kekuatan ekonomi Indonesia terletak pada capaian peringkat layak investasi dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional. Apa yang dikawatirkan? saatnya kerja keras. It is time to change or never.

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...