Saturday, October 18, 2014

Ahok, FPI dan FUI

FPI ( Front Pembela Islam )  bersama FUI ( Forum Umat Islam ) bertekad melengserkan Ahok melalui cara extra parlementer. Demikain kata saya kepada teman yang saya kenal baik reputasi dan wawasan politiknya. Dia tidak mengerti bagaimana FPI dan FUI  begitu yakin untuk melengserkan Ahok. Apakah ini merupakakan awal dari agenda besar untuk merubah Republik yang bersendikan Pancasila menjadi khilafah bersendikan Syariah Islam? Tanya saya. Apakah gerakan itu akan mendapat dukungan dari cendikiawan ? Apakah akan mendapatkan dukungan kelompok Menengah dan Atas?. Apakah mendapat dukungan dari Elite partai? Mengapa ini saya tanyakan ? katanya, karena kekuatan extra parlementer dimanapun berada akan menjadi people power apabila didukung oleh kelompok yang saya tanyakan tersebut. Kerumunan rakyat banyak yang berdemo tidak pernah masuk perhitungan kalkulasi politik. Karena moncong senjata Polisi dan TNI selalu diarahkan kepada rakyat bukan kepada elite politik. Para pegiat agama diwilayah politik hanyalah omong kosong. Mereka sedang mencoba bargain position tapi sebetulnya itu tak lebih mastur politik. Membosankan dan memalukan.Kata teman itu.Yakinlah kepentingan elite politik berserta kelompok menengah bukanlah idiologi tapi kepentingan ekonomi. Semua elite politik dan birokrat berada dalam kalkulasi bisnis.Harap maklum bahwa kini 90 % APBN bersumber dari Pajak dan ingat ! bahwa 90% pembayar pajak adalah corporate dan kelompok menengah dan atas. Kepentingan business dan kelompok menengah haruslah segala galanya, dan semua itu bermuara kepada UANG.

Mengapa ? Kita mengenal uang sebagai ujud lembaran kertas atau koin. Uang itu kita kenal dan akrab dengan keseharian kita untuk melakukan aktifitas pertukaran barang dan jasa. Dengan uang maka semua ada nilai untuk dibeli, dijual dan di nominalkan. Lantas bagaimanakah uang itu diciptakan dan darimana asalnya ? Dahulu kala uang itu dibuat dari emas dan perak. Berapa nilai uang itu , ya tergantung dari beratnya koin emas atau tembaga. Artinya uang berhubungan langsung dengan nilai materi yang melekat padanya.Tapi dia era modern , ketika populasi manusia semakin bertambah, kebutuhan semakin luas, perpindahan penduduk, barang dan jasa semakin cepat. Maka uang tak bisa lagi sepenuhnya ditentukan dengan materi yang ada. Uang sudah bergeser menjadi ”sebuah nilai ” yang tak bisa lepas dari "Internationalisasi." Uang dan politik adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Suka tidak suka inilah kenyataanya. Dari segi monetary system kita menyatu dengan system keuangan global. APBN harus dibuat berdasarkan Standard Government Finance Statistic (SGFS) yang sehingga kekuatan fiskal negara dapat setiap saat dimonitor sebagai dasar forecasting value Rupiah. Disamping itu juga Sistem Akuntasi Moneter Bank Indonesia harus mengacu kepada International Reserves and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). Sehingga setiap detik posisi devisa BI dapat dimonitor secara international. Semua menjadi transference dan terhubung keseluruh dunia secara border less 

Walau semua serba transference namun pasar berbuat sesukanya berdasar data real tesebut. Disinilah nilai uang diukur dan ditentukan oleh segelintir pemain. Cadang devisa negara dalam berbagai mata uang tak lagi terkait langsung dengan jumlah rupiah yang beredar. Cadangan devisa hanya dipakai untuk transaksi atau belanja yang mengharuskan tunai atau cash advance bermata uang asing. Sementara hampir 90% transaksi lintas negara ( cross border ) yang dilakukan dunia usaha tidak berupa cash advance tapi commitment. Commitment ini dalam bentuk instrument yang dilegimite oleh kesepakatan multilateral baik dalam kuridor WTO maupun BIS dan lainnya. Hitunglah berapa perputaran uang dibalik commitment itu?. Anda akan terkejut. Jumlahnya diatas cadangan devisa negara kita. Bahkan melebihi SUN yang kita terbitkan. Atau melebihi dari jumlah pajak yang terkumpul. Proses uang itu sangat sophisticated, misal Corporate melakukan pinjaman luar negeri. bermata uang asing. Apabila mereka mendapatkan penghasilan dalam mata uang rupiah, lantas bagaimana menjamin keseimbangan kurs antar mata uang agar transaksi ini tidak merugikan. Pertanyaan berikut, apabila pinjaman itu gagal siapakah yang akan menjamin uang itu kembali. Juga beragam kegiatan investasi yang berhadapan dengan resiko perbedaan kurs itu. Pertanyaan ini akan panjang sekali bila kita melihat melalui kacamata uang secara normal.Proses itu bergerak sangat cepat , bukan lagi jam atau hari ukurannya tapi detik.

Tapi dalam system moneter ini sudah diantisipasi. Yaitu melalui berbagai instrument derivative yang mendukung proses perputaran uang. Instrument ini tidak melihat devisa negara sebagai kekuatan mata uang. Tidak melihat fundamental ekonomi sebagai dasar uang. Tapi melihat dari sisi ”kepercayaan ” ( trust ). Trust ini adalah energy ( power) dari uang itu sendiri untuk terus berputar mengorbit melintasi dunia sebagai alat tukar. Sementara system moneter adalah software untuk memungkinkan uang terkendali sesuai program yang diinginkan. Didalam software itu terdapat fiture seperti CDS dan berbagai produk derivative keuangan lainnya. Besar /kecilnya atau kuat / lemahnya trust ( energi) dapat dilihat dari tingkat premium credit Default Swap (CDS) yang dibayar.  CDS itu biasanya meliat tingkat rating ( trust ) obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Semakin murah CDS semakin tinggi tingkat ”trust” dan tentu semakin tinggi energy yang berputar. Arus investasi akan masuk deras. Nah, Apa jadinya bila CDS tingkat premiumnya semakin tinggi ? tentu ongkos transaksi semakin mahal dan resiko semakin terbuka lebar. Uang akan mengalir keluar ketempat yang energynya besar. Pada saat inilah commitment uang menjadi hancur. Bila hancur maka mata uang yang kita pegang lepas dari orbit. Uang akan terjun bebas tak terkendali hingga harga harga barang sehari hari akan melambung tinggi tentu akan membuat rakyat miskin semakin miskin.Yang kaya jatuh miskin.

Jadi kesimpulannya adalah uang bukan hanya lambang legitimate dan kekuasaan negara tapi juga uang sebagai lambang kepercayaan. Bila kita percaya tapi dunia tidak percaya maka kita hancur. Bila dunia percaya tapi rakyat tidak percaya, masih engga ada masalah. Apabila Ahok dapat dijatuhkan oleh kekuatan extra parlementer maka reputasi negara hancur dimata international. Trust hancur. Tentu Rupiah hancur. Karena jakarta adalah barometer Indonesia. Kecuali gerakan itu memang kehendak dari dunia international dan didukung oleh kelompok menengah dan Atas, seperti jatuhnya Soeharto dan Mursi di Mesir. Tapi ini hanya didukung oleh segelintir tokoh islam  dibawah Ormas Islam yang tak pernah berhasil menjadikan partai Islam unggul dalam Pemilu. Artinya mereka memang tidak dukung oleh mayoritas rakyat. Dunia tahu itu. Melunaknya sikap elite Politik dari KMP terhadap Jokowi-JK karena mereka sadar bahwa bila kondisi politik tidak stabil maka kepercayaan jatuh dan rupiah akan hancur. Yang pertama jadi korban adalah elite dari KMP karena sebagian besar mereka adalah pengusaha yang sarat dengan hutang. Jatuhnya rupiah akan membuat hutang mereka semakin menggunung dan bisnis bankrut. Semua akan sepakat siapapun yang membuat instabilitas politik akan digilas ,termasuk FPI/FUI.

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...