Wednesday, October 29, 2014

Reformasi Pendidikan...?

Tahun 1979 , usai  kunjungan Deng Xioping  ke Amerika, ada dua gebrakan yang dilakukannya yaitu reformasi ekonomi dan reformasi pendidikan.  Menurut Deng, kehebatan Amerika bukan terletak kepada sumber daya alamnya.Tapi terletak pada sumber daya manusia. Deng sangat terinspirasi dengan kehebatan generasi Amerika yang berhasil membawa Amerika sebagai pemenang perang dunia kedua dan memimpin perubahan dunia yang lebih baik. Generasi itu lahir dari sistem pendidikan yang hebat, katanya dihadapan 1000 orang cerdik pandai yang hadir di Aula Rakyat. Apa kehebatan generasi Amerika itu?  Amerika mampu melahirkan Generasi para pionir disegala bidang. Orang  berjiwa pionir ( pemula)  karena dia punya semangat inovasi ( pembaharu). Orang mampu melakukan inovasi karena dia berpikir kreatif. Pikirannya tidak mati. Dia berpikir merdeka. Dia bukan gemar menjadi follower. Orang bisa berpikir kreatif karena dia dididik untuk mandiri. Ia adalah produk dari generasi yang dilatih dan di didik untuk mampu berlajar sepanjang masa menemukan potensi dirinya dan menjadi captain atas dirinya sendiri. Demikian Deng mencanangkan reformasi pendidikan di China.  Sebetulnya yang dilakukan oleh Deng adalah copy paste dengan yang ada di Amerika namun dia sesuaikan dengan budaya China.  Kalau tadinya sistem pendidikan China siswa-siswa belajar keras untuk menghadapi berbagai ujian selama persekolahan serta satu ujian besar untuk memasuki perguruan tinggi yang dikenal dengan nama Gaokao. Reformasi pendidikan, Deng menghapus sistem pendidikan  yang sangat keras dan ketat itu.Reformasi  sistem pendidikan China bertujuan mendorong terjadinya semangat partisipasif dan creativitas pelajar.

Namun tahun delapan puluhan Amerika melakukan reformasi Pendidikan dengan sistem standarisasi sebagai akibat dari kebijakan kapitalisme pendidikan. Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) ada dibalik reformasi pendidikan di Amerika. Sistem Pendidikan harus beorientasi kepada penyediaan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keahlian. Karenanya kurikulum disusun lebih menekankan pada pengetahuan dan keahlian atau transfer knowlwedge sesuai dengan buku yang juga sudah distandarisasi. Sekolah ada ratingnya untuk menerima orang yang sesuai dengan ratingnya. Apa hasilnya?  demi rating, semua orang menghalalkan segala cara untuk mencapai terbaik. Termasuk mencontek agar lulus dengan cara culas untuk qualifed masuk bursa kerja dan poles image agar qualified masuk bursa Kampus bergengsi. Soal kualitas hanya sebatas procedural belaka. Substansi pendidikan untuk perbaikan etika dan moral terdulasi sedemikian rupa akibat sistem kompetisi yang dibangun. Maka generasi yang dibangun adalah generasi yang miskin empati. Individualis terbentuk seiring lahirnya budaya hedonisme. Semua sibuk dalam kegegemaran memoles diri menjadi masyarakat cepat saji. Seperti Mi Instant , rasa soto tapi bukan soto. Rasa ayam tapi bukan ayam. Sarjana tapi bukan sarjana. Anggota dewan tapi bukan anggota dewan. Presiden tapi bukan presiden. Guru tapi bukan guru. Tentara tapi bukan tentara. Pengusaha tapi bukan pengusaha. Substansi terhalau, yang ada hanyalah topeng.

Tahun 1998 China dilanda krisis sebagai dampak luas dari krisis mata uang Asia. China dengan cepat bisa keluar dari krisis karena ketika itu generasi yang tampil digaris depan dalam pembangunan China adalah generasi yang lahir dari sistem reformasi pendidikan ala Deng. Mereka kuat dan cepat menyesuaikan diri dari hantaman badai krisis dengan tingkat kreatifitas tinggi melahirkan solusi untuk menjadi lebih baik. Benarlah setelah krisis itu China semakin kokoh dalam pertumbuhan ekonominya dan membuat Amerika semakin terhuyung dalam perang mata uang. RMB semakin perkasa dan Dollar semakin loyo. Tahun 2010 Newsweek menampilkan artikel berjudul The Creativity Crisis yang di dalamnya juga menceritakan perjalanan Prof. Jonathan Plucker, pakar psikologi pendidikan dari Indiana University, ke Cina. Saat berbincang dengan para pendidik di Cina, Plucker menceritakan bahwa pendidikan di Amerika sedang mengarah kepada lebih banyak tes, kurikulum yang terpusat serta hapalan-hapalan. Para pendidik di Cina itu tertawa dan mengatakan, “Kami sedang menuju ke arah sistem pendidikan Anda sebelumnya (yang lebih fleksibel), kok Anda malah berlari menuju sistem pendidikan kami sebelum ini [yang lebih kaku)”. China unggul ketika China meniru sistem pendidikan Amerika sebelum tahun 1980 dan Amerika terpuruk ketika meniru sistem pendidikan sentralistik dan kaku seperti dulu China terapkan ala Mao.

Keberhasilan reformasi ekonomi China karena didukung oleh reformasi sistem pendidikan.  Kini middle class yang merupakan asset bangsa china yang juga berperan besar sebagai mesin pertumbuhan ekonomi adalah mereka yang dididik melalui sistem pendidikan reformasi ala Deng. Kejatuhan ekonomi Amerika karena terjadinya perubahan sistem pendidikan yang flexible menjadi  serba kaku dan standard  serta diskriminasi berdasarkan rating. Lembaga pendidikan menjadi lembaga bisnis  yang  hanya mencetak orang jadi jongos kapitalis.  Para  alumni dari sistem pendidikan yang kaku itu telah mengakibatkan industry dan lembaga keuangan Amerika bangkrut. Inovasi terhambat dan kreatifitas terhenti , para sarjana bukannya menjadi asset bangsa malah menjadi beban negara. Apa yang diterapakan oleh Amerika juga dipaksakan untuk diterapkan di negara berkembang, termasuk Indonesia sebagaimana recomendasi dari OECD. Akibatnya jangan terkejut bila semakin lama kita kehilangan banyak nilai lama dari kaum terpelajar. Sistem pendidikan lepas dari orbit agama dan budaya. Menteri pendidikan dan kebudayaan diganti menjadi menteri Pendidikan saja. Kebudayaan menjadi komoditas untuk dijual sebagai object wisata. Para anak anak kita bukannya menjadi asset tapi menjadi beban negara, yang selalu mengeluh,nyinyir dan berlomba lomba jadi pekerja walau itu pantas disebut jongos karna gaji tidak cukup layak hidup sebulan.

Semoga Jokowi dapat mengembalikan sistem pendidikan yang berorientasi kepada Akhlak dan etos kemandirian untuk lahirnya kaum pembaharu yang kreatif, kerja keras dan tidak pisimis. Hanya generasi yang seperti itu akan membuat apapun reformasi sosial , ekonomi dapat berhasil.

Friday, October 24, 2014

Presidentil?

Memang tidak mudah menjalankan kekuasaan ditengah berbagai kekuatan dengan kepentingan berbeda beda. Ada tiga group yang punya kepentingan terhadap posisi Jokowi. Golongan pertama adalah mereka yang punya kepentingan business. Golongan ini dikenal dengan istilah “main dua kaki” Kanan kiri OK. Siapapun yang menang mereka mendapatkan keuntungan karena keduanya mendapat donasi dari mereka.  Golongan ini lebih dominan mendekati elite Partai daripada Jokowi, alasanya agar kerahasiaan bantuan mereka tetap terjaga. Jadi apa sebetulnya deal antara pengusaha dengan elite Partai , pasti Jokowi tidak akan tahu.  Jokowi baru merasakan kehadiran pengusaha itu ketika Partai bereaksi bila kebijakannya mengganggu kepentingan Pengusaha, termasuk bila menteri pilihannya tidak sesuai dengan kehendak pengusaha. Golongan kedua adalah pihak negara asing yang punya kepentingan terhadap geostrategisnya. Pihak negara asing bisa mendekati Partai secara langsung namun juga bisa mendekati Jokowi secara tidak langsung yaitu melalui NGO yang berafiliasi dengan  asing. Bantuan mengalir tidak hanya dalam bentuk uang tapi juga informasi dan konspirasi media massa. Golongan ini akan bereaksi bila kepentingannya geostrategisnya terganggu. Group ketiga yaitu Ormas keagamaan. Keberadaan ormas sebetulnya tidak sepenuhnya berada disemua pihak namun bisa saja ada dimana mana. Ormas agama biasanya berafiliasi dengan salah satu partai pendukung. Mereka akan bereaksi negative bila kementerian Agama diberikan kepada pihak lain atau ada kebijakan yang merugikan umat islam.

Ya, benar bahwa dalam sistem demokrasi liberal seperti Indonesia ini, tidak ada kekuasaan didapat tanpa "biaya". Semua proses menjadi RI-1 itu memakan ongkos sangat mahal. Semua pihak yang terlibat baik melalui hartanya, pengaruhnya, ketokohannya, tenaganya, berhak mendapatkan reward dari terpilihnya seseorang mendapatkan kekuasaan. No such free lunch. Jadi bila penetapan calon anggota kabinet terkesan lambat maka itu bukanlah karena cermin sikap Jokowi pribadi. Itu adalah cermin tentang Jokowi yang tidak bebas menentukan sikap layaknya presiden dalam sistem presidentil. Group yang ada dibalik terpilihnya ia sebagai Presiden sedang menuntut bagian sharing nya. Mereka ingin ikut berperan menentukan siapa yang pantas menjadi Menteri. Karena maklum saja bahwa Partai itu diisi oleh orang orang yang sudah terikat dengan commitment kepada pihak lain. Tentu commitment ini harus dijaga dan di delivery. Kalau tidak maka Partai akan ditinggalkan "pendukungnya" dan ini tidak elok untuk hubungan jangka panjang. Jokowi sadar itu tapi Jokowi bukanlah produk Partai yang murni. Ia seorang anak bangsa yang berlatar belakang wiraswasta yang melamar ke Partai untuk menjadi pemimpin. Tidak ada jaminan dia akan sukses di Partai namun dia harus siap berkorban. Dia telah berkorban dan dia mendapatkan miliknya. Partai berhak namun Jokowi lebih berhak. Mengapa? hak partai pernah digunakan namun dua kali gagal menempatkan Ketua Umum sebagai presiden. Ini fakta. 

Setelah menjadi Presiden,Jokowi adalah milik semua pihak. Jokowi hanya ingin memberikan reward kepada para pendukungnya dalam bentuk natura. Bahwa misi keberadaan partai berjuang untuk kepentingan orang banyak dapat direalisasikan dengan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyat. Dan itu harus dengan kerja keras dan amanah. Jokowi hanya ingin memastikan siapapun termasuk pengusaha yang mendukungnya mendapatkan keadilan distribusi kesempatan dan modal untuk lahirnya masyarakat mandiri. Jokowi ingin pastikan kepentingan geostrategis asing tidak mengorbankan Indonesia, dan karena itu perlu adanya kemitraan yang adil. Agar semua komponen masyarakat merasakan kehadiran negara untuk dibelanya kebenaran, dilaksanakannya kebaikan dan tegaknya keadilan. Hanya seperti itu balas budi yang harus ditunaikannya. Kalau karena sikapnya itu ada pihak yang merasa dirugikan maka itu adalah resiko yang harus dihadapinya. Ingat bahwa tidak ada keputusan yang bisa menyenangkan semua pihak namun Jokowi harus berada disemua pihak. Jangan salahkan Jokowi bila dia harus berdamai dengan Prabowo dan menaruh hormat kepada SBY. Jangan salahkan Jokowi bila dia "berbicara" face to face dengan ARB.Jangan salahkan Jokowi jika secara diam diam dia akrab dengan elite PKS. Dia paham bahwa sistem demokrasi menyediakan ruang palka untuk dialogh dan kompromi karena tidak ada satupun yang ingin chaos. Tidak ada satupun yang ingin kapal NKRI ini karam. Semua ingin berlayar dengan cuaca teduh dan langit cerah.

Karenanya jangan salahkan Jokowi bila dengan santun menggunakan tangan KPK menolak susunan kabinet yang diinginkan Partai dan koalisi. Jokowi hanya inginkan kepastian bahwa siapapun yang menjadi menteri maka tidak ada lagi kaitannya dengan partai. Menteri harus dan hanya patuh kepada Presiden, dan Presiden patuh kepada kehendak rakyat dan konstitusi. Ini harus clear! Jadi dengan situasi tersebut maka kita sebagai rakyat harus cerdas. Apapun reaksi sumbang dari elite partai , media massa ( bisa saja karena pesanan dari asing) maupun ormas atas kebijakan atau sikap Jokowi maka itu semua karena kepentingan mereka tergangu. Itu aja. Itu sebabnya Jokowi membutuhkan Kabinet yang diisi oleh orang yang bersih. Logikanya sederhana bahwa bila orang yang berada pada posisi puncak namun rekam jejaknya bersih maka dia memang terlatih untuk menjadi petarung,setidaknya mampu mengalahkan dirinya sendiri. Tentu tidak sulit baginya bertarung melewati tantangan yang berat melalui cara yang smart tanpa membuat pihak lain merasa dirugikan namun kepentingan nasional tidak dikorbankan. Mengapa? Walau sistem negara kita menganut presidentil dimana  penguasa tunggal pemerintah dan negara adalah President namun dengan diamandemen nya UUD 45 kekuasaan itu terdisitribusi secara sistematis sesuai dengan trias politika. Berdasarkan UUMD3 Partai adalah penguasa di DPR. Melawan Elite Partai sama saja melawan DPR. Team yang "bersih" akan mampu menjaga keseimbangan semua pihak. 

Saturday, October 18, 2014

Ahok, FPI dan FUI

FPI ( Front Pembela Islam )  bersama FUI ( Forum Umat Islam ) bertekad melengserkan Ahok melalui cara extra parlementer. Demikain kata saya kepada teman yang saya kenal baik reputasi dan wawasan politiknya. Dia tidak mengerti bagaimana FPI dan FUI  begitu yakin untuk melengserkan Ahok. Apakah ini merupakakan awal dari agenda besar untuk merubah Republik yang bersendikan Pancasila menjadi khilafah bersendikan Syariah Islam? Tanya saya. Apakah gerakan itu akan mendapat dukungan dari cendikiawan ? Apakah akan mendapatkan dukungan kelompok Menengah dan Atas?. Apakah mendapat dukungan dari Elite partai? Mengapa ini saya tanyakan ? katanya, karena kekuatan extra parlementer dimanapun berada akan menjadi people power apabila didukung oleh kelompok yang saya tanyakan tersebut. Kerumunan rakyat banyak yang berdemo tidak pernah masuk perhitungan kalkulasi politik. Karena moncong senjata Polisi dan TNI selalu diarahkan kepada rakyat bukan kepada elite politik. Para pegiat agama diwilayah politik hanyalah omong kosong. Mereka sedang mencoba bargain position tapi sebetulnya itu tak lebih mastur politik. Membosankan dan memalukan.Kata teman itu.Yakinlah kepentingan elite politik berserta kelompok menengah bukanlah idiologi tapi kepentingan ekonomi. Semua elite politik dan birokrat berada dalam kalkulasi bisnis.Harap maklum bahwa kini 90 % APBN bersumber dari Pajak dan ingat ! bahwa 90% pembayar pajak adalah corporate dan kelompok menengah dan atas. Kepentingan business dan kelompok menengah haruslah segala galanya, dan semua itu bermuara kepada UANG.

Mengapa ? Kita mengenal uang sebagai ujud lembaran kertas atau koin. Uang itu kita kenal dan akrab dengan keseharian kita untuk melakukan aktifitas pertukaran barang dan jasa. Dengan uang maka semua ada nilai untuk dibeli, dijual dan di nominalkan. Lantas bagaimanakah uang itu diciptakan dan darimana asalnya ? Dahulu kala uang itu dibuat dari emas dan perak. Berapa nilai uang itu , ya tergantung dari beratnya koin emas atau tembaga. Artinya uang berhubungan langsung dengan nilai materi yang melekat padanya.Tapi dia era modern , ketika populasi manusia semakin bertambah, kebutuhan semakin luas, perpindahan penduduk, barang dan jasa semakin cepat. Maka uang tak bisa lagi sepenuhnya ditentukan dengan materi yang ada. Uang sudah bergeser menjadi ”sebuah nilai ” yang tak bisa lepas dari "Internationalisasi." Uang dan politik adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Suka tidak suka inilah kenyataanya. Dari segi monetary system kita menyatu dengan system keuangan global. APBN harus dibuat berdasarkan Standard Government Finance Statistic (SGFS) yang sehingga kekuatan fiskal negara dapat setiap saat dimonitor sebagai dasar forecasting value Rupiah. Disamping itu juga Sistem Akuntasi Moneter Bank Indonesia harus mengacu kepada International Reserves and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). Sehingga setiap detik posisi devisa BI dapat dimonitor secara international. Semua menjadi transference dan terhubung keseluruh dunia secara border less 

Walau semua serba transference namun pasar berbuat sesukanya berdasar data real tesebut. Disinilah nilai uang diukur dan ditentukan oleh segelintir pemain. Cadang devisa negara dalam berbagai mata uang tak lagi terkait langsung dengan jumlah rupiah yang beredar. Cadangan devisa hanya dipakai untuk transaksi atau belanja yang mengharuskan tunai atau cash advance bermata uang asing. Sementara hampir 90% transaksi lintas negara ( cross border ) yang dilakukan dunia usaha tidak berupa cash advance tapi commitment. Commitment ini dalam bentuk instrument yang dilegimite oleh kesepakatan multilateral baik dalam kuridor WTO maupun BIS dan lainnya. Hitunglah berapa perputaran uang dibalik commitment itu?. Anda akan terkejut. Jumlahnya diatas cadangan devisa negara kita. Bahkan melebihi SUN yang kita terbitkan. Atau melebihi dari jumlah pajak yang terkumpul. Proses uang itu sangat sophisticated, misal Corporate melakukan pinjaman luar negeri. bermata uang asing. Apabila mereka mendapatkan penghasilan dalam mata uang rupiah, lantas bagaimana menjamin keseimbangan kurs antar mata uang agar transaksi ini tidak merugikan. Pertanyaan berikut, apabila pinjaman itu gagal siapakah yang akan menjamin uang itu kembali. Juga beragam kegiatan investasi yang berhadapan dengan resiko perbedaan kurs itu. Pertanyaan ini akan panjang sekali bila kita melihat melalui kacamata uang secara normal.Proses itu bergerak sangat cepat , bukan lagi jam atau hari ukurannya tapi detik.

Tapi dalam system moneter ini sudah diantisipasi. Yaitu melalui berbagai instrument derivative yang mendukung proses perputaran uang. Instrument ini tidak melihat devisa negara sebagai kekuatan mata uang. Tidak melihat fundamental ekonomi sebagai dasar uang. Tapi melihat dari sisi ”kepercayaan ” ( trust ). Trust ini adalah energy ( power) dari uang itu sendiri untuk terus berputar mengorbit melintasi dunia sebagai alat tukar. Sementara system moneter adalah software untuk memungkinkan uang terkendali sesuai program yang diinginkan. Didalam software itu terdapat fiture seperti CDS dan berbagai produk derivative keuangan lainnya. Besar /kecilnya atau kuat / lemahnya trust ( energi) dapat dilihat dari tingkat premium credit Default Swap (CDS) yang dibayar.  CDS itu biasanya meliat tingkat rating ( trust ) obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Semakin murah CDS semakin tinggi tingkat ”trust” dan tentu semakin tinggi energy yang berputar. Arus investasi akan masuk deras. Nah, Apa jadinya bila CDS tingkat premiumnya semakin tinggi ? tentu ongkos transaksi semakin mahal dan resiko semakin terbuka lebar. Uang akan mengalir keluar ketempat yang energynya besar. Pada saat inilah commitment uang menjadi hancur. Bila hancur maka mata uang yang kita pegang lepas dari orbit. Uang akan terjun bebas tak terkendali hingga harga harga barang sehari hari akan melambung tinggi tentu akan membuat rakyat miskin semakin miskin.Yang kaya jatuh miskin.

Jadi kesimpulannya adalah uang bukan hanya lambang legitimate dan kekuasaan negara tapi juga uang sebagai lambang kepercayaan. Bila kita percaya tapi dunia tidak percaya maka kita hancur. Bila dunia percaya tapi rakyat tidak percaya, masih engga ada masalah. Apabila Ahok dapat dijatuhkan oleh kekuatan extra parlementer maka reputasi negara hancur dimata international. Trust hancur. Tentu Rupiah hancur. Karena jakarta adalah barometer Indonesia. Kecuali gerakan itu memang kehendak dari dunia international dan didukung oleh kelompok menengah dan Atas, seperti jatuhnya Soeharto dan Mursi di Mesir. Tapi ini hanya didukung oleh segelintir tokoh islam  dibawah Ormas Islam yang tak pernah berhasil menjadikan partai Islam unggul dalam Pemilu. Artinya mereka memang tidak dukung oleh mayoritas rakyat. Dunia tahu itu. Melunaknya sikap elite Politik dari KMP terhadap Jokowi-JK karena mereka sadar bahwa bila kondisi politik tidak stabil maka kepercayaan jatuh dan rupiah akan hancur. Yang pertama jadi korban adalah elite dari KMP karena sebagian besar mereka adalah pengusaha yang sarat dengan hutang. Jatuhnya rupiah akan membuat hutang mereka semakin menggunung dan bisnis bankrut. Semua akan sepakat siapapun yang membuat instabilitas politik akan digilas ,termasuk FPI/FUI.

Thursday, October 9, 2014

Jokowi harus jatuh...?

Setelah tiga hari tertunda untuk bertemu, akhirnya saya dapat juga bertemu dengan teman yang kebetulan dia berminat sebagai investor pembangunan proyek smelter nikel di Indonesia. Ada yang menarik dari pertemuan ini bahwa menurutnya saat sekarang Indonesia diambang krisis ekonomi. Mungkin bukan lagi diambang tapi sudah didalam putaran krisis ekonomi. Daya rusakannya akan lebih dahsyat dari tahun 1998. Seharusnya ini disadari oleh para elite politik agar menciptakan iklim politik yang sejuk. Cara cara politik kotor dengan menggunakan kekuatan mayoritas merubah UU dan tata tertip parlemen hanya untuk menguasai parlemen adalah sikap yang mengerikan bagi pengusaha. Mengapa? bagaimana begitu mudahnya para elite politik merubah UU dan aturan hanya untuk tujuan jangka pendek, hanya agar mereka bisa menjadi pemenang dan mengontrol parlemen. Kalau UU dan aturan mengenai politik saja bisa dengan mudah dirubah apalagi aturan soal ekonomi dan sosial. Bagaimana bisa dipercaya bahwa kedepan aturan yang dihasilkan oleh DPR adalah benar benar untuk kepentingan dunia usaha dan kemakmuran rakyat ? Demikian logikanya. Sementara kekuasaan Partai sangat besar menentukan arah sikap politik anggota dewan. Semua tahu pimpinan partai dari Koalisi Merah Putih yang menjadi oposisi pemerintah adalah gerombolan pengusaha yang sedang terlilit masalah financial yang nilainya triliunan. Tentu apapun bisa saja dilakukan untuk menjadi cara menyelesaikan masalah financial tersebut, dan ini bisa saja berdampak merugikan kepentingan dunia usaha dan keadilan sosial.

Saya tidak mau membahas lebih jauh soal politik. Saya berpikir positip saja bahwa bagaimanapun keadaan politik sekarang adalah cermin dari demokrasi sesungguhnya. Bahwa demokrasi punya cara magic bagaimana memastikan pemimpin terpilih dengan baik dapat diawasi dengan baik pula. Super majority yang dimiliki oleh KMP di Parlemen adalah berkah bagi rakyat karena dengan begitu koalisi yang mendukung Jokowi-JK sebagai presiden juga tidak bisa seenaknya menikmati kekuasaan dan bagi Jokowi-JK ini sebagai peringatan bahwa mereka harus hati hati bekerja serta harus amanah. Saya berdoa agar baik Presiden maupun DPR bekerja hanya untuk kepentingan rakyat. Saya ingin kembali kepada topik ekonomi. Bagaimana analisa teman ini soal Indonesia diambang krisis. Menurutnya bahwa ini bukan hanya pendapatnya tapi juga pendapat dari analis investasi kelas dunia seperti IHS Global Insight,Bloomberg,Reuters,FinancialTime.Minggu lalu Menteri Keuangan,Chatib Basri telah mengatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia ada pada kurs Rp.12.000. Keterpurukan rupiah ini terjadi setelah 4 tahun terakhir namun sengaja disembunyikan oleh pemerintah SBY melalui pencitraan.  Sampai hari ini, Rupiah belum mengalami penguatan, dan berada dalam rentang 12.200 sd 12.500 dan masih terkendali akibat aksi tahan dari para fund manager yang menggunakan assetnya menahan laju keterpurukan ini untuk menghindari aksi investor melepas saham serta kebijakan BI untuk menahan aksi lepas investor. Namun pertanyaan yang sangat fundamental adalah sampai berapa lama bisa bertahan sementara keadaan ekonomi masih cukup volatile/lemah?.

Beberapa hal yang mendorong terjadinya pelemahan Rupiah terhadap Dollar diantaranya adalah  stimulus kebijakan Feds Amerika atas supply dan demand diperkirakan berakhir bulan oktober mengingat kondisi ekonomi Amerika mulai membaik. Hal ini menyebabkan dana-dana asing banyak keluar dari Indonesia dan investor asing lebih menyukai pasar saham Amerika dimana kondisi ekonomi mulai menguat. Impor Indonesia lebih besar daripada ekspor sehingga menyebabkan neraca perdagangan defisit karena menurunnya permintaan export atas komoditas utama indoenesia seperti CPO, Barubara, Cocoa dll. Penyebabnya disamping faktor internal yang buruk, juga ditambah faktor eksternal yang tidak mendukung seperti  sentimen pasar yang negatif akibat negara Cina mulai mengurangi penggunaan batubara sehingga berakibat kepada investasi di Indonesia, dan melemahnya kondisi ekonomi di India sebagai salah satu pembeli batubara yang terbesar di Indonesia. Dari kegagalan Pemerintah SBY mengelola ekonomi terjadi hal yang sangat mengkawatirkan yaitu adanya penurunan nilai defisit Indonesia. Defisit mencakup alur pendapatan kas investasi negara dan antar negara yang akan mempengaruhi nilai perdagangan valuta asing dan nilai dari valuta asing itu sendiri. Sebagaimana data  BI , penurun defisit  menyebabkan moral investor turun dan melepas saham-sahamnya dibursa. Tentu berdampak pada jatuhnya index bursa.

Disamping itu indikasi lain adalah melonjaknya harga-harga properti yang mendorong tingginya over supply sementara biaya infrastruktur terus meningkat tinggi dan ini menyebabkan bubble dan pada akhirnya akan berimbas kepada kondisi ekonomi. Belum lagi semakin besar beban APBN untuk subsidi BBM dan bayar hutang luar negeri sebagai dampak dari melemahnya rupiah. Apabila Subsidi dikurangi maka dampak inflasi tidak bisa dihindari dan harga akan melambung yang semakin besar memangkas pendapatan tetap para buruh. Apabila subsidi dipertahankan maka APBN jebol dan hampir tidak ada lagi ruang fiskal untuk mengstimulus sektor real. Sangat dilematis. Sementara keadaan perbankan diujung prahara besar yang menyimpan potensi NPL gigatik. Sepuluh tahun SBY berkuasa dengan didukung oleh partai yang kini bernaung dibawah Koalisi Merah Putih memang hebat mewariskan masalah yang tak mungkin bisa diselesaikan tanpa ada stabilitas politik untuk melakukan tindakan cepat dan akurat. Kalau begitu, memang benar kata teman ini bahwa kedepan hampir sulit bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk bisa menghindar dari krisis. Apapun kebijakan untuk keluar dari krisis akan dihadang oleh KMP di DPR. Perseteruan yang senyap akibat kekalahan dalam Pilpres, merupakan satu bukti bahwa para elite itu tidak pernah memikirkan kepentingan bangsa dan negara. Mereka hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongannya saja. Target mereka , Jokowi-JK jatuh! 

Wednesday, October 1, 2014

Mana yang lebih baik?

Mana yang lebih baik Pilkada Lansung atau Pilkada Tidak Langsung ( melalui DPRD)? Kalau itu ditanyakan kepada Pengusaha maka saya yakin dari 10 pengusaha,9 inginkan Pemilu Tidak Langsung. Mengapa ? Sejak adanya Pemilu Langsung tahun 2007 , sangat terasa sekali kepemimpinan di daerah itu sangat lemah. Walau legitimasi Kepala Daerah seperti Gubernur, Walikota, Bupati sangat kuat karena dipilih langsung oleh rakyat namun tidak otomatis membuat Kepala Daerah menjadi kuat. Walau tidak ada satupun kekuasaan yang bisa mengintervensi kepala daerah dan tidak ada satupun kekuasaan ( termasuk Partai dan Presiden ) bisa memecatnya kecuali dia mengundurkan diri atau melakukan tindak pidana atau melanggar undang undang namun tidak otomatis membuat Kepala Daerah bisa begerak cepat dengan powerful. Mengapa? Karena kekuatan yang ada dalam sistem demokrasi liberal berperan sangat efektif sebagai check and balance. Bahwa  legislative ( DPRD)  dengan haknya yang dijamin UU, sangat kuat mengontrol kepala Daerah. Bahwa independensi penegak hukum, sangat efektif mengawasi kepala Daerah dan anggota DPRD. Bahwa kebebasan Pers dan LSM, sangat efektif sebagai kekuatan diluar sistem yang ikut menjadi penyeimbang diatara kekuatan yang ada didalam sistem. Dengan itu, membuat Kepala Daerah bagaikan duduk diatas bara. Itu sebabnya Kepala Daerah terhebat  seperti Jokowi di DKI atau Solo, Ridwan Kamil di Bandung, Ibu Tri Risma Harini  di Surabaya yang tetap saja terkesan lambat mengeskalasi pertumbuhan kemakmuran didaerahnya. Mereka harus menari diatas lantai demokrasi liberal yang licin.

Lihatlah faktanya bahwa realisasi APBN/D setip tahunnya tidak lebih dari 70% dan itupun sebagian besar realisasi anggaran yang ada tanpa perlu ada kebijakan khusus dari kepala daerah seperti gaji PNS atau belanja rutin. Sementara anggaran yang berkaitan dengan program kerja Kepala Daerah yang diusungnya semasa kampanye menjadi hanya cerita sehari hari yang tingkat realisasinya sangat lambat. Mengapa?  Tidak semudah membalik telapak tangan untuk mengeksekusi programnya. Kekuatan di DPR/D punya cara ampuh untuk mengkritisi program itu sehingga terjadi tarik ulur untuk sampai adanya konsesus.Ingat bahwa DPRD yang merupakan kader partai juga punya idiologi yang harus diperjuangkannya. Bila program itu bertentangan dengan idiologinya maka sebisanya anggota DPRD itu akan besikap restriction. Kepala Daerah yang dipilih langsung rakyat menjadi Kepala Daerah yang sangat sibuk yang paling mudah dibenci dan dipuji. Karenanya ia harus selalu sibuk menjalin komunikasi dengan semua kekuatan yang ada didalam sistem demokrasi termasuk Pers dan LSM. Komunikasi dengan elite kekuatan itu sangat penting untuk menjaga mementum  dukungan agar program kerjanya tidak mengalami hambatan. Ini memang melelahkan dan jangan kaget bila APBD baru bisa dipakai biasanya terlambat tiga bulan setelah tanggal tahun berlaku APBD. Bagi Kepala Daerah yang tidak mampu menjalin komunikasi atau diplomasi dengan kekuatan lain dan mencoba culas maka hanya masalah waktu kekuatan yang diluarnya akan menggiringnya menjadi pasien KPK.
 
Sebagian besar proyek yang berkaitan dengan PPP ( Public Private Partnership) terhambat realisasinya karena tidak bisa leluasanya Kepala Daerah memberikan izin yang berkaitan dengan wewenangnya. Hal ini karena dia harus mempertimbangkan bukan hanya soal manfaat sosial dari proyek dalam jangka panjang tapi juga dampak moral yang bisa merusak citranya  akibat izin yang diberikannya. Andaikann izinpun diberikan, Kepala Daerah juga tidak bisa berbuat banyak bila suatu saat izin itu dipermasalahkan oleh masyarakat. Contoh ada pengusaha yang telah punya Izin Lokasi dan Surat Izin Peruntukan Tanah untuk membangun proyeknya namun tak berdaya ketika ada LSM yang menghadang dan kemudian bila sudah ada yang protes maka selanjutnya DPRD akan bersuara dengan hak yang dilindungi oleh UU menekan Kepala Daerah. Andaikan Kepala Daerah mencoba melakukan konsesus dengan menyuap DPRD, itu juga tidak mudah.  Karena KPK atau aparat Kejaksaan sudah berada dipinggir ring untuk siap memangsa siapa yang salah dan kalah. Contoh kasus seperti ini tidak sedikit. Ada banyak sekali kasus yang intinya kebijakan Kepala Daerah terhadap suatu proyek pada akhirnya stuck hanya karena adanya kekuatan by system membuat kepala daerah menjadi lemah. Ini belum lagi proyek yang berhubungan dengan APBD.

Kepala Daerah harus bisa berdamai dengan DPRD , bukan hanya soal pendapat yang harus sama tapi juga “pendapatan “ harus sama. Karena harap maklum bahwa baik anggota DPRD maupun kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat dan ini tidak gratis. Perlu ongkos mahal yang harus ada cost recovery dari jabatan yang ada. Hasilnya ? sejak ada Pilkada Langsung telah terjaring  3600 anggota DPRD dan 160 kepala Daerah yang tersangkut kasus korupsi. Apa artinya ? memang by system tidak ada satupun yang bisa aman dari perbuatan jahatnya. Apakah dengan itu sistem Pilkada Langsung salah? Tentu tidak! Justru ini menunjukan sistem yang diinginkan oleh pro-demokrasi bekerja efektif untuk memastikan siapapun yang pegang amanah rakyat tidak bisa bebas berbuat KKN. Tapi dampaknya adalah sistem tidak efektif mempercepat eskalasi pertumbuhan ekonomi. Semua pejabat takut kena KPK dan selalu play safe dan By system Pilkada Langsung membuat lemahnya kepemimpinan. Teman saya seorang consultant mengatakan bahwa walau tidak ada tindak korupsi namun jangan dikira waktu berlalu sia sia tanpa program nyata bukanlah kejahatan. Ingat setiap detik waktu terbuang berapa uang negara keluar untuk membayar biaya rutin pemda yang minus kontribusinya itu? Ini tidak sedikit. Selain itu setiap hari rakyat bukannya berkurang tapi terus bertambah dengan kelahiran bayi, yang membutuhkan semakin besar tanggung jawab sosial negara kepada rakyat. Apa jadinya bila keadaan ini terus dipertahankan? Secara nasional ini akan semakin membuat beban semakin menumpuk sampai pada batas tak bisa diselesaikan.

Apa jadinya bila berbagai peluang ekonomi akibat geostrategis regional dan international akhirnya hanya selesai diatas meja dan diruang seminar tanpa ada implementasi, hanya karena harus menjaga check and balance bekerja efektif? Demikian kata teman saya yang juga anggota Partai. Kita memang butuh check and balance namun kita juga sangat butuh sistem kepemimpinan yang kuat. UU Pilkada melalui DPRD memang dirancang membuat kepala daerah powerfull karena ada peran partai sebagai pusat penyeimbang antara Anggota DPRD dan Kepala Daerah.  Kalau anggota DPRD mencoba menghalangi program kerja Kepala Daerah maka Partai bisa pecat anggota DPR/D, itu diatur dalam UU MD3. Selain itu, Presiden sebagai Kepala Negara semakin powerful karena berdasar UU Pemda yang baru, presiden bisa memberhentikan Kepala Daerah bila tidak  menjalankan program pemerintah pusat atau tidak disiplin. Dengan demikian dapat dipastikan kedepan, kepemimpinan ditingkat nasional maupun daerah menjadi kuat dan tentu efektif mengeskalasi pembangunan. Namun secara pribadi saya tidak setuju Pilkada melalui DPRD lebih karena adanya UU MD3 dimana Partai sangat berkuasa terhadap anggota DPRD. Kepala Daerah dapat diberhentikan oleh DPRD , dan ini bisa saja karena perintah Partai.

Saya tidak percaya kepada elite partai yang 90% adalah pengusaha. Mereka bisa saja membuat kartel untuk menguasai sumber daya daerah melalui tangan mitra bisnisnya dari dalam maupun luar negeri. Sebagai pengusaha, bagi saya Pilkada melalui DPRD adalah peluang bisnis tapi sebagai pribadi saya melihat ini ancaman bagi keadilan. Saya berpihak kepada keadilan. Bagaimanapun ya kembali kepada akhlak

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...