Sunday, September 21, 2014

Idiologi...?

Bulan ini ada dua helatan besar dari PDIP dan Garindra.  PDIP melakukan Rakernas dan Garindra mengadakan Kongres. Kedua partai ini percaya dengan idiologi sosialis. Namun Garindra tidak secara vulgar mengatakan dirinya sosialis. PDIP, juga PKS meng claim sebagai partai idiologi. Sementara yang lainnya terkesan malu malu menyebut idiologinya namun semua asanya sejalan dengan Pancasila. Walau sejak jatuhnya Soekarno, idiologi kita berjalan diatas sistem kapitalis namun tidak pernah diakui secara formal bahwa kita penganut kapitalisme. Kita hanya pengekor kapitalisme. Ini bisa dimaklumi karena kapitalisme adalah paham yang hampir sebagian besar negara didunia mengikutinya, khususnya setelah Uni Soviet (USSR) yang sosialis komunis tumbang. Bahkan dianggap sebagai ”akhir dari sejarah” (the end of history) dan puncak dalam pemikiran manusia , bersama-sama dengan Demokrasi Liberal di bidang politik. Apakah benar demikian?. Jauh sebelumnya seorang Marxis liberal, Ralph Milliband, mengingatkan bahwa kapitalisme merupakan fondasi yang sangat rentan bagi demokrasi, karena konflik dan kontradiksi yang inheren dalam masyarakat kapitalis. Ternyata benar Milliband, pada tahun 2008 paska jatuhnya pasar keuangan AS akibat krisis mortgage, Alan Greenspan sebagai otoritas moneter Amerika selama 18 tahun memimpin the FED berkata dihadapan DPR Amerika ( the House Committee on Oversight and Government Reform US) bahwa krisis terjadi karena idiologi kapitalis yang dipakai Amerika dalam menerapkan kebijakan ekonominya. Dia sangat tertekan dengan kenyataan ekonomi AS bangkrut karena itu. Orang banyakpun sadar bahwa capitalism menipu dan tentu mengorbankan peradaban kasih sayang. Capitalism closed file.

Kehebatan tesis sekular tentang idiologi ternyata hanya menghasilkan paradox. Capitalisme hanya melahirkan negara pemodal dan akhirnya pengusaha yang diuntungkan. Sosialisme hanya melahirkan negara partai dan akhirnya elite dan bangsawan yang diuntungkan. Teman saya berkata  bahwa dia tidak yakin PDIP akan konsisten dengan idiologi Marhaen atau sosialis nasionalisme. Terbukti ketika PDIP berkuasa tahun 2003 , pada saat itu tak berdaya menahan arus besar merubah UUD 45 yang sosialis menjadi bersifat kapitalis. Yang demokrasi pancasila menjadi demokrasi liberal. Bagaimana dengan Partai Islam atau Partai berbasis ormas Islam? Sama saja. Mereka juga tidak paham apa yang mereka perjuangkan dengan berdirinya partai membawa jargon Islam. Terbukti para elite itu bicara kepada kadernya dari atas sampai ke akar rumput tentang Islam arabian yang eksklusif yang justru di Timur Tengah sendiri tidak pernah solid dan tampil memimpin perubahan kecuali keributan pecahnya kesatuan umat. Selebihnya nama partai hanyalah nama tapi sebetulnya mereka adalah lembaga bisnis dengan pemegang saham adalah mereka yang mendirikan partai. Sampai kapanpun selagi mereka hidup, nama partai itu tidak bisa dipisahkan dengan nama para pendirinya.  Ya semacam perusahaan keluarga yang dipimpin secara kekeluargaan dengan business menjual ilusi kemakmuran agar rakyat memilih dan bila dipercaya rakyat memimpin mereka akan berkreasi atas dasar pragmatism,yang penuh dengan kalkulasi transaksional.

Kini, orang ingin hal yang realistis,katanya, Agama apapun baik, selagi tidak bicara halal dan haram. Idiologi apapun baik selagi menghormati pemodal, selagi orang kaya tetap kaya dan yang miskin tak perlu marah. Selagi penguasa tetap nyaman dengan kekuasaan dan keculasannya. Selagi pasar tetap menyerap produksi dengan harga melangit.Selagi orang ramai boleh bebas bicara walau tak perlu didengar dan diperhatikan. Selagi orang bebas menyerap informasi dari mana saja walau tak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Ini semua tak lain akibat idiologi tak bermakna idiologi. Semua teraktualkan sebagai sebuah tesis pragmatisme atau dalam bahasa mesranya asas bisnis!. Kalau sosialisme menguntungkan modal untuk membangun perkebunan dengan pola PIR, membayar upah murah maka sosialisme itu lebih baik dibanding kapitalisme tapi tak baik bila sosialisme memaksa bank membiayai sektor pertanian dan UKM kecuali para konglomerasi. Bank berlabelkan islam lebih baik bila itu cara mudah pooling fund tanpa harus pusing dibebani Reserve Requirement dan Capital Adequatie Ratio. Kapitalisme lebih baik bila semua BUMN tak lagi rugi dan memaksa semua rakyat harus membayar dengan harga mahal. Kapitalisme baik bila sumber daya alam mengundang modal dan tekhnologi asing untuk mendatangkan pajak bagi negara. Tapi hasilnya apa? Berjalannya waktu , Amerika semakin menggunung hutangnya, Indonesia juga begitu. Jepang terjebak dalam spiral crisis. China terjebak dengan pertumbuhan kelas menengah yang stuck. Orang banya tak lagi merasakan kebebasan karena semua tak lagi bebas kecuali ada uang. Money is the second god in the world , kata mereka putus asa.

Saya rasa idiologi bagi kaum sekular adalah cara smart memperbudak manusia lewat pemikiran yang dijejalkan oleh filsup otopis. Orang sadar tak ingin lagi diperbudak. Ideologi hari ini telah mati, telah berganti dengan pragmatisme. The game is over.Namun ini tidak disadari oleh Parpol Islam atau partai berbasis ormas Islam. Mereka masih asyik dengan mastur politik tentang Islam namun gagal menunaikan misi rahmatanlilalaminItulah mengapa Islam harus tampil sebagai sebuah solusi nyata, bukan dalam bentuk politik aliran tapi dalam bentuk sikap mental atau akhlak islami bagi siapa saja yang beragama Islam. Karena dalam Islam, system adalah akhlak itu sendiri atau yang disebut dengan akhlak mulia. Filsafat ekonomi islam dengan tegas  menempatkan Tuhan sebagai titik awal dan titik akhir dari semua permasalahan ( QS 2:156). Islam tidak mengenal istilah capitalism atau socialism. Namun bisa saja ia seperti sosialis dan juga kapitalis. Atau istilah mesranya pragmatism islami. Ekonomi dalam islam adalah sistem ekonomi Akhlak, yang menempatkan kebenaran, kebaikan dan keadilan diatas segala galanya. Sumber kebenaran , kebaikan, keadilan itu bukan hanya didasarkan pada norma norma budaya dan akal manusia saja tapi berdasarkan titah Illahi yang diteladankan oleh Rasul. Jadi mengapa tidak gunakan pragmatism yang islami? apapun itu baik asalkan sesuai kata Allah.Mungkinkah? semoga...

1 comment:

Unknown said...

keren pak.
btw mau check pemahamana saya :
sistem yg dipakai di dunia ini dasarnya, mau kapitalis atau sosialis kah itu bergantung Gimana sistem pertanahan nya ? artinya, ketika penguasaan tanah itu hak milik swasta pasti otomasis, sistem nya mengarah ke kapitalis, dan jika penguasaan tanahnya ke hak kerajaan pasti mengarah ke sosialis.
dan Sistem Islam itu gimana ? hak milik pribadi swasta yang digunakan untuk sosial kah ?

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...