Saturday, April 12, 2014

Siapa yang menang?

Dua hari lalu saya bertemu dengan teman yang saya tahu bahwa dia agent dari intel negara namun dia sendiri tidak mau membenarkan kalau saya klarifikasi. Dia sangat hemat berbicara namun bila berdiskusi dia lebih suka membawa kita berpikir secara rasional atas masalah yang dibentangkannya. Seperti yang dia katakan bahwa pada saat sekarang hasil quick count Pemilu Legislatif memastikan tidak ada super majority. Suara terdistribusi secara merata. Walau ada yang disebut pemenang dengan skor tertinggi namun tidak significant untuk bisa mengontrol parlemen. Nah bila kelak terpilih Presiden ,bagaimana pemerintah itu kelak? Tanyanya. Saya terdiam. Dia tetap tersenyum memandang saya. Tentu Pemerintahan tidak akan efektif. Kata saya. Dia mengangguk sambil memperlihatkan jempol jarinya. Kalau pemerintahan lemah apa jadinya ? tanyanya lagi. Tidak ada keputusan yang bisa dibuat dengan cepat dan akurat. Semuanya akan menjadi transaksional. Kata saya dengan kening berkerut. Dia tersenyum mendengar jawaban saya. Lantas siapakah yang diuntungkan dari situasi ini? ya meraka yang tetap ingin system demokrasi ini ada. Mereka yang tak ingin ada kekuatan yang ingin mengembalikan UUD 45 dan Pancasila sesuai dengan aslinya. Mereka yang tak ingin kekuatan islam bisa mengontrol kekuatan di Parlemen. Ini bagian dari operasi inteligent yang rumit sehingga membuat Pemilu bukan sebagai alat perubahan nilai secara legitimate tapi hanya menghasilkan lembaga yang lemah untuk berhadapan dengan kekuatan modal. Setidaknya bisa meredam agama dan idiology untuk berbuat dengan idealismenya. 

Saya hanya membayangkan andaikan Jokowi terpilih sebagai Presiden ,apa yang bisa dia lakukan dengan program Indonesia hebat  bila PDIP hanya 20% di DPR. Andai terpilih , apa yang bisa dilakukan oleh Prabowo dengan program pro rakyatnya bila korsi Garindra di DPR hanya 11%. Apa yang bisa dilakukan oleh Ical bila terpilih menjadi presiden bila suara Golkar hanya 15%. Pemilihan presiden kelak benar benar hanyalah lelucon termahal namun tidak lucu. Karena walau presiden dipilih langsung oleh rakyat dan andai 100% rakyat memilihnya menjadi presiden , dia tetap tidak akan efektif sebagai presiden.Karena dia harus tunduk pada system balance power dengan DPR yang dikuasai oleh banyak partai. Ini akan sangat melelahkan. Dengan hak yang ada pada DPR maka DPR bisa melakukan apa saja untuk adu kekuasaan dengan presiden seperti misal DPR bisa menghentikan pembahasan APBN dan pemerintahan bisa stuck seperti yang dilakukan oleh Parlement di Amerika. Atau kalau Presiden berani melakukan tindakan revolusioner merubah UUD dan berniat membubarkan Parlemen karena tidak mendapat dukungan dari Parlemen maka militer bisa mengambil alih kekuasaan sesuai UU. Karena walau militer tidak berpolitik namun secara konstitusi, militer bisa mengambil alih kekuasaan bila Presiden menggunakan kekuasaanya melebih UUD. Jadi kesimpulannya, kata saya , siapapun yang terpilih jadi presiden jangan dituntut dia dengan janjinya seperti katanya dalam Pemilu karena presiden bukanlah satu satunya penentu agenda tapi mereka yang ada di parlemen juga ikut menentukan. Teman saya mengangguk.

Nah, lanjut teman saya, saat sekarang sedang berlangsung renegosiasi KK Tambang, termasuk eksistensi Freeport dan Newmont. Sebelum Pileg terdengar rasa optimis bahwa renegosiasi KK Tambang akan selesai setelah  Pileg. Namun setelah Pileg keadaan menjadi lain. Freeport tidak melihat sebelah mata lagi kepada pemerintah sekarang. Makanya Freeport belum menyepakati poin divestasi, sementara Newmont masih belum menyepakati soal perluasan luas wilayah dan penerimaan negara. Keadaan menjadi stuck. Saya tahu itu karena salah satu fund manager dari Cooper Network mengatakan bahwa keliatannya petinggi Freeport dan Newmont di Washington lebih pede menyelesaikan perundingan dengan pemerintah baru.  Saya tidak tahu mengapa. Namun ada yang bilang bahwa ini soal kalkulasi bisnis. Lebih murah ongkos lobynya setelah pemerintah baru daripada sekarang. Karena pemerintah baru lebih lemah dibandingkan pemerintah sekarang. Sehingga tidak sulit menekan pemerintah melalui parlemen. Bagaimana dengan bangun koalisi? Sistem ketata negaraan kita bukanlah Parlementer tapi presidentil. Kesepakatan koalisi tidak mengikat secara undang undang sehingga tidak ada pelanggaran hukum bila anggota koalisi ingkar janji. Pengalaman terdahulu, koalisi tidak pernah kompak mengawal pemerintah SBY makanya president lambat mengambil keputusan.

Siapakah pemenang sesungguhnya dalam pemilu saat ini ? Ya Kapitalisme! Rich Dad’s , Conspiracy of the rich , dari Robert T. Kiyosaki menyebutkan ada empat hal yang membuat demokrasi harus dipertahankan oleh kapitalisme yaitu perlunya uang sebagai kekuataan dan karenanya perlu inflasi untuk memeras rakyat, perlu hutang untuk menggadaikan resource dan perlunya konsumsi untuk membuat orang tergantung terhadap pasar. Sebuah sistem nilai yang hebat tentang konspirasi orang kaya dan penguasa untuk menjajah yang lemah. Jadi yang diuntungkan dari Pemilu saat ini demokrasi tetap exist karena tidak ada super majority yang bisa menghapusnya. Bagi kapitalisme ini kemenangan yang mudah karena orang Indonesia sangat mudah diprovokasi untuk lupa musuh yang sebenarnya. Mudah diadu domba, sehingga antara mereka saling menghujat dan merasa paling benar, saling tidak mempercayai sehingga persatuan mereka pecah. Di dalam system persatuan umat pecah, dan diluar system juga pecah. Dan anehnya mereka tidak sadar sedang diobok obok dan  masing masing mereka masih yakin bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar walau kenyataanya besok mereka harus siap dengan kenaikan BBM dan kenaikan semua kebutuhan pokok. Karena pasar butuh margin dan mereka  semua harus bayar itu. Engga ada yang gratis.Tentu akan bertambah orang miskin yang tak mampu membeli dan itulah korban dari umat yang tak bisa bersatu untuk tegaknya keadilan bagi semua. Kini saya tak bisa lagi meminta kepada Allah kecuali berdoa “Allahumma, la ilaha illa anta. Subhanaka, inni kuntu minazzhalimin. Saya dan anda  memang zalim ..

6 comments:

Unknown said...

Saya senang masih bisa membaca tulisan pak erizeli dengan analisanya mendahului yang lain.

Wawan Setyawan said...

Analisa bagus, cair, dan menarik, mencerdaskan (y)

Unknown said...

Sae sae sae...
Tapi nu penting, kudu kumaha atuh ari geus kieu???

ali said...

jika Partai berbasis islam bergabung dengan total suara 37%. bisa menjadi kekuatan yang signifikan diparlemen dan mengajukan capresnya..

Erizeli Bandaro said...

Ali, benar sekali.Masalahnya adalah apakah mungkin terjadi lagi koalisi poros tengah seperti tahun 1999? Mari kita berdoa semoga para pemimpin dari partai Islam bisa dibukakan hatinya untuk bersatu demi tegakknya agama....

GulaKlapa said...

Saya sangat setuju, Menarik tulisannya Pak?
Mimpi dan janji itu yang banyak ditebar para calon pemimpin kita, Andai kita sedikit lebih berani dan mau sebentar menderita melawan "The Great Conspiracy" Barat tentunya suatu masa nanti anak cucu kita akan tersenyum lebar sambil menepuk dada Sambil Berteriak "Indonesia Bangsa Yang Berani"...Salam

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...