Sunday, December 8, 2013

Skema mencuri..

Kemarin malam minggu saya rendezvous dengan teman di cafeshop hotel Jalan Sudirman.Tadinya teman ini berkarir hebat disalah satu bank asing di Indonesia. Melalui lembaga head hunter, dia direcruit sebagai executive MNC dibidang keuangan di Singapore. Padahal latar belakangnya adalah insinyur. Menurut saya dia tetap cantik diusia mendekati 40 tahun ini. Dia mengajukan satu pertanyaan yang membuat saya bingung menjawabnya. Pertanyaanya adalah dimanakah tempat  teraman untuk mencuri ? Maksudnya adalah kita bebas mencuri tanpa ada satupun pihak mencurigai kita akan mencuri ditempat itu. Demikian dia menegaskan pertanyaan itu. Saya menggelengkan kepala. Karena memang saya tak pernah terpikirkan untuk mencuri jadi tidak paham menjawabnya. Dengan mimik menahan  tawa, dia menjawab “adalah mencuri milik kita sendiri”. Saya mengerutkan kening.  Anda tahu, katanya, banyak perusahaan publik diperas oleh rekanan perusahaan yang sebetulnya rekanan perusahaan itu pemiliknya adalah para direksi dan pemegang saham mayoritas. Perusahaan itu bertindak sebagai outsourcing pekerjaan dari perusahaan publik itu. Contoh perusahaan tambang batubara. Dari hauling road, pelabuhan, tugboat, truk angkut  adalah unit business yang berdiri sendiri dan dimiliki oleh direksi dan pemegang saham mayoritas dari perusahaan publik tersebut.  Tentu harga jasa yang ditetapkan dapat diatur sesukanya dan volume pekerjaan dapat diatur sedemikian rupa karena pemiliknya sama walau entity nya berbeda. 

Dengan cara seperti itu maka para direksi dan pemegang saham mayoritas dapat mengendalikan laba sesukanya terhadap perusahaan publik tersebut.  Misal laba sebetulnya USD 100 juta pertahun namun diatur menjadi USD 30 juta karena harus menanggung biaya jasa yang nota bene pemiliknya adalah mereka sendiri.  Andai ada resiko pada entity business jasa pendukung tersebut maka akan dibebankan kepada perusahaan publik tersebut.  Nah,  ketika harga batubara jatuh dipasaran international  , ongkos yang sudah tercatat rapi dalam akuntasi tidak mungkin diturunkan  lagi. Maka perusahaan tambang itu harus menderita rugi dan terpaksa memakan cadangan laba untuk memastikan business outsourcing tetap solid dan mendatangkan laba. Jadi dalam situasi apapun pemegang saham mayoritas dan direksi tetap untung. Yang jadi korban adalah pada pemegang saham retail dan institusi seperti dana pensiun dll karena dividen terus turun dengan alasan harga batubara jatuh dipasaran international.  Itu sebabnya salah satu pemegang saham ( Nathaniel Rothschildtambang batubara di Indonesia yang terkenal dan listed dibursa international mengajukan gugatan kepada direksi dan pemegang saham lainnya karena dicurigai melakukan insider crime alias mencuri didalam perusahaan sendiri secara legal. Kini saya dapat pahami. Menurutnya ini terjadi bukan hanya pada perusahaan tambang tapi hampir disemua perusahaan yang sudah listed dibursa. Semua diatur dan direkayasa untuk mencuri dari dalam dan merugikan investor retail.

Anda tahu ,katanya, mengenai kasus Century? Ini juga cara smart mencuri dari dalam. Yang dicuri bukanlah bank Century tapi  LPS (lembaga Penjamin Simpanan). Bank Century hanyalah underlying untuk melegitimasi penarikan dana dari LPS.  Kehebatan pemain dibalik kasus ini adalah bagaimana mereka mampu menggiring orang  terhebat  seperti Boediono, Sri Mulyani (SMI) dan SBY untuk begitu saja mengakui bahwa Bank Century harus di bailout karena alasan kawatir berdampak sistemik.  Bagi SMI , Boediono dan SBY, masalah Century bukanlah masalah besar. Mereka hanya focus terhadap masalah besar yang dihembuskan akibat dari kalah clearingnya Bank century akan berdampak sistemik. Apalagi ketika itu anggaran yang diajukan untuk membail out  hanyalah sebesar Rp.632 miliar. Jumlah ini tidak ada artinya untuk kepentingan nasional. Para pemain dibalik kasus ini hanya membutuhkan legitimasi bailout. Soal berapa jumlahnya, ini bukan wilayah pemerintah untuk menentukan.Ini wilayah LPS. Ini  hubungan business antara LPS dan Perbankan dalam sistem yang diatur dalam UU. Dan berapapun dana yang dikeluarkan oleh LPS itu maka itu bukanlah kerugian negara. Ini dana milik publik yang dipungut lewat premi resiko tabungan /deposito.  Jadi, tidak ada ruang sebagai kasus tindak korupsi ,walau senyatanya dana yang dikeluarkan oleh LPS sebesar Rp.6,76 triliun.

Teman ini tersenyum melihat saya bengong dengan uraiannya. Jadi sama saja ketika para direksi dan pemegang saham perusahaan publik yang merampok perusahaan lewat entity business yang bertidak sebagai outsourcing perusahaan. Ketika mereka merampok , masalahmya hari itu juga  selesai, clean and clear. Tidak bisa dituntut dikemudian hari karena semua diatur dalam kontrak dan  kepatutan skema transaksi yang legitimate. Juga ketika dana bailout Rp. 6,7 triliun untuk century dilakukan, masalahnya sudah selesai. Semua terlaksana sesuai aturan hukum yang berlaku. Tidak ada kerugian negara. Masalahnya mengapa sampai dibawa keranah hukum? Ya, bagaimanapun skema ini harus ada yang dkorbankan. Pejabat BI memang bersalah karena membuat aturan diluar ketentuan Dewan Gubernur namun sebetulnya mereka tidak berniat buruk ketika itu. Mereka lakukan itu karena dedikasi pada pekerjaan dan tanggung jawabnya menjaga aspek teknis stabilitas moneter.  Yang seharusnya dicari tahu adalah siapa dibalik ini semua yang mengatur sehingga pejabat BI terjebak sampai menggiring para  boss nya mengeluakan kebijakan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek kepada bank Century yang akhirnya menjadi trigger keluarnya kebjakan bailout sebesar  Rp.6,7 triliun. Kata saya. Kalaupun tahu, untuk apa ? secara hukum mereka tidak bisa disalahkan karena tangan mereka bersih tanpa ternoda apapun. Ingat kita menganut hukum positive. Katanya dengan tersenyum.

Ketahuilah kejahatan seperti diatas itu adalah kejahatan yang disebut  super white collar crime. Hanya orang yang sangat ahli dan bermental crime yang mampu melakukannya. Mereka juga berada dibalik keluarnya UU tentang liberalisasi PMA. Yang pasti orang orang ini kini sangat kaya raya. Mereka menjadi konglomerat , pemilik club bola berkelas dunia ,pemilik media massa dan juga aktif sebagai donatur partai untuk mencetak pemimpin yang kelak bisa mereka atur untuk melancarkan super white collar crime dalam bentuk lain. Selagi pemimpin lemah dan bodoh, selama  itupula  orang orang super white collar crime bebas berbuat memperkaya dirinya...

No comments:

Memahami pasar uang secara idiot

  Kita perhatikan kurs Rupiah turun naik atau terjadi volatilitas. Itu bukan gamebling. Engga perlu ruwet amat lewat Analisa yang canggih un...