Saturday, December 28, 2013

Chaos 2014?

Kemarin saya bertemu dengan teman seorang praktisi  hukum untuk meminta second opinion terhadap proses bisnis yang sedang saya lakukan. Dalam pertemuan itu mitra saya dari Singapore sempat meminta pendapat mengenai situasi politik Indonesia 2014.  Teman ini nampak terdiam sebentar sambil melirik kearah saya. Kemudian dia tersenyum. Menurutnya dia tidak paham soal politik hanya yang menjadi kekawatiran adalah apa yang akan terjadi bila ternyata PEMIILU 2014 gagal dilaksanakan? Kegagalan itu bisa karena berbagai sebab tapi yang pasti gejalanya sudah nampak dengan perseteruan soal Daftar Pemilik Tetap (DPT) yang setiap Peserta pemilu merasa tidak puas dan menilai pemerintah dan KPU tidak bekerja dengan benar. Keberadaan Boediono yang terancam Pidana kasus Century. Siapa yang harus menggantikanya sebagai Wapres? Tahun depan keadaan ekonomi akan semakn suram.Apa yang terjadi bila rupiah tembus Rp. 15,000 per dollar?  Saya tertarik mendengar kata teman ini karena dia berbicara dari sisi Hukum yang selama ini tidak banyak orang memperhatikannya.Menurutnya pada saat sekarang secara sistem tidak ada lembaga yang paling berkuasa. Seandainya terjadi perseteruan antar lembaga maka akan menimbulkan stuck. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila sampai stuck. Banyak hal yang bisa terjadi.  Yang jelas kekuatan kiri yang militan akan segera bangkit untuk ambil kesempatan. Kekuatan kanan juga akan melakukan hal yang sama. Dan bukan tidak mungkin kekuatan tengah akan menggalang aliansi kiri dan kanan untuk menciptakan revolusi sosial.  Yang terjadi, terjadilah...

Bukankah kita punya MK ( Mahkamah Konstitusi ) yang diberi kekuasaan oleh Undang Undang untuk menyelesaikan sengketa bila ada aturan dan Undang Undang yang bertentangan dengan UUD?.MK dibentuk hanyalah sebagai pengganti tugas dari Mahkamah Agung yang sebelumnya ditunjuk oleh UUD sebagai Lembaga Penguji UU yang dibuat DPR dan Peraturan yang dibuat Pemerintah untuk memastikan tidak bertentangan dengan UUD. Tugas MK diperluas lagi termasuk sebagai Hakim peradilan sengketa PEMILU dan PILKADA. Namun bagaimanapun secara sistem MK bukanlah lembaga tertinggi. Liatlah faktanya hanya karena masalah Akhil Muchtar yang terkena kasus Pidana suap,Presiden dapat segera mengajukan Perpu untuk merubah UU keberadaan MK dan DPR menyetujui. Anggota MK yang ditunjuk presiden pun bisa dianulir oleh PTUN. Kacau! Tidak well established. Keberadaan MK adalah tools kekuasaan yang absolut dimiliki oleh President dan DPR. Jadi MK bukanlah penguasa yang berkuasa menjaga keseimbangan kekuasaan antara Lembaga Presiden dan DPR. MK adalah lembaga yang dibentuk karena konpromi dan benci dengan keberadaan sistem lama yang membuat Soeharto berkuasa 32 tahun. Namun MK bukan bentuk kompromi yang final dari rezim reformasi. MK adalah bentuk kompromi yang tidak tuntas dan membuka peluang untuk dipermasalahkan. Jadi benar benar negara ini secara sistem sangat lemah dan mudah sekali digoyang melalui rekayasa politik adu domba atau apapun.  Kesalahan fatal akibat kebodohan.  Kata teman ini.Saya teringat tahun 2001 ketika mendapatkan blue print amandemen UUD 45 yang dibuat oleh USAID ( Amerika) yang ternyata hasil amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002 tidak jauh berbeda dengan Draft dari USAID.

Ya hanya MPR yang sangat ideal sebagai wasit dan penguasa tertinggi di negeri ini. Pergantian dari Soekarno ke Soeharto dilakukan melalui lembaga MPR. Pergantian dari Rezim Soeharto dan ke reformasi melalui lembaga MPR. Dua kali MPR berperan sebagai solution provider ditengah kebuntuan politik dan konstitusi. MPR adalah ujud bahwa negeri Ini bukan dipimpin oleh satu orang tapi dipimpin oleh banyak orang yang merupakan perwakilan dari kekuatan yang ada dimasyakarat. Philosophy keberadaan MPR adalah azas keadilan keterwakilan dan semangat bermusyawarah. Karena diyakini bahwa anggota MPR adalah orang yang Hikmat ( berilmu dan berakhlak mulia) yang merupakan perwakilan dari semua golongan, baik yang dipilih langsung oleh rakyat maupun yang memang sudah exist sebagai pemimpin ditengah masyarakat dari profesi sampai ke agama. Inilah yang membedakan sistem kekuasaan kita dengan sistem presidentil dan Parlementer yang ada di Barat. Dengan adanya amandemen UU 45,  MPR sudah bukan lagi lembaga Tertinggi Negara. karena setelah amandemen UUD 45 kedudukan MPR sejajar dengan lembaga-lembaga negara yang lain. Amandemen yang dilakukan tahun 2002, katanya, telah memosisikan MPR sejajar dengan lembaga legislatif yang lain yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPD, lembaga eksekutif Kepresidenan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta lembaga yudikatif Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Dulu MPR memang merumuskan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), memilih, mengangkat, melantik, dan memberhentikan presiden sebagai mandataris. Dulu, MPR dapat mengubah dan membuat UUD baru, tetapi sekarang hanya dapat meng-impeach presiden. MPR kini tidak bisa sebagai solution provider yang bisa diterima semua golongan karena anggota MPR dipilih secara langsung yang tidak 100 persen murni dipilih karena hati nurani rakyat, Kebanyakan terpilih karena money politic.Itulah yang mengkawatirkan bila terjadi stuck.

Apa yang harus diperbuat? Teman saya itu terdiam lama sambil menatap kami berdua dan akhirnya mengatakan kepada saya bahwa keliatannya ada sesuatu yang akan terjadi kedepan. Sesuatu yang sangat mengkawatirkan atas kelangsungan negeri ini. Keliatannya ada invisible power yang sedang menggiring elite politik berada dalam satu konplik yang tak bisa diselesaikan dan stuck, sehingga dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menarik keuntungan politik untuk berkuasa dinegeri ini. Sejarah bangsa ini memang sangat akrab akan perubahan by design dari invisible power; kejatuhan Soekarno digantikan rezim Soeharto dan kejatuhan Soeharto digantikan oleh rezim reformasi. Setiap perubahan itu pada akhirnya hanya melahirkan gerombolon petualang politik untuk keuntungan golongannya saja sementara rakyat tetap  miskin walau negeri ini kaya akan SDA. Apakah itu paranoia saja? Tanya saya. Mitra saya dari singapore mengatakan kepada saya bahwa Indonesia kaya dan selagi kepentingan asing terganggu maka siapapun yang berkuasa, apapaun sistemnya harus diganti dengan cara apapun. Saya terhenyak. Jangan sampai chaos sebagai excuse perlunya perubahan. Jangan sampai !.Karena bila ini terjadi yang korban tetaplah rakyat kecil. Akankah para elite politik bisa disadarkan untuk berdamai dengan realita bahwa kepentingan rakyat adalah segala galanya, karena itu satu sama lain harus biijak dan mengalah?. Akankah?

Sunday, December 22, 2013

Megawati atau Jokowi?

Ketika Soeharto jatuh dan PDIP unggul dalam pemilu tahun 1999, tidak otomatis menjadikan Megawati sebagai Presiden. Permainan koalisi di Sidang Umum MPR  hanya menempatkan Megawati sebagai Wapres dengan Gus Dur sebagai Presiden. Megawati hanya jadi ban serep tanpa prestasi apapun. Kemudian Gus Dur dijatuhkan oleh MPR dan menempatkan Megawati sebagai Presiden. Apa prestasi Megawati ? Hanya dua yaitu mengeluarkan IMF dari Indonesia dan sekaligus stop utang luar negeri atau zero growth debt. Selebihnya kekuasaan dijalankan oleh kekuatan Poros Tengah dan GolkarPraktis idiologi Marhaen tidak jalan sama sekali? Semua tahu bahwa Soekarno anti kapitalis tapi di era Megawati  LNG Tangguh dikuasai asing dan menjual INDOSAT kepada asing, serta diberlakukannya privatisasi BUMN.  Semua tahu bahwa Soekarno penggali UUD 45 dan Pancasila , dan di era Megawati  amandemen UUD 45 terjadi secara luas sehingga tidak layak lagi disebut UUD 45 tapi UUD 2002. Semua tahu bahwa ditangan Soekarno lah nusantara berhasil direbut dari asing tapi di era Megawati  pula Simpadan lepas ketangan Malaysia.  Saya yakin ini sangat menyakitkan bagi Megawati ketika itu namun Megawati memilih diam. Dukungan kuat rakyat kepada simbol Soekarno pada Megawati ini hanya berumur jagung dan mendulang kekecewaan ketika Megawati tidak memberikan kebanggaan dan kepuasaan kepada rakyat selama dia menjadi Presiden. Itulah harga yang harus dia bayar. Seorang teman yang juga aktifis Marhaen sempat berkata kepada saya bahwa apakah Megawati tidak melihat realita  dari dua kali PEMILU , PDIP dapat dikalahkan oleh Partai Demokrat dan SBY unggul telak sebagai President.  Mau berapa kali lagi PEMILU untuk meyakinkan Megawati bahwa orang ramai tidak melihat Megawati similiar dengan Soekarno. This is  enough.

Kalaulah mau jujur sebetulnya tidak semua kader PDIP suka dengan Megawati. Mengapa ? Ada jarak yang sangat jauh antara Megawati dengan Marhaenisme. Megawati bukan pemimpin yang merakyat. Ketika dia jadi Presiden dia memimpin bergaya Feodal,yang sangat sulit diakses dan sangat tidak bisa menerima perbedaan. Perseteruannya dengan SBY yang merupakan salah satu menterinya dulu juga sebagai bukti bahwa Megawati bukan orang besar yang mudah mendengar dan mudah pula memaafkan. Ada segelintir kader PDIP yang hengkang dan membuat Partai sendiri yang konsisten dengan Marhaen tapi gagal meraih suara dalam Pemilu. Ini sebagai bukti bahwa bagaimanapun perjuangan Idiologi Soekarno akan lebih efektif bila itu digerakan oleh Megawati atau trah Soekarno. Para kader sadar bahwa mereka butuh simbol hidup Patron Soekarno untuk menarik kaum tertindas untuk bergabung.  Walau sebetulnya cara ini tidak lagi efektif karena semakin meluasnya informasi semakin menyadarkan Rakyat bawah bahwa Soekarno sudah tiada dan tidak akan pernah ada lagi Soekarno kedua atau titisannya. Namun ditengah ketidak adilan dan semakin lebarnya gap kaya miskin akibat kapitalisme, marhanen memang laku dijual. Marhaenisme inilah yang ditampilkan kepermukaan oleh para kader ketika berhadapan dengan akar rumput. Mereka mendekati rakyat dengan keteladanan untuk berkorban. Mereka merasakan derita rakyat secara lahir maupun batin. Hal ini tercermin dari program kerja mereka ketika mereka punya kesempatan memimpin.

Keberadaan Ganjar, Jokowi dan Herman, Tri Rismaharini serta lainnya adalah satu contoh generasi Marhaen sejati yang tumbuh dan berkembang dari akar rumput. Umumnya mereka adalah kaum terpelajar yang mengenal Marhaen ketika mereka sebagai aktifis di Kampus di era Soeharto. Usia mereka kini rata rata diatas setengah abad. Kebanyakan mereka taat beragama namun tidak menggunakan agama sebagai simbol berjuang sebagaimana mereka tidak menggunakan simbol Marhaen untuk mempengaruhi rakyat. Mereka lebih mengutamakan keteladanan sebagai pribadi yang mengabdikan umurnya untuk berguna bagi orang lain. Sikap hidup mereka adalah pengabdian sebagaimana kata kata Bung Karno "Saya adalah manusia biasa.Saya tidak sempurna.Sebagai manusia biasa saya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan.Hanja kebahagiaanku ialah dalam mengabdi kepada Tuhan, kepada Tanah Air, kepada bangsa. Itulah dedication of life-ku. Djiwa pengabdian inilah jang mendjadi falsafah hidupku, dan menghikmati serta mendjadi bekal-hidup dalam seluruh gerak hidupku. Tanpa djiwa pengabdian ini saya bukan apa-apa. Akan tetapi dengan djiwa pengabdian ini, saja merasakan hidupku bahagia,- dan manfaat."

Ya, PDIP pada awalnya berdiri karena perjuangan seorang Megawati melawan kezoliman Soeharto. Berlalunya waktu Mega disadarkan untuk lebih bijak apalagi setelah mengalami kekalahan demi kekalahan dalam PEMILU. Mega sadar bahwa dia perlu kembali kepada Marhaen sejati, bukan hanya simbol tapi memang sebagai idiologis yang mengawal Pancasila dan UUD 45. Itulah sebabnya dalam Kongres di Bali tahun 2009 telah dibentuk Majelis Idiologi yang mewadahi arah gerak dan orientasi serta dinamika PDIP sebagai partai ideologis agar sesuai dengan Pancasila 1 Juni 1945. Sejak itu Mega tidak lagi meng claim dialah yang patut menjadi Presiden dan disimbolkan sebagai pewaris Patron Soekarno. Mega sudah menempatkan PDIP sebagai partai kader yang besar karena idiologi dan bukan karena simbol orang perorang. Walau sebetulnya masih ada didalam tubuh PDIP yang tetap bersandar kepada simbol Soekarno yang umunya mereka berada diakar rumput. Mega tidak bisa mengabaikan mereka karena itu sebuah realitas yang harus disikapi dengan bijak. Karenanya dengan bijak  dan smart Mega tidak segera mengumumkan Jokowi sebagai Capres. Itu akan diumumkan setelah PEMILU legislative. Alasannya sudah tentu untuk menjaga perasaan mereka yang masih percaya dengan Soekarno sebagai simbol Patron dan Mega sebagai titisannya. 

Bila ternyata PDIP bisa memenuhi batas minimum Presidential Threshold yakni suara kursi legislatif 20 persen dan suara nasional 20 persen ,maka ini sebuah realita bahwa Trah Soekarno masih kuat dan Megawati akan maju sebagai Capres sesuai amanah Kongres. Namun ini kecil sekali kemungkinannya. Yang pasti bila batas minimum tidak tercapai maka itu suatu realita bahwa Mega harus mundur dan menyerahkan Capres kepada Jokowi. Semua kader PDIP akan menjadi mesin partai yang efektif dan berjuang untuk menempatkan Jokowi sebagai Presiden walau untuk itu harus membangun koalisi dengan partai lain. Bagi Megawati apapun yang terjadi  itulah yang terbaik dan akan diterimanya dengan suka cita. Kalaulah memang rakyat memilih Jokowi sebagai Presiden karena pribadi Jokowi yang Marhaen maka itu yang terbaik bagi PDIP tapi bila  rakyat memilih Jokowi karena PDIP dan Soekarnoisme maka itu juga takdir yang harus diterima dengan penuh tanggung jawab. Seorang aktifis Marhaen berkata kepada saya bahwa Pemilu yang akan datang adalah pertarungan all out PDIP bersama Partai koalisinya (Nasdem dan Garindra )  untuk memenangkan pemilu. Bila mereka menang maka agenda utama adalah mengembalikan UUD 45 kedalam pangkuan ibu pertiwi. UUD 2002 sebagai amandemen dari UUD 45 akan di removed masuk keranjang sampah. 

Saturday, December 14, 2013

keadilan yang tidak adil ?

LHI telah ditetapkan sebagai terpidana lewat keputusan pengadilan Tipikor. LHI dikenakan hukuman 16 tahun penjara dan seluruh hartanya disita untuk negara. Walau selama persidangan tidak bisa dibuktikan secara materi LHI melakukan perbuatan sesuai dakwaan jaksa. Karena memang tidak ada bukti ( Uang dan saksi kunci ) dia melakukan. Tidak ada bukti dia menggunakan kekuasaannya sebagai pimpinan PKS untuk mempengaruhi menteri Pertanian yang kader PKS. Kesalahannya  LHI hanya satu yaitu dia berteman baik dengan pelaku yang terbukti secara materi melakukan suap yaitu Fathanah. Ya, KPK selalu menang di pengadilan. Tidak ada istilah SP3 untuk kasus yang ditangani KPK. Setiap orang yang dinyatakan tersangka maka dia akan berakhir menjadi terpidana. Saya termasuk marah dan benci dengan siapapun yang berlaku korupsi karena mereka bukan hanya mengkhianati negara tapi juga mengkhianati Tuhan. Mereka juga mengkhianati nilai nilai kemanusiaan yang harus mereka bangun dihadapan keluarga dan masyarakat sebagai makhluk yang bernama manusia. Kalaulah keputusan hukuman untuk LHI ada demi keadilan maka saya harus berpuas diri kepada KPK. Artinya cita cita reformasi untuk lahirnya masyarakat madani , masyarakat plural yang cinta perdamaian, kebaikan, kebenaran dan keadilan akan terjelma. Tidak perlu dirisaukan bila sampai kini korupsi terus terjadi karena hanya masalah waktu, itu akan habis dengan sendirinya seiring semakin kerasnya KPK bersikap. Yang jadi pertanyaan adalah apakah KPK benar diadakan sesuai amanah reformasi untuk tegaknya keadilan bagi rakyat dari para pelaku korupsi? Mengapa saya bertanya seperti itu ? 

Teman saya seorang  ahli telekomunikasi yang juga dosen ITB pernah diminta oleh pengadilan sebagai Saksi terdakwa kasus  Antasari. Teman ini  bukan orang yang doyan berpolitik dan tidak peduli soal intrik politik. Jadi dapat dipastikan dia akan menjadi saksi ahli yang bekerja sesuai dengan keahliannya tanpa bisa didikte karena alasan apapun. Kesaksiannya sangat menentukan untuk menghubungkan Antasari dengan peristiwa kematian Nasruddin, dimana satu satunya bukti adalah adanya SMS dari  Antasari yang mengancam Nasruddin. Tugas teman ini adalah membuktikan SMS itu benar berasal dari Antasari. Hasil penelitiannya bersama team, membuktikan bahwa SMS itu tidak pernah ada. Bukti SMS yang diajukan Jaksa adalah palsu. Seharusnya dengan bukti itu,  Antasari harus dibebaskan dari segala tuntutan. Apalagi menurut teman saya yang pengacara bahwa selama proses persidangan tidak bisa dibuktikan hubungan Antasari dengan kematian Nasruddin. Itu semua hanya keterangan dari berbagai saksi yang dihadirkan jaksa dan dari itu cerita dibangun untuk  memberikan keyakinan kepada hakim bahwa tersangka dengan meyakinkan melakukan tindakan pidana dan patut dihukum seberat beratnya. Dakwaan jaksa adalah pembunuhan berencana dan dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP pasal 340 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati. Yang akhirnya hakim memutuskan hukuman 18 tahun penjara.

Ustad Abu Bakar Baasyir (ABB) dijatuhi hukuman 15 tahun karena dakwaan melakukan kejahatan terorisme. Selama persidangan tidak ada satupun bukti secara materi yang  bisa menjadikan  ABB sebagai terpidana. Semua bukti hanyalah berasal dari saksi yang kemudian dihubungkan hubungkan dengan ABB untuk memberikan keyakinan kepada hakim bahwa ABB memang pelaku teroris. Benarkah begitu ? Teman aktifis yang selalu hadir dalam persidangan ABB mengatakan bahwa dakwaan jaksa sangat lemah. Satu satunya yang mengaitkan ABB dengan teroris Aceh adalah adanya pembicaraan empat mata antara ABB dengan Dulmatin untuk melakukan pelatihan militer di Aceh. Padahal almarhum Dulmatin ditembak mati sebelum dimintai keterangannya. Bagaimana saksi yang sudah meninggal yang tidak pernah memberikan keterangan BAP dapat dijadikan bukti dipengadilan. Satu satunya kesalahan  ABB adalah dia memang pernah berhubungan dengan orang orang yang terlibat tindakan teroris dan makar namun itu dalam kapasitasnya sebagai Ustadz atau ulama yang mengharuskan dia bertemu dengan berbagai orang. Kalaupun sampai orang terpengaruh dengan dakwahnya tentang keharusan menegakan syariat islam dalam kehidupan bernegara maka itu bukanlah kejahatan. Karena dia menyampaikan keyakinannya berdasarkan agama yang diakui syah oleh republik ini. Tapi keyakinan ABB dijadikan dasar keyakinan Hakim untuk menjadikan dia terpidana teroris.

Ada cerita, ini kisah nyata tahun 80an. Seseorang diseret oleh warga penghuni komplek perumahan kekantor polisi karena kepergok ada diatas genteng rumah orang dimalam hari. Walau tidak ada barang bukti ditangan bahwa dia mencuri namun sudah cukup alasan bagi orang ramai dia adalah pencuri. Setidaknya dia patut diduga melakukan pencurian. Patut diduga saja sudah cukup membuat orang pesakitan. Begitulah hokum dinegeri ini. Dihadapan polisi, tersangka mengakui bahwa benar dia ada diatas genteng rumah orang dimalam hari dan terpaksa mengakui patut diduga itu. Namun apa yang terjadi dipangadilan? Ditangan seorang pengacara yang idealis, tersangka ini bebas murni. Mengapa ? Ada satu pertanyaan dari terdakwa kepada hakim dan hakim tidak bisa menjawabnya, apa bukti bahwa dia mencuri? Karena ini dakwaan mencuri maka harus ada bukti barang curian. Tanpa bukti barang curian maka dakwaan itu batal demi hokum. Kesaksian tanpa bukti justru membatalkan kesaksian itu sendiri. Jaksa gagal menyediakan barang bukti dihadapan hakim karena memang belum terjadi pencurian. Satu satunya bukti kesalahan tersangka hingga patut diduga mencuri adalah dia berada diatas atap rumah orang dimalam hari. Tapi logika realita bukanlah logika hukum untuk menjadikan seoran terpidana. Ada falsafah hukum yang hampir semua mahasiswa fakultas hukum diwajibkan untuk menghapal Azas Indubio Proreo  “Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah”. Artinya Lebih baik membebaskan orang yang diragukan bersalah daripada terlanjur menghukum orang tidak bersalah. Prinsip hukum ini sudah ada sejak zaman Nabi.

Philosopi hukum seperti cerita diatas tidak berlaku bagi LHI, Antasari dan ABB. Mereka dijadikan tersangka karena “patut diduga” dan setelah itu mereka menjadi terpidana karena proses persidangan yang berhasil menciptakan opini sehingga memberikan “keyakinan“ hakim bahwa terdakwa bersalah. Baiklah, itu sistem hukum di republik ini dimana Hakim punya kebabasan untuk bersikap. Andaikan kasus LHI, Antasari, ABB dijadikan jurisprudence untuk kasus Bank Century, Hambalang maka dipastikan akan banyak elite politik dari penguasa yang masuk penjara. Karena walau tidak terbukti secara materi namun secara “meyakinkan” dapat dibuktikan dari sisi sosial kehidupan mereka yang berkuasa, yang langsung menjadi Orang  Kaya Baru yang bergelimang dengan kemewahan. Tapi hukum Indonesia hanya berlaku untuk yang bukan penguasa, dan kepada penguasa,  hukum harus berjalan dengan azas Indubio Proreo. Seorang perwira militer asing  yang bertemu dengan saya dalam acara wine party mengatakan bahwa Amerika dan Australia sangat kecewa dengan sikap Megawati yang lemah terhadap Terorisme terbukti Abu Bakar Baasyir (ABB) dijatuhi vonis hukuman ringan. Namun AS sangat bangga dengan rezim SBY karena bisa membungkam ABB dengan hukuman berat dan sekaligus merusak citra gerakan islam fundamentalis di Indonesia. Mereka ( AS dan Australia ) puas terhadap hasil peradilan kasus LHI karena LHI bukan hanya mengganggu ambisi AS dan Ausralia menguasai pasar daging di Indonesia tapi juga LHI adalah orang yang masuk dalam gerakan bawah tanah perjuangan islam international. Walau untuk itu harus menjadikan Antasari sang ketua KPK sebagai terpidana karena mencoba menguak konspirasi mereka menempatkan puppet sebagai pemimpin terpilih negeri ini...

Sunday, December 8, 2013

Skema mencuri..

Kemarin malam minggu saya rendezvous dengan teman di cafeshop hotel Jalan Sudirman.Tadinya teman ini berkarir hebat disalah satu bank asing di Indonesia. Melalui lembaga head hunter, dia direcruit sebagai executive MNC dibidang keuangan di Singapore. Padahal latar belakangnya adalah insinyur. Menurut saya dia tetap cantik diusia mendekati 40 tahun ini. Dia mengajukan satu pertanyaan yang membuat saya bingung menjawabnya. Pertanyaanya adalah dimanakah tempat  teraman untuk mencuri ? Maksudnya adalah kita bebas mencuri tanpa ada satupun pihak mencurigai kita akan mencuri ditempat itu. Demikian dia menegaskan pertanyaan itu. Saya menggelengkan kepala. Karena memang saya tak pernah terpikirkan untuk mencuri jadi tidak paham menjawabnya. Dengan mimik menahan  tawa, dia menjawab “adalah mencuri milik kita sendiri”. Saya mengerutkan kening.  Anda tahu, katanya, banyak perusahaan publik diperas oleh rekanan perusahaan yang sebetulnya rekanan perusahaan itu pemiliknya adalah para direksi dan pemegang saham mayoritas. Perusahaan itu bertindak sebagai outsourcing pekerjaan dari perusahaan publik itu. Contoh perusahaan tambang batubara. Dari hauling road, pelabuhan, tugboat, truk angkut  adalah unit business yang berdiri sendiri dan dimiliki oleh direksi dan pemegang saham mayoritas dari perusahaan publik tersebut.  Tentu harga jasa yang ditetapkan dapat diatur sesukanya dan volume pekerjaan dapat diatur sedemikian rupa karena pemiliknya sama walau entity nya berbeda. 

Dengan cara seperti itu maka para direksi dan pemegang saham mayoritas dapat mengendalikan laba sesukanya terhadap perusahaan publik tersebut.  Misal laba sebetulnya USD 100 juta pertahun namun diatur menjadi USD 30 juta karena harus menanggung biaya jasa yang nota bene pemiliknya adalah mereka sendiri.  Andai ada resiko pada entity business jasa pendukung tersebut maka akan dibebankan kepada perusahaan publik tersebut.  Nah,  ketika harga batubara jatuh dipasaran international  , ongkos yang sudah tercatat rapi dalam akuntasi tidak mungkin diturunkan  lagi. Maka perusahaan tambang itu harus menderita rugi dan terpaksa memakan cadangan laba untuk memastikan business outsourcing tetap solid dan mendatangkan laba. Jadi dalam situasi apapun pemegang saham mayoritas dan direksi tetap untung. Yang jadi korban adalah pada pemegang saham retail dan institusi seperti dana pensiun dll karena dividen terus turun dengan alasan harga batubara jatuh dipasaran international.  Itu sebabnya salah satu pemegang saham ( Nathaniel Rothschildtambang batubara di Indonesia yang terkenal dan listed dibursa international mengajukan gugatan kepada direksi dan pemegang saham lainnya karena dicurigai melakukan insider crime alias mencuri didalam perusahaan sendiri secara legal. Kini saya dapat pahami. Menurutnya ini terjadi bukan hanya pada perusahaan tambang tapi hampir disemua perusahaan yang sudah listed dibursa. Semua diatur dan direkayasa untuk mencuri dari dalam dan merugikan investor retail.

Anda tahu ,katanya, mengenai kasus Century? Ini juga cara smart mencuri dari dalam. Yang dicuri bukanlah bank Century tapi  LPS (lembaga Penjamin Simpanan). Bank Century hanyalah underlying untuk melegitimasi penarikan dana dari LPS.  Kehebatan pemain dibalik kasus ini adalah bagaimana mereka mampu menggiring orang  terhebat  seperti Boediono, Sri Mulyani (SMI) dan SBY untuk begitu saja mengakui bahwa Bank Century harus di bailout karena alasan kawatir berdampak sistemik.  Bagi SMI , Boediono dan SBY, masalah Century bukanlah masalah besar. Mereka hanya focus terhadap masalah besar yang dihembuskan akibat dari kalah clearingnya Bank century akan berdampak sistemik. Apalagi ketika itu anggaran yang diajukan untuk membail out  hanyalah sebesar Rp.632 miliar. Jumlah ini tidak ada artinya untuk kepentingan nasional. Para pemain dibalik kasus ini hanya membutuhkan legitimasi bailout. Soal berapa jumlahnya, ini bukan wilayah pemerintah untuk menentukan.Ini wilayah LPS. Ini  hubungan business antara LPS dan Perbankan dalam sistem yang diatur dalam UU. Dan berapapun dana yang dikeluarkan oleh LPS itu maka itu bukanlah kerugian negara. Ini dana milik publik yang dipungut lewat premi resiko tabungan /deposito.  Jadi, tidak ada ruang sebagai kasus tindak korupsi ,walau senyatanya dana yang dikeluarkan oleh LPS sebesar Rp.6,76 triliun.

Teman ini tersenyum melihat saya bengong dengan uraiannya. Jadi sama saja ketika para direksi dan pemegang saham perusahaan publik yang merampok perusahaan lewat entity business yang bertidak sebagai outsourcing perusahaan. Ketika mereka merampok , masalahmya hari itu juga  selesai, clean and clear. Tidak bisa dituntut dikemudian hari karena semua diatur dalam kontrak dan  kepatutan skema transaksi yang legitimate. Juga ketika dana bailout Rp. 6,7 triliun untuk century dilakukan, masalahnya sudah selesai. Semua terlaksana sesuai aturan hukum yang berlaku. Tidak ada kerugian negara. Masalahnya mengapa sampai dibawa keranah hukum? Ya, bagaimanapun skema ini harus ada yang dkorbankan. Pejabat BI memang bersalah karena membuat aturan diluar ketentuan Dewan Gubernur namun sebetulnya mereka tidak berniat buruk ketika itu. Mereka lakukan itu karena dedikasi pada pekerjaan dan tanggung jawabnya menjaga aspek teknis stabilitas moneter.  Yang seharusnya dicari tahu adalah siapa dibalik ini semua yang mengatur sehingga pejabat BI terjebak sampai menggiring para  boss nya mengeluakan kebijakan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek kepada bank Century yang akhirnya menjadi trigger keluarnya kebjakan bailout sebesar  Rp.6,7 triliun. Kata saya. Kalaupun tahu, untuk apa ? secara hukum mereka tidak bisa disalahkan karena tangan mereka bersih tanpa ternoda apapun. Ingat kita menganut hukum positive. Katanya dengan tersenyum.

Ketahuilah kejahatan seperti diatas itu adalah kejahatan yang disebut  super white collar crime. Hanya orang yang sangat ahli dan bermental crime yang mampu melakukannya. Mereka juga berada dibalik keluarnya UU tentang liberalisasi PMA. Yang pasti orang orang ini kini sangat kaya raya. Mereka menjadi konglomerat , pemilik club bola berkelas dunia ,pemilik media massa dan juga aktif sebagai donatur partai untuk mencetak pemimpin yang kelak bisa mereka atur untuk melancarkan super white collar crime dalam bentuk lain. Selagi pemimpin lemah dan bodoh, selama  itupula  orang orang super white collar crime bebas berbuat memperkaya dirinya...

Sunday, December 1, 2013

Focus kepada komunitas

Anda mungkin tahu group business Bakrie. Group ini tumbuh besar karena dibina oleh Credit Suisse. Semua tahu bahwa Credit Suisse Bank adalah first class bank yang terlibat dalam pembiayaan proyek sektor pertambangan. Mereka ahli mengukur  resiko project dan menentukan assessment yang tepat untuk project. Mengapa ? karena memang Credit Suisse Bank memfocuskan dirinya sebagai  solution provider untuk pembiayaan sektor pertambangan. Tentu untuk  itu mereka harus mempersiapkan infrastruktur organisasinya yang solid seperti tenaga ahli pertambangan lulusan universitas terbaik dan pusat research business pertambangan. Semua itu ditujukan agar mampu memberikan layanan terbaik kepada nasabahnya yang merupakan komunitas binaannya. Di China ada empat bank besar yang merupakan empat komunitas business terbesar di China, Yaitu, Industrial and Commercial bank of china ( ICBC) merupakan bank berbasis komunitas Industriawan dan Pedagang. Agriculture bank of china, komunitas pertanian. China Contruction Bank, komunitas property dan kontruksi. Bank of China, komunitas investment. Bila anda menjadi nasabah bank tersebut maka anda seperti berhubungan dengan ahli yang bertindak sebagai mentor anda untuk  berkembang. Masalah apapun berkaitan dengan business anda, maka pejabat bank dapat memberikan jawaban dengan tepat dan memberikan business solution. 

Konsep ideal bank seharusnya bekerja sesuai dengan visinya sebagai agent of development dengan misi menciptakan kemakmuran ditengah masyarakat.  Bank adalah mitra strategis pemerintah untuk melancarkan program pembangunan nasional. Semua banker harus mempunyai visi humanitarian. Bank yang didirikan dengan basis komunitas khusus adalah konsep perbankan yang tidak hanya sebagai lending resource tapi juga sebagai solution providerDulu Zaman Soeharto , kita mengenal Bank yang beroperasi khusus sesuai dengan misinya. Seperti bank yang membangun komunitas pedagang domestik ( Bank Dagang Negara ) , komunitas Perkebunan Besar ( Bank Bumi Daya ), Komunitas Petani dan Nelayan ( BRI), Komunitas koperasi ( BUKOPIN ) , Komunitas pedagang international ( Bank Eksim), Komunitas Industri dan Pertambangan( Bapindo ). Semua bank di dirikan berdasarkan komunitas. Sehingga keberadaan perbankan inline dengan  grand strategy national (GBHN) untuk bersama sama pemerintah membangun bangsa. Berbagai program pemerintah untuk menggerakan sektor riel tertentu akan sangat mudah karena pemerintah punya mitra perbankan yang ahli dibidang sektor riel tertentu tersebut. Berbagai data research tentang potensi sektor riel akan mudah didapat dari pebankan dan ini data bukan hanya data formal tapi  data real dari dunia business.  Sehingga kebijakan pemerintah untuk memompa dana lewah APBN untuk revitalisasi sektor real tertentu akan lebih efektif dan terukur.

Konsep ideal ini mulai bergeser sejak adanya Paket Oktober tahun 80 an. Hingga bank khusus mulai berangsur angsur tidak lagi focus dengan misinya walau visinya tetap sama. Akibatnya terjadi kekacauan strategi nasional. Tambah lagi sejak adanya kebebasan membuka bank dengan kemudahan izin ( tahun 90 an ) . Bank tidak lagi berperan sesuai visi dan misinya tapi sudah berubah menjadi bank yang dikelola dengan mindset pedagang. Inilah cikal bakal kekacauan sistem moneter dan sektor riel kita. Klimak dari sistem perbankan in adalah rontoknya bank dilanda krisis 1998. Tak ada satupun bank yang selamat. Dan negara terpaksa mem bail out ini semua.
Anehnya , krisis moneter 1998 terjadi akibat system yang lemah tidak dijadikan dasar untuk memperbaikinya. Seharusnya rezim reformasi mengembalikan fungsi perbankan diatas relnya. Namun kita nurut apa kata IMF agar bank semakin jauh dari idealismenya sebagai agent of development. Selanjutnya peran bank sudah menjadi liberal dan hanya bekerja untuk kepentingan pemegang saham. Padahal semua tahu bahwa pemegang saham adalah minoritas dari total akumulasi dana di bank. Selebihnya dana milik masyarakat yang ditempatkan di bank berdasarkan izin yang diberikan oleh penguasa ( Pemerintah). Anehnya, bila bank tersebut bermasalah seperti kasus Century dan lainnya, maka pemerintah yang harus bertanggung jawab ( LPS). System ini benar benar culas dan tiran. Memberikan mandat kepada segelintir orang untuk pooling fund dengan legitimasi negara , tanpa bertanggung jawab sama sekali secara hukum untuk kepentingan nasional. 

Belakangan dari akibat krisis Global 2007 ternyata sistem perbankan berbasis komunitas ini ternyata sangat solid dan sangat cepat keluar dari krisis. Mereka  berperan aktif memberikan solusi kepada komunitasnya  yang terkena badai krisis akibat pasar menyusut  dan melambungnya harga bahan baku dll. Paska kejatuhan Lehman Brothers, AS mulai membuat kebijakan mengarahkan perbankan untuk focus membangun komunitas dan melarang bank terlibat dalam transaksi keuangan yang tidak ada hubungannya dengan komunitas nasabahnya.  Di indonesia, perbankan jadi TOSERBA  lumaga : apa lu mau gua ada tapi  tanpa solusi apapun kecuali lu bawa jaminan diatas nilai pinjaman ,  gua kasih kredit. Ya gaya rentenir, memeras dan menjajah , yang memang tidak butuh analisi data dan resiko yang sophisticated untuk menghasilkan assesment yang tepat...Amerika mulai disadarkan akan system yang culas ini.   Tapi di Indonesia tidak terdengar niat pemerintah dan DPR untuk merubah sistem perbankan kita. 

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...