Suatu waktu saya bersama teman
berkunjung ke Hobei di provinsi Wuhan, china dan saat itulah teman yang juga
professor disalah satu universitas di Eropa sempat berkata kepada saya bahwa
kemajuan China dibidang Ekonomi bukanlah sesuatu yang hebat. Saya bingung.
Karena seharusnya teman ini terpesona dengan infrastruktur dan kapasitas industry
yang dilihatnya selama kunjungan ke Hobei. Menurutnya apa yang dicapai
oleh China kini bisa juga dicapai oleh Negara manapun. Jadi bukan sesuatu yang sulit dipelajari. Apa itu? China mampu memastikan
kelancaran distribusi barang dan jasa secara efisien. Kelancaran ini didukung
oleh infrastruktur logistic yang luas dan merata diseluruh china. Sehingga setiap wilayah
mampu mengembangkan potensinya dan mendapatkan manfaat dari itu lewat
kemampuannya mensuplay kebutuhan pasar dalam negeri maupun international. Anda
bisa bayangkan pedagang bunga di Pasar Pagi dan Sawah Besar Jakarta merasa
lebih nyaman dan menguntungkan membeli (import) bunga dari Yunnan ( China) daripada beli
bunga dari Lembang ( Bandung). Pedagang buah buahan Jakarta merasa lebih nyaman dan
menguntungkan membeli (import) Jeruk dari exporter Shanghai dibandingkan membeli Jeruk dari
pedagang besar di Kalimantan. Itulah kehebatan dukungan system logistic yang
dimiliki oleh china.
Sang professor berkata kepada
saya bahwa negara-negara yang berhasil dalam pencapaian tujuan pembangunan
adalah negara-negara yang memiliki sistem logistic yang efisien. Untuk itu harus didukung akan sarana transforitasi dan sistem administrasi layanan yang cepat. China memiliki jalan tol
terpanjang di dunia, memiliki panjang jalur kereta
sekitar 100.000 kilometer yang menghubungkan seluruh provinsi yang ada di
China, dan akan ditingkatkan menjadi 170.000 pada 2030. Negeri Panda itu kini
juga telah memiliki jalur kereta cepat ( express trains) sepanjang 8.358 kilometer yang merupakan
terpanjang di dunia, serta akan dibangun pula jalur yang menghubungkan hingga
Tibet, Rusia serta beberapa negara ASEAN. Dan China mampu mengelola system transportasi
nasional yang meliputi darat, laut dan udara dengan efisien dan efektif untuk
mendukung lalu lintas logistic. Yang
menyedihkan bagi Indonesia adalah kinerja Logistik masih di bawah negara tetangga di Asia. Bank
Dunia (2012) mempublikasikan Logistic
Performance Index yang menempatkan
kinerja sektor logistik Indonesia pada urutan 59 dari 155 negara. Posisi yang
jauh di bawah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia,
Thailand, Vietnam, maupun Filipina yang memiliki kondisi geografis relatif sama
dengan wialayah nusantara.
Dari segi layanan logistik yang ada di Indonesia saat ini masih terlalu panjang dan tidak efisien atau tepatnya amburadul, yang berdampak harga barang menjadi mahal. Contoh biaya logistik untuk produk pertanian masih di atas 40 persen. Akibatnya jangan kaget bila harga panen yang awalnya sangat rendah menjadi begitu tinggi di pasaran karena biaya transportasi dan logistik cukup besar. Bahkan, tak jarang harga sayuran dalam negeri justru lebih mahal ketimbang produk hortikultura impor, seperti wortel , bawang dari China atau Thailand, Malaysia. Padahal bahan makanan pokok, termasuk hortikultura, menyumbang sekitar 35 persen sumber inflasi. Tanyalah harga bahan bangunan kepada orang Papua, sangat mahal. Sektor logistik secara makro menentukan daya saing suatu negara. Bila daya saing diartikan sebagai perbandingan produktivitas dan biaya, maka daya saing dapat diukur melalui persentasi ongkos logistik terhadap pendapatan nasional bruto suatu negara. Semakin rendah ongkos logistik maka semakin baik daya saing negara tersebut. Ongkos logistik Indonesia diperkirakan sekitar 20-25% dari PDB. Jika dihitung dengan PDB tahun 2010 sebesar Rp 2.310,7 triliun atas dasar harga konstan, maka ongkos logistik Indonesia sekitar Rp 500 triliun, itu sama dengan setengah dari APBN habis untuk ongkos logistic yang tidak efisien. Hal ini salah satu penyebab mengapa tingginya angka pertumbuhan ekonomi tidak berdampak luas terhadap perluasan produksi dan kesempatan kerja.
Semua tahu bahwa permasalahan mendasar dari sistem logistik Indonesia adalah masih kurang memadainya sarana dan prasarana dibandingkan dengan permintaan pelayanan jasa transportasi. Kondisi infrastruktur pelabuhan, bandara, jalan darat, dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik.Sistem transportasi intermodal ataupun multimoda belum dapat berjalan dengan baik. Karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara belum dapat berjalan lancar. Ini disebabkan belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan bandara tersebut, sehingga menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal, belum lagi prilaku aparat yang korup. Mengapa pemerintah tidak melakukan secara all out untuk mencari jalan keluar terpenuhinya system losgistik yang efisien? Jawabannya hanya satu bahwa sistem yang amburadul memang membuat nyaman para birokrat yang bermental korup. Padahal system transfortasi dan logistik merupakan komponen penting bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional masa kini dan mendatang. Semoga tahun 2014 nanti kita bisa memilih pemimpin yang benar, yang mampu membenahi system logistik nasional. Semoga.
Dari segi layanan logistik yang ada di Indonesia saat ini masih terlalu panjang dan tidak efisien atau tepatnya amburadul, yang berdampak harga barang menjadi mahal. Contoh biaya logistik untuk produk pertanian masih di atas 40 persen. Akibatnya jangan kaget bila harga panen yang awalnya sangat rendah menjadi begitu tinggi di pasaran karena biaya transportasi dan logistik cukup besar. Bahkan, tak jarang harga sayuran dalam negeri justru lebih mahal ketimbang produk hortikultura impor, seperti wortel , bawang dari China atau Thailand, Malaysia. Padahal bahan makanan pokok, termasuk hortikultura, menyumbang sekitar 35 persen sumber inflasi. Tanyalah harga bahan bangunan kepada orang Papua, sangat mahal. Sektor logistik secara makro menentukan daya saing suatu negara. Bila daya saing diartikan sebagai perbandingan produktivitas dan biaya, maka daya saing dapat diukur melalui persentasi ongkos logistik terhadap pendapatan nasional bruto suatu negara. Semakin rendah ongkos logistik maka semakin baik daya saing negara tersebut. Ongkos logistik Indonesia diperkirakan sekitar 20-25% dari PDB. Jika dihitung dengan PDB tahun 2010 sebesar Rp 2.310,7 triliun atas dasar harga konstan, maka ongkos logistik Indonesia sekitar Rp 500 triliun, itu sama dengan setengah dari APBN habis untuk ongkos logistic yang tidak efisien. Hal ini salah satu penyebab mengapa tingginya angka pertumbuhan ekonomi tidak berdampak luas terhadap perluasan produksi dan kesempatan kerja.
Semua tahu bahwa permasalahan mendasar dari sistem logistik Indonesia adalah masih kurang memadainya sarana dan prasarana dibandingkan dengan permintaan pelayanan jasa transportasi. Kondisi infrastruktur pelabuhan, bandara, jalan darat, dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik.Sistem transportasi intermodal ataupun multimoda belum dapat berjalan dengan baik. Karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara belum dapat berjalan lancar. Ini disebabkan belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan bandara tersebut, sehingga menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal, belum lagi prilaku aparat yang korup. Mengapa pemerintah tidak melakukan secara all out untuk mencari jalan keluar terpenuhinya system losgistik yang efisien? Jawabannya hanya satu bahwa sistem yang amburadul memang membuat nyaman para birokrat yang bermental korup. Padahal system transfortasi dan logistik merupakan komponen penting bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional masa kini dan mendatang. Semoga tahun 2014 nanti kita bisa memilih pemimpin yang benar, yang mampu membenahi system logistik nasional. Semoga.
No comments:
Post a Comment