Tuesday, March 26, 2013

Demokrasi ? Pemerintah yang efektif


Ketika reformasi dan jatuhnya Gus Dur oleh kekuatan elite di Parlemen dengan kemudian menjadikan Megawati sebagai presiden, maka kita menyebut bahwa Pemerintahan Soekarno = Old Order, Pemerintahan Soeharto = New Order, Pemerintahan Habibie = Dis-Order, Pemerintahan Abdurrahman Wahid = No Order, Pemerintahan Megawati = Reform-Order. Ya benarlah, DI era Megawati RUU tentang PEMILU di syahkan dan lengkap dengan infrastruktur kelembagaan yang mendukungnya seperti Bawaslu, KPU. Disamping itu juga dibentuk KPK , MK dll sebagai sebuah commitment reform Era terhadap pemerintahan yang berdiri diatas nilai nilai demokrasi tentang clean dan Good government. Demokrasi Pancasila masuk keranjang sampah, digantikan demokrasi liberal bahkan paling liberal didunia. Ini bukan reformasi tapi REVOLUSI. Perubahan dari negeri socialist religious menjadi negeri capitalism individualist yang berdiri diatas system demokrasi liberal. Ketika tahun 2000 dalam satu seminar yang diadakan oleh FORKEM ( Forum Komunikasi Wartawan EKonomi Moneter ) , saya sempat bertanya dengan salah satu pakar Politik tentang demokrasi liberal yang sedang di Rancang oleh DPR. Menurutnya di era sekarang , Negara yang tidak menerapkan demokrasi liberal maka akan disudutkan oleh negara lender berserta group funder insitusi seperti World bank, IMF. 

Ternyata reformasi yang terkesan revolusi itu tak lebih pra syarat compliance untuk  mendapatkan sumber pembiayaan dari asing untuk  menutupi APBN yang terancam default memenuhi kebutuhan belanja rutin akibat recovery perbankan yang memakan ongkos mahal. Lantas mengapa dengan Demokrasi LIberal? Dalam demokrasi liberal peran utama dipegang oleh partai politik. Karenanya tak bisa dielakkan permainan partai politik untuk memenangkan tujuannya menggunakan berbagai cara dan alat, yang kurang cocok dengan etika dan moralitas, termasuk membeli suara atau money politic. Kekuasaan menjadi terdistribusi sehingga proses pengambilan keputusan menjadi bertele tele dan melelahkan. Jalan lambat seperti siput. Dr. Raj Vasil, yaitu seorang pakar ilmu politik di Selandia Baru yang mempelajari Asia Tenggara selama 45 tahun terakhir. Ia menulis di Sunday Review bahwa demokrasi liberal bukan pilihan yang tepat bagi Indonesia. Mungkin alasanya karena budaya dan agama sangat mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia yang dalam demokrasi liberal itu hal yang terpisahkan dari politik. Mungkin itu sebabnya setelah periode kedua terpilih sebagai presiden, SBY tak lagi nampak nyaman dengan Demokrasi  dalam kehidupan bernegara. Karena nyatanya kebebasan atas dasar HAM pada akhirnya membuat semua orang kehilangan value untuk berbuat besar.

Bagi pemimpin yang visioner maka system demokrasi liberal akan memasungnya menjadi banci. Bahkan terkesan pecundang dihadapan rakyat. Dia lemah tak berdaya bersikap cepat bila harus berbuat. Ia bukan penentu arah dan penentu kecepatan. Ia hanya person yang ditempatkan ditempat terhormat namun tak sepenuhnya berkuasa layaknya imam sholat atau Raja yang bertitah satu. Ia bagian dari sistem distribusi kekuasaan yang sehingga setiap orang tidak bisa meng claim dia paling berkuasa. Awal reformasi para elite senang namun lambat laun merekapun merasa tidak nyaman karena Stabilitis politik acap terganggu akibat perseteruan antar kekuasaan executive, legislative, judicative. Posisi ormas dan Media massa sangat bebas sehingga kadang mengganggu kebijakan pemerintah yang  berujung pada jatuhnya kredibilitas pemerintah. Dalam situasi itulah maka para elite secara nature berkumpul untuk menyamakan persepsi agar kembali kepada demokrasi bukan liberal. Kini sedang di Rancang UU mengenai Ormas. Semua pasal tak lagi memberikan kebebasan menurut public tapi menurut penguasa. Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional sudah mulai dibahas oleh DPR yang memuat pasal membatasi kebebasan sipil dan memberikan hak kepada pemerintah melalui TNI dan Polri meredamnya demi keamanan Nasional. 

Ya keamanan bukan hanya soal ancaman dari luar tapi juga ancaman dari dalam yang sehingga membuat pemerintah tidak efektif.  Era sekarang citra pemerintah tidak dilihat dari system politik yang diterapkan tapi sejauh mana pemerintah bisa mendelivery jasa dan barang yang terjangkau oleh rakyat dan mendapatkan uang untuk belanja tidak sulit karena kesempatan kerja dan usaha terbuka lebar dan adil.  Ini hanya mungkin tercapai bila presiden itu efektif tanpa diganggu oleh sistem distribusi kekuasaan. Rakyat hanya ingin pemerintahan efektif melaksanakan kekuasaannya, yang ditandai daya responsive yang tinggi. Untuk itu , memang demokrasi liberal tidak bisa diterapkan, karena tidak membuat pemerintah efektif mengelola 6000 pulau dari Sabang sampai Marauke dengan populasi diatas 200 juta. Lantas apakah dengan RUU Ormas dan Keamanan Nasional sudah cukup membuat demokrasi tidak liberal? Demokrasi seperti apa? demokrasi ala Soekarno yang terpimpin , pernah dicoba tapi tidak cocok. Demokrasi pancasila ala Soeharto , malah hasilnya KKN. Jadi apa ? Ya Demokrasai dihapus saja dan diganti apalah namanya yang dapat melahirkan pemimpin yang amanah. Sebuah sistem yang menjamin kebenaran dijunjung, kebaikan dibela, keadilan tegak. Suatu proses yang bertumpu kepada akhlak mulia para elite yang hikmah dan bijakasana  untuk lahirnya masyarakat sejahtera dibawah lindungan Allah. Kembali kepada Pancasila? atau Islam is enough ?

Saturday, March 23, 2013

TNI VS POLRI


Sabtu (23/03/2013) ,pukul 0.30 dini hari di Lapas Sleman, pintu Lapas diketuk oleh empat orang berpakaian preman dengan menunjukan surat tugas dari Polda DI Yogyakarta. Ketika pintu Lapas dibuka, gerombolan pria bersenjata lengkap dengan menggunakan topeng masuk tanpa banyak bersuara memaksa petugas Lapas menunjukan ruang empat orang penghuni Lapas  yang menjadi target. Dihadapan penghuni lapas lainnnya keempat orang itu dieksekusi mati oleh gerombolan pria bersenjata itu.  Sementara petugas Lapas yang berjumlah delapan orang telah dlumpuhkan. Semua proses itu berlangsung hanya 15 menit. Peristiwa ini membuat kita merinding. Siapakah pelakunya? Diragukan itu berasal dari sipil, demikian tanggapan teman saya yang juga rekanan procurement TNI. Karena palaku tidak satu orang. Jumlahnya ada 15-20 orang yang bersenjata laras panjang dan granat. Tidak mudah menyediakan senjata untuk lebih selusin kecuali memang aparat. Dari kronologis peristiwa itu nampak bahwa operasi pembunuhan keempat orang penghuni lapas  itu dilakukan dengan sangat professional, terkesan dingin dan hanya membunuh yang menjadi target setelah itu berlalu dengan cepat.  Dugaan teman ini mungkin ada benarnya karena keempat orang itu adalah pelaku pembunuhan Sersan Satu Santosa, anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Hugo's Cafe Yogya, 19 Maret 2013 lalu. Sepertinya ini aksi dari spirit solidaritas korps…

Siapakah pelakunya? TNI dengan tegas mengatakan bahwa pelakunya bukan berasal dari aparatnya. Walau salah satu korban dari keempat penghuni lapas itu adalah mantan Polisi namun tidak terdengar pendapat yang mengindikasi adanya pertikaian antara TNI dan Polri. Lantas siapa ? apakah ini terroris ? Semakin saling mengelak semakin menunjukan pertarungan antara TNI dan Polisi atau TNI vs Sipil semakin jelas arahnya, yaitu membuat negara lemah dan membuat pemerintah rusak citranya dihadapan rakyat; Betapa tidak berdayanya Negara melindungi terpidana didalam penjara. Kalau orang dibawah pengawasan keamanan 24 jam saja tidak aman bagaimana dengan orang diluar yang jauh dari jangkauan aparat keamanan? Dari peristiwa ini kita mulai bertanya dimana Negara ? dimana kepemimpinan. Dimana undang Undang. Dimana hukum.  Semakin mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam spremasi sipil saat ini. Bahwa seharusnya supremasi sipil adalah supremasi hokum. Lantas apa jadinya bila kenyataannya sipil yang korup memperdagangkan hukum. Rakyat kecewa, apalagi TNI yang memegang teguh dokrin Tentara Rakyat, pembela Pancasila. Seharusnya ini disadari oleh para elite politik sipil. Sadar bahwa mereka tidak bebas berbuat sesukanya. Ada kekuatan lain yang bisa menjadikan mereka pecundang.

Ya, diatas kemajuan ekonomi yang dibanggakan oleh pemerintah ternyata ada satu yang mulai rapuh oleh keadaan social dan politik. Apa itu ? hubungan antara Polri dan TNI. Lebih luas lagi adalah hubungan antara TNI dan sipil. Setelah Reformasi, perseteruan antara TNI dan Polri sering terjadi. Peristiwa paling fenomenal terjadi pada 2001. Bentrokan antara anggota Polresta Madiun dengan Batalion 501 diawali masalah sepele, yaitu berselisih di antrean SPBU. Bentrokan ini membuat situasi Madiun, Jawa Timur mencekam. Kantor Mapolresta Madiun sempat dua kali diserang anggota TNI. Baku tembak tak terhindarkan. Ada juga bentrok di Ternate, Oktober 2009, yang dipicu masalah penjagaan di sebuah pelabuhan Bentrokan ini bermula dari kesalahpahaman antara anggota TNI-Polri yang ditugaskan mengamankan kapal Lambelu ketika mendarat di Pelabuhan Ternate, Maluku Utara.  Sejumlah anggota bintara magang Polri tiba-tiba diserang anggota TNI yang berpakaian preman. Akibatnya, tiga anggota bintara terluka terkena tusukan sangkur. Akibat insiden ini, Kota Ternate mendadak menjadi tegang. Bulan ini terjadi pembakaran Mapolres OKU di Sumsel oleh puluhan prajurit TNI. Peristiwa bentrok antara anggota TNI versus Polri itu bukan kali itu saja terjadi. Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, sejak 2005 hingga kini, setidaknya terjadi 28 peristiwa bentrokan terbuka antara anggota dua korps tersebut di berbagai daerah.

Dengan diamandemennya UUD 45 maka terjadi re-definisi Sistem Pertahanan Nasional dengan pemisahan secara tegas antara POLRI dan TNI. Tugas keamanan dalam negeri sepenuhnya otoritas POLRi yang strukturnya langsung dibawah Presiden. TNI hanya bertugas menjaga keamanan dari ancaman pihak luar. Apakah ini diterima bulat oleh TNI? Tahun 2000 saya masih ingat dengan ucapan teman perwira TNI bahwa walau kedudukan TNI sekarang berubah seiring berubahnya UUD 45 namun bukan berarti TNI juga berubah. TNI tidak loyal kepada UUD tapi loyal kepada Pancasila. Selagi UUD seiring sejalan dengan Pancasila, dimanapun TNI ditempatkan maka itu akan menjadi pengabdian dan kehortmatan bagi TNI. Kenyataannya kedudukan TNI sekarang ini tak lain menempatkan TNI di sudut yang kalah dan terabaikan secara system dari supremasi sipil, yang pada waktu bersamaan sipil gagal menuaikan janjinya lebih baik dibandingkan militer dan Pancasila diabaikan. Bahkan sipil bersama Polri hidup bergelimang kemewahan dari korupsi dan ini tentu menimbulkan efek psikologis bagi TNI khususnya ditingkat perwira menengah kebawah. Tak heran, terlihat adanya indikasi bahwa TNI ingin kembali mendapatkan kewenangan di luar fungsi pertahanan negara, yaitu keamanan dalam negeri, seperti yang dilakukan lewat RUU Keamanan Nasional. Namun elite politik tidak rela begitu saja membuat TNI kembali berperan significant.

Agar stabilitas keamanan dan politik negeri ini terjadi solid maka 1).pemerintah harus menempatkan kedudukan kelembagaan TNI setara dengan Polri dan 2). memperbaiki kesejahteraan prajurit TNI setara dengan Polri serta 3). menjamin spremasi sipil adalah supremasi hukum dengan menempatkan kebenaran, kebaikan dan keadilan diatas segala galanya. Apabila ketiga hal tersebut tidak segera dilaksanakan maka sejarah membuktikan TNI akan selalu bersama rakyat melakukan perubahan secara halus maupun kasar. Sehebat apapun pemerintah, akan jatuh. Semoga ini disadari …

Sunday, March 17, 2013

Prabowo dan SBY


Apakah ada yang luar biasa dari pertemuan antara SBY dan Prabowo minggu lalu di Istana? Sebagian menanggapi bahwa ini biasa saja karena memang SBY dan Prabowo adalah alumni AMN tahun 1973. Mereka sudah berteman sejak masih dalam pendidikan militer dan sama sama berkarir cemerlang dimedan tugas Abri. Setidaknya chemistry keduanya adalah sama. Sama sama prajurit yang dididik dengan baik untuk bela Negara dengan nasionalisme yang tak perlu dipertanyakan integritasnya.  Tapi ada pula pihak yang mempunyai penilaian bahwa ada proses sejak tahun lalu dimana SBY berusaha untuk menjalin hubungan strategis dengan Prabowo. Hal ini dapat dimengerti  menurut teman yang juga DPP Partai mengatakan bahwa gerakan Garindra secara nasional  sangat sistemasi dan terorganisir dengan baik terutama sejak Pemilu 2009. Mungkin Garindra adalah satu satunya Partai baru yang bisa menyaingi Golkar dari segi kesiapan insfrastruktur Partai diseluruh pelosok negeri. Juga yang lebih membuat Garindra berakar serabut dan tunggang karena misinya berhubungan dengan kesejahteraan Petani, Nelayan dan Buruh. Garindra focus dengan misinya dan berkerja denga visi kemandirian. Sementara Partai lain lebih bersifat umum. Inilah yang membuat Partai lain harus mengakui bahwa apabila Garindra unggul dalam putara Pemilu maka ia pantas mendapatkannya karena itu didapat dengan kerja keras, strategi yang tepat, serta dana yang tidak sedikit.

Jadi wajar bila SBY berusaha untuk mendekati Prabowo untuk kepentingan jangka panjang Dinasti Politiknya di Partai Demokrat. Hanya masalahnya hubungan ini tidak semudah berbicara sesama teman alumni AMN tahun 73. Disini ada bahasa politik. Ada bahasa kepentingan. Ada bahasa siapa mengendalikan siapa. Masing masing saling membaca kartu. Dari hari ke hari, bulan kebulan ,tahun ketahun, Garindra utamanya Prabowo semakin mendapatkan pengakuan tidak hanya dari kelompok masyarakat dalam negerti tapi juga masyarakat international. Prabowo diundang berbicara di forum bergengsi di Namyang University , Singapore. Diundang berbicara di Universitas Tentara Rakyat China. Dengan pengakuan ini sudah cukup bagi Prabowo untuk punya bargain dengan siapapun yang ingin berkoalisi dengannya, termasuk SBY. Sementara SBY bersama Partai Demokrat dari tahun ketahun citranya semakin merosot. Bahkan bertarung secara terbuka dengan Garindra dan PDIP di Pilkada DKI, Demokrat kalah dan terakhir hasil suvey menyebutkan bahwa elektabilitas PD  tinggal 8%. Ditambah lagi Partai Demokrat harus menghadapi persoalan internal yang serius dengan keluarnya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum. Keadaan ini tentu sangat mengkawatirkan bagi SBY. Kedekatan dengan PKS, Golkar, PKB, PAN bukanlah kedekatan yang mengamankan. Terbukti koalisi gagal mengawal kebijakan SBY soal BBM.

Sehebat apapun perkembangan Garindra dan Prabowo. Selemah apapun SBY dan Partai Demokrat namun lagi lagi politik membuat Prabowo harus mau membuka diri berkoalisi atau beraliansi dengan kekuatan politik didalam negeri khususnya dengan SBY sebagai penguasa saat ini. Mengapa ? SBY berencana akan meratifikasi Statuta ICC (International Criminal Court) menjelang akhir masa kekuasaannya. BIla rencana ini terealisir maka dapat dipastikan Prabowo akan terganjal secara serius untuk maju dalam putaran PIlres. Maklum saja bahwa gugatan para aktifis kepada Prabowo atas pelanggaran HAM semasa dia menjabat Komandan Kopassus akan mendapat ruang legitimate menjadikan Prabowo sebagai pesakitan. Tak ada kekuatan apapun didalam negeri yang bisa membendung ICC bila sudah bersikap. Hanya SBY yang bisa menghentikan rencana Indonesia meratifikasi Statuta ICC. Itu sebabnya Prabowo berusaha meyakinkan SBY agar menghentikan rencana itu. Kalaupun SBY setuju tentu tidak akan gratis. Ada tawar menawar yang harus disetujui oleh Prabowo dalam berkoalisi dengan Partai Demokrat. Yang pasti ada equality dan mutual simbiosis. SBY butuh Garindra untuk mengamankan Partai Demokrat setelah tahun 2014 yang diperkirakan akan jatuh pamornya. Prabowo butuh SBY untuk mengamankan proses terpilihnya ia sebagai presiden.

Syarat yang ditetapkan oleh UU Pemilu sekarang untuk bisa mencalonkan seorang jadi presiden maka Partai pengusung harus lolos 25% elekteoral threshold atau 20% kursi di parlemen. Jika dikalkulasi, paling banyak hanya 4 kandidat yang bisa maju ke pencalonan. Itu pun cukup sulit. Sebab, menurut survei, di Pemilu 2014 tak ada satu parpol pun yang berhasil menembus angka psikologis itu. Partai Demokrat di Pemilu 2009 saja hanya mampu meraih 20,85%. Diprediksi, suara partainya SBY itu akan tergerus cukup banyak. Kalau mengikuti hasil survey tinggal 8%.  Partai Golkar yang diprediksi akan naik juga tidak sampai 16%. PDIP juga diprediksi turun di kisaran 12%. Artinya, tiga partai besar pun harus merangkul partai lain untuk bisa mendapat tiket. Gerindra yang diprediksi bakal melonjak, juga tak lebih dari 10%. Namun dari sisi Pribadi Prabowo merupakan capres yang tingkat elektabilitasnya termasuk tinggi dibandingkan yang lain. Itu sebabnya Garindra harus berkoalisi dengan partai lain agar mememuhi syarat menempatkan Prabowo sebagai Capres dan Partai Demokrat adalah pilihan utama. Namun Koalisi Partai Garindra dan Demokrat diperkirakan tidak akan cukup untuk menenuhi syarat 25% elekteoral threshold. Partai apalagi? PDIP tidak mungkin menjadi cawapres. Golkar juga tidak mungkin karena sudah ada Ical. Mungkin Prabowo akan berkoalisi dengan PAN agar menggiring partai Islam mendukungnya.

Bagaimana bila kenyataan nanti Garindra bisa melewati 25% elekteoral threshold sehingga berhasil menjadikan Prabowo terpilih sebagai president? Setelah itu terjadi koalisi antar trah militer yaitu Garindra , Partai Demokrat dan Hanura yang mencapai diatas 50 % kursi di DPR. Apa yang akan terjadi ? Saya ingat kata teman aktifis bahwa chemistry Militer adalah Pancasila. Ini sudah harga mati. Bila Prabowo jadi Presiden dan Parlemen mayoritas dikuasai oleh PD ( SBY), Garindra ( Prabowo) dan Hanura ( Wiranto) maka agenda pertama yang akan dilakukan oleh mereka adalah kembali kepada UUd 45 dan Pancasila secara murni. UUD45 yang sudah diamandemen akan masuk keranjang sampah. Maka euforia demokrasi liberal usai sudah. Saatnya semua pihak bekerja keras dalam satu komando demokrasi pancasila , yang teratur dan tertip, serta penuh kekeluargaan untuk lahirnya keadilan sosial bagi semua. Tapi bagaimanapun, kita akan lihat 2014 nanti dan yang pasti kini nasip Prabowo ditangan SBY untuk bisa menuju 2014.

Monday, March 11, 2013

Logistik Nasional


Suatu waktu saya bersama teman berkunjung ke Hobei di provinsi Wuhan, china dan saat itulah teman yang juga professor disalah satu universitas di Eropa sempat berkata kepada saya bahwa kemajuan China dibidang Ekonomi bukanlah sesuatu yang hebat. Saya bingung. Karena seharusnya teman ini terpesona dengan infrastruktur dan kapasitas industry yang dilihatnya selama kunjungan ke Hobei. Menurutnya apa yang dicapai oleh China kini bisa juga dicapai oleh Negara manapun. Jadi bukan sesuatu yang sulit dipelajari. Apa itu? China mampu memastikan kelancaran distribusi barang dan jasa secara efisien. Kelancaran ini didukung oleh infrastruktur logistic yang luas dan merata diseluruh china. Sehingga setiap wilayah mampu mengembangkan potensinya dan mendapatkan manfaat dari itu lewat kemampuannya mensuplay kebutuhan pasar dalam negeri maupun international. Anda bisa bayangkan pedagang bunga di Pasar Pagi dan Sawah Besar Jakarta merasa lebih nyaman dan menguntungkan membeli (import) bunga dari Yunnan ( China) daripada beli bunga dari Lembang ( Bandung). Pedagang buah buahan Jakarta merasa lebih nyaman dan menguntungkan membeli (import) Jeruk dari exporter Shanghai dibandingkan membeli Jeruk dari pedagang besar di Kalimantan. Itulah kehebatan dukungan system logistic yang dimiliki oleh china.

Sang professor berkata kepada saya bahwa negara-negara yang berhasil dalam pencapaian tujuan pembangunan adalah negara-negara yang memiliki sistem logistic yang efisien. Untuk itu harus didukung akan sarana transforitasi dan sistem administrasi layanan yang cepat. China memiliki jalan tol terpanjang di dunia,  memiliki panjang jalur kereta sekitar 100.000 kilometer yang menghubungkan seluruh provinsi yang ada di China, dan akan ditingkatkan menjadi 170.000 pada 2030. Negeri Panda itu kini juga telah memiliki jalur kereta cepat ( express trains) sepanjang 8.358 kilometer yang merupakan terpanjang di dunia, serta akan dibangun pula jalur yang menghubungkan hingga Tibet, Rusia serta beberapa negara ASEAN. Dan China mampu mengelola system transportasi nasional yang meliputi darat, laut dan udara dengan efisien dan efektif untuk mendukung lalu lintas logistic. Yang menyedihkan bagi Indonesia adalah kinerja Logistik  masih di bawah negara tetangga di Asia. Bank Dunia (2012)  mempublikasikan Logistic Performance Index  yang menempatkan kinerja sektor logistik Indonesia pada urutan 59 dari 155 negara. Posisi yang jauh di bawah dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, maupun Filipina yang memiliki kondisi geografis relatif sama dengan wialayah nusantara.

Dari segi layanan logistik yang ada di Indonesia saat ini masih terlalu panjang dan tidak efisien atau tepatnya amburadul, yang berdampak harga barang menjadi mahal. Contoh biaya logistik untuk produk pertanian masih di atas 40 persen. Akibatnya jangan kaget bila harga panen yang awalnya sangat rendah menjadi begitu tinggi di pasaran karena biaya transportasi dan logistik cukup besar. Bahkan, tak jarang harga sayuran dalam negeri justru lebih mahal ketimbang produk hortikultura impor, seperti wortel , bawang dari China atau Thailand, Malaysia. Padahal bahan makanan pokok, termasuk hortikultura, menyumbang sekitar 35 persen sumber inflasi. Tanyalah harga bahan bangunan kepada orang Papua, sangat mahal. Sektor logistik secara makro menentukan daya saing suatu negara. Bila daya saing diartikan sebagai perbandingan produktivitas dan biaya, maka daya saing dapat diukur melalui persentasi ongkos logistik terhadap pendapatan nasional bruto suatu negara. Semakin rendah ongkos logistik maka semakin baik daya saing negara tersebut. Ongkos logistik Indonesia diperkirakan sekitar 20-25% dari PDB. Jika dihitung dengan PDB tahun 2010 sebesar Rp 2.310,7 triliun atas dasar harga konstan, maka ongkos logistik Indonesia sekitar Rp 500 triliun, itu sama dengan setengah dari APBN habis untuk ongkos logistic yang tidak efisien. Hal ini salah satu penyebab mengapa tingginya angka pertumbuhan ekonomi tidak berdampak luas terhadap perluasan produksi dan kesempatan kerja. 

Semua tahu bahwa permasalahan mendasar dari sistem logistik  Indonesia adalah masih kurang memadainya sarana dan prasarana dibandingkan dengan permintaan pelayanan jasa transportasi.  Kondisi infrastruktur pelabuhan, bandara, jalan darat, dan jalur kereta api dinilai masih kurang memadai untuk mendukung kelancaran lalu lintas logistik.Sistem transportasi intermodal ataupun multimoda belum dapat berjalan dengan baik. Karena akses transportasi dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan dan bandara belum dapat berjalan lancar. Ini disebabkan belum optimalnya infrastruktur pelabuhan dan bandara tersebut, sehingga menyebabkan kualitas pelayanan menjadi rendah dan tarif jasa menjadi mahal, belum lagi prilaku aparat yang korup. Mengapa pemerintah tidak melakukan secara all out untuk mencari jalan keluar terpenuhinya system losgistik yang efisien? Jawabannya hanya satu bahwa  sistem yang amburadul memang membuat nyaman para birokrat yang bermental korup. Padahal system transfortasi  dan logistik merupakan komponen penting bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional masa kini dan mendatang. Semoga tahun 2014 nanti kita bisa memilih pemimpin yang benar, yang mampu membenahi system logistik nasional. Semoga.

Saturday, March 2, 2013

Erdogan dan Turki


Dulu saya masih ingat ketika naik taksi di Istanbul , saya harus menyediakan uang lira dengan nominal besar untuk  membayar taksi hanya karena kurs lira yang sangat murah dihadapan USD, dan itulah dampak dari hyperinflasi dari rezim yang sangat lemah mengelola moneter dan tentu juga lemah mengelola negara. Tapi kini setelah reformasi, tampilnya AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi ) atau Partai Keadilan sebagai pemenang PEMILU dengan Recep Tayyep Erdogan sebagai Perdana Menteri, Ekonomi Turki yang semula morat-marit, segera pulih. Inflasi terkendali dan menurun tajam: sekarang di bawah 8 persen/tahun. Perekonomian tumbuh konsisten 7 persen sampai 8 persen/tahun. Pengangguran berkurang, bahkan standar upah minimun pekerja dinaikkan. Mata uang Lira juga menguat. Turki berhasil melakukan redenomiasi mata uang lira dan dinilai sangat berhasil di bandingkan negara yang pernah melakukan redenominasi. Kurs Lira Turki yang semula bernilai jutaan di hadapan dolar Amerika , kini  1 dolar Amerika senilai 1,5 Lira Turki saja. Bank Dunia memprediksi, pada 2025 nanti, Turki akan menjadi salah satu negara terkaya. Pada saat itu Turki juga menjadi 15 besar tiang ekonomi global yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi negara lain. Dan Kini dengan keberhasilannya, Turki mampu menanamkan pengaruh geopolitiknya. Di Barat, Turki mulai menjadi pemain kunci di wilayah Mediterania. Di Utara dan Timur, ia menjadi penghubung Asia Tengah. Yang terpenting adalah, di Selatan, ia menjadi contoh sintesis keberhasilan industrialisasi dan kebudayaan Islam. 

Lalu siapa Erdogan? Erdogan, politisi kelahiran 1954 dan jago bola ini adalah sarjana manajemen dari Universtas Marmara, Istanbul. Pada 1970, dalam usia belia, ia sudah terjun ke dunia politik lewat MSP (Milli Selamet Partisi/Partai Orde Nasional) pimpinan Dr. Necmettin Erbakan, sebuah partai yang dicurigai militer karena dianggap anti-sekularisme. Kemudian terjadi kudeta militer di 1980. Rezim berkuasa melarang semua parpol. Pada saat itu, Erdogan bekerja pada Otoritas Transportasi Istanbul. Aneh bin ajaib, bosnya menyuruh Erdogan mencukur kumisnya karena dikatakan berbau Islam. Erdogan menampik, lalu ia keluar untuk kemudian memasuki dunia bisnis dan politik. Sekularisme Turki ternyata juga mengurus kumis, tetapi gagal mengurus kemakmuran rakyat.  Pada 1983, pada saat angin demokrasi bertiup di Turki, Erdogan menyertai partai RP (Refah Partisi/Partai Kemakmuran), juga pimpinan Erbakan. Di 1994, Erdogan terpilih jadi Wali Kota Istanbul, sebuah kota metropolitan terbesar dengan penduduk sekitar 10 juta. Karena RP selalu dicurigai politisi sekuler, pemerintah membubarkan RP. Erdogan dianggap dapat mengguncangkan bangunan sekularisme setelah ia membacakan puisi yang bernuansa Islam. Dia ditangkap, kemudian dihukum 10 bulan, tapi entah apa sebabnya tiba-tiba dikurangi menjadi empat bulan.  Sebagai politikus berbakat dan cerdik, setelah pembebasannya, Erdogan tidak menyia-nyiakan peluang politik yang semakin terbuka. Pada 2001, partai baru AKP dibentuknya. Ibarat menjolok buah ranum yang hampir jatuh, dalam pemilu November 2002, AKP keluar sebagai pemenang dengan meraup 363 dari 550 kursi yang tersedia di parlemen. Dunia sekuler Turki sempoyongan. Pada Maret 2003 ia dilantik jadi perdana menteri.

Tanda tanda kehebatan Erdogan sebagai pemimpin sudah nampak ketika Erdogan menjadi Wali Kota Istanbul di akhir dekade 90-an, ia berhasil mengembangkan bekas ibu kota imperium Ottoman (Utsmaniyyah) itu yang kehilangan ruh dan gairahnya pasca bercokolnya rezim sekuler Ataturk. Kebersihan, ketertiban, membaiknya pelayanan, pemberantasan korupsi, hingga berkurangnya arus kemacetan merupakan beberapa prestasi Erdogan saat memimpin kota Istanbul. Kini Istanbul sejajar dengan Singapore, Hong Kong, Dubai, New York, London, Toronto, Shanghai sebagai International financial center. Rakyat Turki yang 99% beragama islam memang pantas bersyukur kepada Allah dengan tampilnya Erdogan sebagai pemimpin. Dengan akhlak seorang kiyai dan kehandalan seorang ahli management serta ekonom telah menggiring Turki kearah reformasi yang sejuk dan damai. Ekonomi membaik secara significant. Kelompok sekuler yang telah berkuasa lebih dari 80 tahun dapat dijinakan untuk berubah dan kembali kepada Syariah Islam. Ini memang masih berproses secara gradual namun akan mengarah kepada syariah Islam secara kaffah. Dengan AKP menguasai mayoritas di parlemen maka tidak akan mengalami kesulitan berarti untuk merubahnya walau tentu butuh waktu. Namun secara fakta UU sekular yang ada sekarang tidak bisa membendung syariah islam ditegakkan,  seperti larangan pakai jilbab bagi wanita kini dilanggar dengan mudah.Lebih 50% wanita Turki kini pakai jilbab.Bahasa Arab dan Al Quran yang tadinya dilarang diajarkan di Turki , di era Erdogan kembali diajarkan secara luas disemua jenjang pendidikan. Gerakan kembali ke masjid efektif membuat masjid diramaikan jamaah disetiap waktu sholat.Membuat umat semakin dekat kepada ulama. Membuat ulama semakin mendapat tempat didalam masyarakat dan negara.

Berkat berbagai macam prestasi itulah, Erdogan mendapatkan tempat dan kepercayaan di hati rakyat Turki. Ia menjadi idola dan pahlawan rakyat Turki. Simpatisan AKP pun kian berlipat dan kembali memenangkan pemilu di tahun 2007. Erdogan kembali dipilih sebagai PM dan Abdullah Gul terpilih sebagai Presiden. Semua tahu bahwa Erdogan adalah pendiri AKP yang bukan partai Islam, tetapi partai sekuler yang menghormati agama. Meski demikian, tak ada yang meragukan jika Erdogan adalah sosok Hoja (Kiyai) dan AKP adalah partai berspirit Islam-moderat. Yang pasti di tangan Erdogan, Islam menawarkan solusi, bukan slogan formalisme seperti yang diusung berbagai kelompok yang buta realitas. Islam ditempatkan dalam dimensi sikap dan perbuatan dengan mengedepankan kebenaran, kebaikan dan keadilan oleh pemimpinnya. Nilai nilai inilah yang menjadi inspirasi bagi Rakyat Turki untuk kembali kepada Islam secara kaffah dengan rasa percaya diri tinggi untuk keluar dari sekularisme yang membelenggu konstitusi, bahwa mereka adalah umat yang sempurna dan dalam lindungan Allah selagi mereka beriman dan bertaqwa. Kita merindukan Pemimpin seperti Erdogan, semoga 2014 nanti kita bisa memilih dengan benar...

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...