Thursday, July 5, 2012

Markiah...


Tadi siang saya nonton TV one ada berita seorang ibu  yang mengakiri hidupnya bersama kedua anaknya dengan melompat dari jembatan Pulo empang, Bogor Tengah, Kota Bogor. Akibatnya wanita itu meninggal dunia bersama anak keduanya. Sementara anak pertamanya dapat diselamatkan oleh warga. Kejadian itu Rabu 4 Juli 2012. Dari Koran digital , saya membaca lebih lengkap. Setelah itu saya terenyuh. Saya bacakan kisah itu dihadapan istri saya. Istri saya berlinang air mata.Saya terkejut, karena saya pikir istri saya akan menyalahkan wanita itu karena tidak sabar dalam kemiskinan. Seakan sambil berbisik dia berkata, kita ikut bersalah dengan keadaan itu. Tapi yang lebih bersalah adalah mereka yang duduk dan ditakdirkan sebagai pemimpin di negeri ini. Para tuan terhormat tidak akan pernah merasa bersalah akibat kematian Markiah, Tidak mungkin! Tentu , semua itu karena tuan-tuan para elite penguasa negeri ini adalah orang yang beradab. Mengaku bersih dari segala dosa dan noda.

Tuan memang beradab. Tapi tak ada peradaban ketika Markiah harus lompat dari Jembatan , jatuh dan mati, sebuah harapan telah hilang ditelan debu kepongahan, dan kita semua yang memilih para elite itu tidak berbuat banyak untuk manusia seperti Markiah yang jumlahnya selalu dikaburkan oleh data statisitik . Markiah adalah indikator negatif peradaban. Dia seorang janda miskin. Ketika suaminya meninggal, tak ada harta yang ditinggalkan. Sejak suaminya meninggal dia bersama kedua anaknya tinggal berpindah pindah. Demikian pengakuan dari anaknya tertua. Mungkin setiap dia tinggal terpaksa diusir karena tak mampu membayar sewa rumah. Dari Banten akhirnya dia mati di Bogor. Memang takdir telah berlaku baginya. Selesaikah ? tapi diakui atau tidak , seorang Markiah nasipnya ditentukan oleh tuan tuan terhormat di Parlemen dan Tuan Tuan yang Kabinet dan Tuan President, juga kita yang berkecukupan. Mengapa ? Karena uang semakin banyak , uang semakin sulit didapat oleh simiskin. Ketidak adilan yang memang menyedihkan dan ini teror bagi simiskin secara sistematis, berujung kepada kematian sia sia.

Apa daya Markiah ? Ia hidup di sebuah negeri dengan para birokrat yang seperti tak hendak tahu dan berbuat; kemiskinan akibat sebuah system bukanlah hal yang baru, Ini sudah dibicarakan dan dibahas sejak era kolonialis hingga negeri ini di Proklamirkan. Markiah  adalah sebuah indikator kemalasan da keculasan para pemimpin.  Ia juga gejala kegagalan.  Di China ketika Revolusi kebudayaan para orang pintar dan terdidik serta bangsawan dibersihkan akal dan nyawanya oleh Mao. Hanya karena mereka acuh tak acuh dengan kemiskinan disekitarnya. Mereka dianggap kutu dalam selimut. Mereka pantas mati dihadapan pengadilan rakyat miskin.  Soekarno mencintai Marhaen sebagai buruh tani yang miskin. Ketika PKI tampil membela golongan Marhaen, Soekarno bermasam muka kepada ulama yang tak berpikir membela kaum miskin, kecuali ulama yang mau memikirkan orang miskin, kecuali nasionalis yang mau membela orang miskin. Maka jadilah persekutuan nasionalis dan agama untuk membela kelompok marhaen, bernama NASAKOM.

Apa yang baik bagi China, adalah ketika Deng tidak menyalahkan Mao. Deng belajar dari substansi hati nurani Mao untuk rakyat tertindas. Dengan itulah reformasi ekonomi dicanangkan dengan satu tujuan, mengangkat mereka dari kubangan kemiskinan melalui Produksi. Tapi berbeda dengan Soeharto, ketika Soekarno jatuh, dengan mudahnya menyalahkan Soekarno yang pro komunis, pro marhaen, pro rakyat tertindas. Para agamais juga menyalahkan Soekarno dengan alasan Komunis anti agama. Tapi agamais lupa substansi dari komunis yang membela orang tertindas. Mereka lupa berpolitik demi QS Al-Maun. Para nasionalis juga menyalahkan Soekarno dengan alasan tidak jelas. Tapi setelah itu, Soeharto bicara tentang Repelita melalui berhutang dan mengundang asing datang untuk memberi modal dan tekhnologi. Para Markiah dari kumpulan Marhaen menjadi penonton dalam sunyi ketika buldoser membelah dan meluluh lantakan hutan, memecah gunung dan bukit, meratakan rumah kumuh untuk dibangun Mall dan industry. Nasip kaum Marhaen terlupakan, juga Markiah tenggelam dalam catatan statistic, dan mati tanpa harapan.

Kini, apa yang berubah setelah Soekarno tiada dan Rezim Soehato jatuh? Markiah , tak tahu. Yang saya tahu, Indonesia tak mengalami apa yang dialami Iran. Di sana, demokrasi yang menggantikan kediktaturan  Syah Reza Pahlevi memangkas habis semua mereka yang pernah bersinggungan dengan Syah Reza Pahlevi, bahkan termasuk networking kapitalisme dari Barat dan AS juga disingkirkan. Yang tersisa adalah sesuatu yang baru, dengan paradigm baru untuk rakyat, untuk agama. Apa yang terjadi ? swasembada pangan , Swasembada tekhnologi , swasembada modal , swaaembada kesehatan, dan yang lebih penting lagi adalah kehormatan semakin tinggi. Saya tak tahu adakah ini soal malang rakyat  Indonesia.. Yang pasti, demokrasi datang dan negeri ini hanya punya sederet pengambil keputusan yang kacau, atau tak cerdas, atau bingung. Ya Markiah adalah indicator dari kepemimpinan yang lahir dari system yang kacau dan bombrok.  Tuan-tuan pasti punya sejuta alasan untuk tidak sependapat dengan saya. Tapi faktanya Markiah telah mati.

Kisah tragis Markiah  bukanlah hanya cerita tentang kemiskinan akibat  kekuasaan dan kebebalan. Ia juga cerita sebuah keadaan, ketika seorang bisa begitu putus asa tak ada tempat tinggal , tak ada penghasilan dengan beban dua anak,  sementara tak jauh dari tempat ia melompat dari jembatan , ada rumah pemimpin negeri ini. Ada vila mewah yang diisi oleh  selir para orang kaya di Jakarta , bisa saja mereka anggota dewan atau bisa saja juga pengusaha yang dekat dengan penguasa. Mereka terbiasa menghabiskan urang puluhan juta untuk memanjakan diri ditempat hiburan atau melempar uang lewat phone bankingnya untuk para selir dan istrinya  Cerita Markiah  adalah cerita seorang yang dibunuh dengan acuh tak acuh. Maka ia juga cerita tentang kematian yang tak terdengar, tapi seperti sebuah teriakan.  Markiah  memang tak menggugat siapa-siapa, tapi ia tetap sebuah kontras: ia kecemasan yang tak ditengok. Markiah  akhirnya sebuah cerita selamat tinggal yang tenang. Putus-asa itu tampaknya menyebabkannya siap dan ikhlas. Ia adalah pengingat kita untuk tak kianat kepada UUD 45 pasal 34 dan firman Allah QS Al-maun…

No comments:

Kepada YMP : Usulan status BULOG

  YMP Prabowo sudah membuat keputusan terhadap peran Bulog yang tidak lagi sebagai Lembaga komersial berbadan hukum Perum dibawah Meneg BUMN...