Tuesday, March 13, 2012

Ekonomi dan Politik

Seorang anak muda yang resah dengan system yang ada dibidang perekenomian sempat bertanya apa bedanya perbankan, lembaga keuangan dan Koperasi. Saya tahu bahwa dia bertanya karena berkaitan dengan structure dan system yang berlaku. Ini pertanyaan yang cerdas karena langsung kepada system yang diterapkan dan bukan hanya soal apa yang nampak dipermukaan yang kadang terkesan utopis.  Pertanyaan ini sebetulnya pernah saya ajukan ketika berdialogh dengan professor di Beijing. Dia menjawab pertanyaan saya dengan sederhana. System ekonomi pada suatu Negara berhubungan dengan system politik. Bagaiman kepemimpinan itu dilahirkan akan mencerminkan bagaimana system perekenomian dibentuk. BIla kepemimpinan lahir karena uang atau modal maka yang akan muncul adala system politik yang bekerja untuk kepentingan pemodal. Rakyat yang dimaksud adalah mereka yang juga punya akses kepada modal dan pasar. Selebihnya adalah sampah.

Baiklah. Saya akan uraikan sedikit. Lembaga perbankan, mereka pooling fund karena legitimasi Negara sesuai peraturan  standard compliance ( Kepatuhan sesuai aturan BI atau OJK ) yang tetap.  Jadi orang narok duit di bank karena dasarnya kepercayaan atas izin yang melekat pada bank. Orang tidak peduli uang itu mau diapain , yang penting dia dapat bukti penempatan dana. Kalau bank itu collapse maka resiko ditanggung Negara melalui LPS ( Lembaga penjaminan SImpanan ). LPS pun dananya dari public sendiri ( Bukan APBN) yang diberi hak memungut premi dari setiap deposan. Bank selalu menentukan bunga deposito berdasarkan suku bunga SBI. Artinya bila tidak ada debitur yang qualified maka mereka bisa lempar dana deposan itu ke BI lewat SBI dan menikmati spread dengan santai. Itu sebabnya bank hanya bekerja berdasarkan laba semata. Ini konspirasi smart antara pemilik modal dan Negara ( BI). Dengan mekanisme ini pemilik bank benar benar bisa menikmati bisnis ponzy yang legitimate.

Lembaga keuangan bukan Bank, mereka pooling fund berdasarkan peruntukan dengan jelas.  Mereka diwajibkan mem presentasikan untuk apa uang itu dipakai, apa resikonya, berapa yield nya , gimana settlement nya. Semua transfarance. DIsamping itu Negara juga berhak mengawasi dengan ketat peruntukan dana itu. Namun yang kita sayangkan adalah lembaga keungan yang didesign ini dilarang masuk langsung ke sector riel. Merka hanya boleh masuk ke sector pasar uang dan modal. Jadi lagi lagi hanya untuk kepentingkan system moneter yang sudah di design dimana uang berputar disana sana saja. Sektor riel tetap tempat yang sophisticated untuk dijangkau oleh kekuatan putaran dana public.

Lantas gimana kelanjutannya untuk perjuangan menggerakan sector riel ?  Saya tidak peduli bila dibilang puritan oleh siapapun bahwa bagi saya KOPERASI adalah cara yang tepat kalau kita ingin bicara tentang solusi yang berbasis dari masyarakat untuk masyarakat, dari tujuan  produksi/jasa , konsumsi maupun financial resource. Koperasi tidak mengenal suara mayoritas. Satu anggota satu suara. Tidak peduli berapa dia punya dana. Koperasi didirikan berdasarkan peruntukan yang jelas dan untuk kepentingan komunitas yang jelas. Para ahli ekonom selalu mengatakan bahwa kelemahan koperasi sangat sulit untuk dijadikan cara spread ownership berskala massive seperti bursa saham. Ya benar, kalau kita bicara  30 tahun lalu. Tapi di era IT system yang sudah melilit dunia, hal itu bukan hal yang sulit. Tersedia database software untuk menggerakan system keanggotaan berskala massive sekaligus clearing house nya.. Lewat IT system, secara otomatis seluruh anggota akan berpungsi langsung sebagai wakil dan ikut mengawasi secara online.

Koperasi adalah hasil renungan panjang seorang M. Hatta, bapak pendiri negeri ini. Dia seorang intelektual yang dibesarkan oleh pendidikan modern di Eropa. Dia juga hidup dalam perjuangan bawah tanah ketika usia belia. Aktif terlibat dalam diskusi lintas isme. Ada yang mengatakan bahwa Hatta adalah sufi modern yang hidup sederhana namun visinya bicara tentang cinta dan kasih sayang kepada rakyat yang lemah.  Baginya koperasi adalah alat perjuangan rakyat untuk melawan kekuatan modal.  Bung Karno dan para pendiri Negara kita mengatakan bahwa Koperasi adalah suku guru perekenomian yang berbasis kepada keadilan social dan ekonomi bagi seluruh rakyat. Mengapa ? karena koperasi yang kuat akan equal dengan kekuatan ekonomi lain seperti PT, BUMN.  Tidak akan ada saling menjatuhkan karena semua bergerak saling memberikan manfaat berdasarkan system yang diatur berbasis keadilan social bagi semua.

Sebetulnya kalaulah rezim ini begitu euphoria dengan system demokrasi maka seharusnya mereka tidak punya alasan untuk menjadikan Koperasi sebagai kekuatan barisan ekonomi Rakyat. Tidak ada system demokrasi pada PT atau Persero. Yang ada adalah  tiran kekuatan suara mayoritas berdasarkan modal, tidak peduli bila penguasa saham mayoritas itu adalah segelintir orang. Di china , kekuatan koperasi terbukti menjadi penyeimbang kekuatan pemodal. Juga di Taiwan, Eropa dan Negara lainnya. Buku tulisan Hatta masih menjadi rujukan bagi para pengambil kebijakan ekonomi makro di Negara tersebut. Jangan sampai dijadikan kebijakan ekonomi Negara berlandaskan kepada ekonomi pasar. Ekonomi adalah politik dan karena itu rakyat memilih pemimpin untuk melindungi mereka dari bayang bayang kekuatan pemodal dan pasar yang rakus juga culas.

2 comments:

Rinaldy Roy said...

Bagaimana dengan sistem pengambilan keputusan..?

Apa dengan "one man one vote" bisa berpotensi roda perusahan jalan di tempat..?

Erizeli Bandaro said...

Proses pengambilan keputusan dilakukan secara musyarawarah. Dulu kalau jumlah anggota banyak memang ruwet tapi sekarang karena IT system sudah ada ( bisa dilhat sepeti FB, dimana anggota semua punya space dan terhubung satu sama lain ) maka saran dapat disampaikan secara online dan begitu juga suara terbanyak ( lewat fooling antar anggota ) bisa didapat untuk mengambil keputusan. KIra kira begitu.

Cara China mengelola BUMN.

  Tahun 80an China melakukan reformasi ekonomi. Tantangan yang dihadapi China adalah terbatasnya sumber daya manusia yang terpelajar. Anggar...