Thursday, December 29, 2011

Revolusi sosial ?

Kemarin malam kedatangan tamu di apartement. Saya acap melihat dia di kuridor apartement dan ketika perpapasan saya hanya mengangguk sambil tersenyum. Karena sering ketemu kamipun bersapa dan tentu berkenalan. Ternyata dia orang yang ramah. Usianya sudah diatas 60 namun penampilan dan gayanya masih seperti anak muda. Dia becerita bahwa dia lahir di Hong Kong berayah dari Inggeris dan Ibu dari Hong Kong. Usia remaja dihabiskannya di London. Setelah menamatkan kuliah , dia tinggal di Hong Kong dan kemudian pindah ke Beijing. Dan terakhir menetap di Hong Kong. Pekerjaannya sekarang adalah pengusaha yang bergerak dibidang export dan import. Ciri khas bisnisnya memang sesuai dengan gaya orang Hong Kong kebanyakan. Memanfaatkan informasi yang luas untuk mendapatkan peluang bisnis. Dia membeli hasil tambang dan komoditas pertanian  dari Indonesia dan menjualnya ke China.

Walau terkesan dia pengusaha eksport import berkelas dunia dengan omzet triliunan namun dia melakukannya dari apartement. Tanpa karyawan dan juga tanpa kantor. Caranya, dia membeli Purchase Order dari pengusaha China yang terikat kontrak pembeli akhir. Maklum pembeli akhir  tidak bisa membayar tunai dan biasanya membayar tiga bulan.maka disinilah peluang dia dapat. Melalui koneksinya yang kebanyakan bangsawan kaya raya Arab yang tinggal di London, dia mendapatkan kepercayaan mengelola dana titipan ratusan juta dollar. Uang inilah yang menjadi kekuataannya mengambil alih pembiayaan kontrak. Margin keuntungan yang diberikan kepada bangsawan Arab jauh diatas bunga bank.Bagi orang Arab, bisnis ini lebih menguntungkan dan halal ketimbang mereka menempatkan dananya di Bank berbunga riba. Diapun kaya raya karena itu.

Karena dia banyak pengalaman bisnis di Indonesia dan juga di China, dia mengungkapkan kesannya terhadap China dan Indonesia. Menurutnya  kalau ada rakyat seperti kerbau  yang hanya boleh melihat kesatu arah dengan hidung ditusuk untuk dikendalikan maka itu adalah rakyat China. Walau kerbau terkesan perkasa namun tetap saja dia bodoh. Namun ada yang lebih bodoh lagi yaitu rakyat Indonesia. Mereka diberi kebebasan dalam suasana demokrasi. Mata dan pandangan mereka bebas kemana mereka mau hadapkan. Tapi mereka tetap lebih bodoh dari Rakyat China. Mengapa ? tanya saya dengan agak geram. Rakyat indonesia  hidup dalam sistem demokrasi yang bebas namun secara bebas pula pemerintah menipu anda semua. Pertumbuhan ekonomi tinggi, inflasi rendah, nyatanya kenaikan harga lebih cepat daripada pendapatan anda. dan tanah rakyat semakin menyusut kepemilikannya digantikan oleh pemodal besar. Hukum membuat anda menjadi orang bebas yang kalah. Rakyat China, jelas mereka kalah dihadapan penguasa tapi mereka dilindungi haknya  secara kekuasaan pula.

Saya hanya dapat memaklumi apa kata teman itu.  Memang benar bahwa peringkat kedua tertinggi kasus pelanggaran HAM sejak Lembaga HAM dibentuk adalah soal tanah. Dari tahun ketahun selalu kasus perampasan tanah rakyat terus meningkat. Karena tanah sudah menjadi mesin kapitalis untuk meningkatkan nilai modal.  Ketika krisis global , dunia kapitalis tidak lagi melihat high tech sebagai bisnis masa depan.  Dimasa depan hanya dua bisnis yang pasti berjaya yaitu pangan dan energy. Kedua hal ini membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Apalagi ditemukannya tekhnologi bio energy yang menggunakan bahan pangan seperti jagung , singkong, CPO sebagai bahan baku. Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris yang berada di lintasan khatulistiwa yang menikmati musim semi sepanjang tahun adalah wilayah potensi untuk mengembangkan modal menguasai bisnis pangan dan energy

Benarlah , ketika krisis global, harga pangan dan energy terus meroket. Bahkan sudah sampai pada tahap mengkawatirkan dunia. Jatuhnya rezim di Mesir karena harga pangan yang melambung hingga tak terjangkau rakyat. Sementara jumlah penduduk tertus bertambah dan kebutuhan pangan tentu semakin meningkat. Untuk beras saja diperkirakan tahun 2030 permintaan akan mencapai 50 juta ton pertahun. Kelihatannya ini era kesejahteraan bagi petani karena permintaan meningkat? oh tidak. Ini justru era pengganyangan petani. Para petani tidak berhak mendapatkan limpahan peluang bisnis itu. Yang berhak adalah pemodal dengan menguasai lahan ratusan ribu hektar dan tentu berakibat tersingkirnya petani dari lahannya, terutama petani gurem yang menguasai lahan hanya 0,5 hektar akan sangat mudah tersingkir. Mereka menjadi kumpulan pekerja berupah murah. Menjadi second class dinegeri sendiri.

Kekuatan pemodal tidak akan terhenti untuk terus menguasai lahan sepanjang yang bisa mereka kuasai. Ini sudah hukum bisnis , dimana ada peluang , uang dilempar walau harus mengorbankan orang lain. Hanya soal waktu revolusi sosial akan terjadi.  Mengapa ? Peluang besar yang diberikan pemerintah kepada system kapitalisme telah melahirkan segelintir pemodal menguasai lahan rakyat dalam jumlah besar. Mungkin soal harga kebutuhan pokok yang melambung akibat pemerintah yang culas mempermainkan mata uang lewat kebijakan inflasi dan pajak sana sini, tidak begitu dipedulikan oleh rakyat. Mereka sabar. Tapi soal tanah? Ini soal lain. Ini bersinggungan langsung dengan hak dasar rakyat jelata. Sejarah sudah membuktikan bahwa revolusi terjadi hanya berkisar soal hak akan tanah.
***
Bila hak rakyat mayoritas yang paling hakiki disinggung maka rra kondisi terjadinya revolusi sosial langsung terbangun dengan cepat dan merambat kemana mana. Pada tahap ini tidak dibutuhkan pemimpin hebat untuk meledak. Siapapun yang nekat bisa memimpin revolusi karena revolusi itu seperti kata Tan Malaka “Revolusi timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai keadaan.” Berbagai keadaan itu telah terjadi dengan sendirinya akibat rezim yang culas dan buta hati. Namun satu satunya yang paling mendasar adalah keadaan dimana hak keadilan akan tanah tidak ada lagi. Bila revolusi terjadi maka amarah dan dendam rakyat jelata akan menyatu. Ketika itu para elite entah itu pengusaha maupun penguasa akan menjadi korban....

Semoga ini disadari oleh pemerintah. Semoga…

Monday, December 19, 2011

Rating...

Peringkat ( rating ) surat hutang Indonesia naik dari BB menjadi BBB. Ini luar biasa.! Karena pada waktu bersamaan Negara maju mengalami penurunan rating  (downgrade ) surat hutangnya. Menteri Perekonomian menyambut kenaikan rating itu dengan rasa percaya diri bahwa dalam jangka waktu dekat Indonesia akan dibanjiri investor asing. Kemudian, tidak bagi Amin Rais yang mengatakan bahwa nasionalisme Indonesia sudah lumpuh karena arus investasi asing merupakan exploitasi sumber daya alam dan tak ubahnya dengan VOC. Sejarah berulang.  Pak Amin telah berkata dalam kapasitasnya sebagai politikus, sebagai cendekiawan, juga agamawan. Akankah didengar ? Walau Menko Perekonomian juga adalah petinggi partai yang didirikannya. Mungkin Pak Amin sampai berkata seperti itu karena sekedar penyambung pesan dari rakyat yang telah  kehabisan airmata dan kata kata. Ya, ada yang senang dan bangga dengan meningkatnya rating Indonesia tapi juga ada yang mulai kawatir nasionalisme akan larut dimakan arus globalisasi.

Pada jamuan makan malam dengan relasi di Republik Plaza, Guangzhou, teman dari Canada  sempat mengomentari kehebatan Indonesia mengelola hutang. Namun teman dari China yang ikut dalam makan malam itu punya komentar lain. Menurutnya ,kalau memang peningkatan rating ini by design maka seharusnya pula peningkatan daya dukung infrastruktur ekonomi juga by design. Terutama lagi adalah peningkatan Sumber Daya Manusia harus menjadi prioritas utama. Karena apa artinya peningkatan rating kalau ternyata tidak efektif menarik investasi ke sector riel yang berdampak langsung kepada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Apa artinya peningkatan rating bila pada akhirnya hanya memudahkan pemerintah menarik hutang keluar negeri. Apa gunanya peningkatan rating bila arus investasi hanya masuk ke wilayah yang tersedia infrastruktur ekonominya. Bagaimana dengan daerah lain yang miskin infrastruktur ekonominya ? Dalam era demokrasi , sudah seharusnya keterlibatan langsung rakyat banyak menjadi agenda utama ,bukan keterlibatan segelintir investor.

Ketika usai makan malam, saya sempat termenung. Apalagi ketika membuka  kompas.com yang memberitakan peristiwa di Masuji Lampung. Siapapun yang masih punya hati akan merasa larut dalam emosi ketika menyaksikan rakyat lemah dijadikan second class ditengah ambisi asing menguasai sumber daya alam. Sulit dibayangkan di negeri yang merdeka karena perang bau amis darah , yang berjihad demi tegaknya kebenaran, kebaikan dan keadilan, pada akhirnya tetap menumpahkan darah sampai kini. Kalau dulu rakyat mengorbankan darahnya untuk kemerdekaan negaranya namun kini mereka menjadi korban demi membela keadilan dirinya sendiri dihadapan Negara yang dincintainya.  Benarlah bahwa Nasionalisme sudah lumpuh. Nurani keadilan tentang Indonesia tidak lagi menjadi bagian dari kebijakan nasional. Kebijakan Negara adalah kebijakan untuk pemodal, untuk  mendatangkan  pajak agar mampu membayar hutang luar negeri, termasuk membiayai aparat yang boros dan culas.

Peristiwa Masuji kini dan Papua sebelumnya , hanyalah contoh kecil dan nyata yang dibentangkan dihadapan kita semua. Ini tidak hanya terjadi disektor perkebunan yang merampas tanah rakyat dengan cara cara kekerasaan bau amis darah dan bahkan menimbulkan derita yang berkepanjangan bagi rakyat. Ini terjadi hampir disemua sector pembangunan yang meng exploitasi sumber daya alam, seperti   pertambangan, dan lain sebagainya. Ketika peristiwa terjadi dan tersebar luas dimedia massa, aparat dengan cepat berkelit, para elite bersegera tampil didepan public dengan wajah sedih dan peduli. Namun kita lupa bahwa semua itu terjadi tidak dengan begitu saja. Investor asing hanya berusaha membela haknya berdasarkan legitimate yang didepatnya lewat system perizinan Negara. Maka tindak kekerasan penuh pelanggaran HAM berat dilaksanakan dengan cara membenturkan rakyat dengan rakyat. Benar benar konspirasi solid untuk menjadikan rakyat sebagai korban dan disalahkan.

Tak terhitung kalinya kita berteriak lantang agar pemerintah membuka mata hatinya untuk peduli kepada rakyat yang lemah. Tapi suara kita ditelan oleh berita tentang kehebatan Indonesia memperbaiki surat Hutangnya dihadapan asing dan pertumbuhan ekonomi. Walau nyatanya semua tahu bahwa peningkatan rating dan pertumbuhan ekonomi itu tidak berdasarkan sumber daya manusia tapi berdasarkan pada exploitasi sumber daya alam dan pemborosan belanja domestic yang dipicu oleh kebijakan moneter. Kalaulah rezim ini memang bekerja amanah untuk rakyat seharusnya peningkatan rating kepercayaan surat hutang juga adalah peningkatan SDM dan perluasan akses investasi disemua wilayah , bagi semua orang, tidak hanya bagi orang asing yang berkemampuan modal dan tekhnologi. Ya, pemerintah nampak hebat dan solid merancang peningkatan trust dihadapan asing namun tidak cukup pintar membangun trust dihadapan rakyat. Karena mindset culas dan korup. Itu saja.

Saya menghela nafas. Rasa kemanusiaan saya menjerit ketika membayangkan tubuh manusia harus berpisah dengan kepalanya. Saya yakin mereka yang menjadi korban itu adalah simiskin yang lemah ,yang berusaha membela sejengkal tanah untuk hidupnya, untuk keluarganya. Tapi begitulah yang terjadi. Apa hendak dikata. System telah  terbangun lewat gedung DPR, lewat mereka yang kita pilih dengan sebuah hope for a better tomorrow dan pemerintah bekerja berdasarkan system itu. Kita tertipu. Ternyata system harus membela pemilik modal entah darimanapun asalnya, Pemodal harus dibela dengan all at cost. Berdasarkan system pula , semua teriakan keadilan akan berakhir secara system pula. Ya semua sudah sesuai dengan procedure, kata mereka , yang salah adalah rakyat. Investor tetap dipihak yang harus utama dibela, demi rating, demi trust dihadapan pemodal juga asing…

Wednesday, December 14, 2011

Sondang Hutagalung

Ia adalah putra seorang supir taksi. Tak perlu dijelaskan bagaimana kehidupan orang miskin itu. Dia rasakan dan dia akrap dengan keseharian itu. Walau dia beruntung termasuk segelintir kecil pemuda yang mendapatkan kesempatan duduk di Universitas untuk sebuah hope namun tidak membuatnya berdiam dan menanti hope itu. Dia bangkit dalam kegundahan tentang kemiskinan yang dilihatnya setiap hari. Dia tahu pasti bahwa itu karena ketidak adilan penguasa. Dia ingin menjadi pejuang dari komunitasnya. Semua sadar , termasuk dia bahwa apa yang diperjuangkannya adalah sia sia. Karena yang dihadapinya adalah system yang angkuh bersama elite yang korup. Yang tak suka ada aktifis seperti dia. Yang membolehkan Polisi menyepak atau merekaya pembunuhan untuk orang seperti dia. Dialah Sondang Hutagalung , yang membakar dirinya sendiri didepan Istana dimana sang President berkantor dan bertitah.

Sebelumnya bulan lalu di Nigeria terjadi hal yang sama pada pemuda bernama Yenesew Gebre yang membakar dirinya sendiri dalam satu aksi anti korupsi. Mungkin apa yang dirasakan oleh Yenesew Gebre di Negeria tak beda dengan Sondang Hutagalung di Indonesia. Betapa tidak ? Yenesew Gebre tahu pasti bahwa negerinya penghasil minyak, Negara demokratis setelah menjatuhkan junta militer tapi perbaikan bukannya terjadi malah korupsi semakin terjadi secara sistematis. Dulu para pemuda gagah berani bersama sama menjatuhkan junta militer dan bersama sama pula menaikkan kekuataan sipil dalam pemerintahan. Namun apa yang terjadi ? tak ubahnya keluar dari mulut macam masuk kedalam mulut buaya. Militer maupun sipil tetap saja sama walau berbeda gaya, mereka memang pencuri terlatih. Demikian yang ada dalam benak para anak muda itu. Hingga mereka lelah dan lelah karena kecewa akibat janji dan kenyataan tak bersua.

Dalam era sekarang , dimana semua diukur dengan akal , rasanya sulit untuk menjelaskan bagaimana ada manusia sehat lahir batin mau membakar dirinya sendiri. Hanya karena alasan untuk menyampaikan kebenaran. Padahal banyak cara untuk menyampaikan kebenaran. Demikian kata orang yang berakal. Tapi tidak bagi sipemberani mati itu. Baginya kehidupan bukanlah harga mati untuk dibela. Tentu bagi sang aktifis, ketika dia berjuang semua resiko telah diperhitungkannya. Mereka focus dengan nilai nilai perjuangannya. Segala cara, mungkin telah dilakukannya. Disepak polisi, ditangkap dan di interogasi dengan kekerasan dan lain sebagainnya telah dilaluinya. Sampai pada satu titik , timbul rasa frustrasi karena semakin keras perjuangannya untuk menegakan kebenaran semakin keras pula sikap penguasa untuk mengabaikan, bahkan semakin mempertotonkan kebobrokan.

Penguasa kini tidak seperti Firaun yang memaksa orang remai menjadikannya Tuhan. Namun prilaku, sikap dan perbuatan penguasa kini tak ubahnya Firaun. Memang tidak ada tindak pemaksaan kepada pembela kebenaran untuk membunuh dirinya sendiri tapi cara dan sikap pemeritah secara psikis dan sistematis telah mengakibatkan banyak korban mati sia sia. Kalau bencana Tsunami terjadi sekali dalam 100 tahun dengan korban kematian diatas 100,000 orang namun ada kematian yang terus terjadi. Setiap enam jam ada 400 balita mati karena kurang gizi. Laporan dari SDKI , setiap 3 jam ada 1 kematian ibu melahirkan karena kurang gizi. Jumlah kematian lain yang tak terdeteksi bisa saja terjadi setiap hari pada 70 juta orang miskin yang berpenghasilan dbawah USD 2 dolar perhari. Malangnya nasip orang miskin di Indonesia, Pilihannya hanya tiga yaitu berhutang, mengurangi makan , bunuh diri. Ketiganya berujung kepada kematian...

Memang bencana kemanusiaan akibat penguasa buta hati lebih dahsyat dibandingkan bencana alam. Sementara 40 orang terkaya di Indonesia sama dengan penghasilan 60 juta rakyat Indonesia. Gap yang maha lebar ini membuat sesak dada dan geram para aktifis pejuang kemanusiaan. Mengapa sulit sekali mencapai cita cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Padahal sudah lebih setengah abad merdeka dengan berkah SDA tak ternilai. Mengapa ? Jawabannya hanya satu , yaitu KORUPSI. Itulah yang membuat lelah para aktifis dan akhirnya frustrasi. Sondang Hutagalung , putra seorang supir taksi, Ketua Bidang Organisasi Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenis Untuk Rakyat Indonesia (Hammurabi), kini telah tiada dan berharap menyadarkan semua pihak untuk nilai nilai kebenaran demi tegaknya keadilan bagi semua.

Akankah ini menyadarkan para elite politik negeri ini untuk membuka mata hatinya dan mulai berpikir bagaimana berkorban untuk membela orang miskin? Setidaknya mengorbankan nafsu korupsinya untuk hidup bersih sesuai yang diridhoi Allah. Akankah ? Entahlah.

Thursday, December 8, 2011

Korupsi sistematis


Waktu bertemu tamu dari luar negeri di Hotel Nikko, dia mengatakan kepada saya bahwa seharusnya ada lembaga khusus tapi bersifat sementara ( Ad Hoc ) yang bertugas memetakan korupsi ditubuh pemerintahan dan sekaligus merancang pembrantasan korupsi secara menyeluruh. Karena bersifat sementara maka yang dirancang bukanlah segala jenis korupsi tapi korupsi yang bersifat khusus , yang berhubungan langsung dengan kekuatan anggaran nasional . Pada saat sekarang, katanya, beberapa Negara di Eropa maupun di AS , telah membentuk satu badan khusus semacam ini. Mungkin mereka menyadari crisis hutang yang menimpa negaranya tak bisa dipisahkan oleh korupsi. Korupsi yang dimaksud bukanlah hanya dalam bentuk phisik tapi juga bersifat kebijakan pemerintah yang karenanya menguntungkan orang lain. Atau biasa disebut dengan mind corruption.

Saya katakan kepada teman bahwa Indonesia sudah punya lembaga yang seperti dia maksud yaitu KPK,sebagai bagian dari amanah reformasi dibidang politik dan hokum. Namun yang membuat saya tertarik ungkapannya tentang design dan bersifat khusus terhadap program anti korupsi. Walau KPK awalnya memang dibentuk sebagai lembaga Ad Hoc namun dalam pelaksanaannya terkesan sebagai pengganti dari tugas penegak hokum lainnya seperti Polisi dan Jaksa. Bahkan kadang terjadi saling rebut khasus dan adu kekuatan antar lembaga penegak hokum. Dulu dikenal dengan istilah cicak dan buaya. Menurut teman itu, yang harus menjadi perhatian KPK adalah korupsi sistematis yang berhubungan langsung dengan kekuatan APBN. Diantara yang paling khusus tersebut adalah pertama, sumber pendapatan dari Pajak, cukai, bea. Kedua sumber pendapatan dari Hutang pemerintah seperti pinjaman bilateral, penerbitan Obligasi Valas maupun rupiah, Ketiga, sumber pendapatan dari bagi hasil MIGAS dan Tambang umum.

Pendapatan pajak adalah sumber korupsi yang sangat gigantic. KPK harus melakukan investigasi bagaimana kebijakan dan procedure perpajakan itu diterapkan. Ini penting untuk memetakan dengan pasti potensi korupsi terjadi. Setelah dipetakan dengan tepat maka stategy investegasi dilakukan dengan menggunakan tenaga ahli yang tersedia di BPK, Universitas, LSM. Dari investigasi ini banyak hal dapat ditemukan sumber korupsi seperti transfer pricing yang berhubungan dengan manipulasi harga jual, peningkatan intangible cost dll dan menangkalnya lewat operasi kejut terhadap salah satu pejabat tinggi yang terlibat atau pengusaha nakal. Dari pengungkapan yang menyeluruh ini, bukan hanya membongkar borok korupsi sistematis tapi juga sebagai bahan bagi DPR untuk mereformasi system perpajakan di Indonesia.

Sampai saat ini semua pihak mengetahui bahwa Kementrian Keuangan punya system management yang solid soal hutang , termasuk penerbitan obligasi. Namun KPK harus memahami proses penarik hutang itu secara detail. Dari proses pengajuan hutang, proses penerbitan bond, proses underwriting, fee settlement, agreement, disbursement , dan lain lain. Karena bukan rahasia umum bahwa sebagian perjanjian penerbitan obligasi dibawah kuridor 144 A Sec Act, pemerintah tidak bisa men disclosed proses ini dengan alasan jaminan kerahasiaan. Tapi dinegara manapun, berdasarkan hokum , Lembaga hokum tidak termasuk yang tidak berhak tahu. BIla ini diketahui maka akan mudah bagi KPK untuk melakukan investigasi dan menemukan indikasi korupsi , kemudian melakukan operasi penindakan keras yang bersifat shock. Pada waktu bersamaan KPK bisa meminta DPR agar melakukan perbaikan system management hutang yang lebih transference dan bertanggung jawab.

Harus diakui bahwa SDA berupa MIgas dan Mineral ,sampai kini merupakan tulang punggung perhasilan Negara dan sekaligus penopang kesehatan APBN. KPK harus memetakan dengan pasti proses perizinan, konsesi tambang, kontrak bagi hasil, system pengawasan dll. BIla ini sudah dipetakan maka tentu tidak sulit bagi KPK untuk melakukan investigasi secara menyeluruh hingga dapat ditentukan dimana operasi penangkalan korupsi atau penyimpangan terjadi. Operasi penindakan korupsi dapat dilakukan segera dengan hokum keras untuk memberikan shock kepada pengusaha dan pejabat yang terlibat. Juga sekaligus kasus ini dapat dijadikan alasan bagi KPK untuk meminta DPR agar merubah system dan UU berkaitan dengan MIGAS dan Mineral.

Sebetulnya dengan tugas tiga hal tersebut diatas , tidak dibutuhkan staff banyak karena tugas lain diluar itu adalah tugas kejaksaan dan Polisi yang langsung dibawah tanggung jawab president. KPK dengan dukungan BPK dan PPATK akan menjadi team work yang solid untuk menjadi mesin pengikis segala tidak korupsi yang sudah berlangsung by sytem selama empat president. Dengan berfocus kepada tiga hal ini, peran KPK sebagai lembaga Ad Hoc tidak diperlukan lama. Mungkin cukup lima tahun. Selanjutnya diserahkan kepada lembaga resmi yang sudah established seperti Kejaksaan, Kepolisian. Karena sebetulnya peran Ad Hoc bukan hanya melakukan penindakan tapi juga sebagai kepanjangan tangan parlemen untuk melakukan pengawasan dan perbaikan system secara menyeluruh agar system berkerja dengan baik dan aman dari tindak korupsi.

Namun apa yang terjadi kini? KPK berkutat dengan urusan sepele yang kadang mengganggu atmospir kerja birokrat untuk melaksanakan tugas pembangunan. Bahkan ada pejabat pelaksana project yang terkesan ragu ragu mengambil keputusan dan akibatnya pelaksanaan project menjadi lambat. Pada akhirnya program pembangunan terbengkalai. Pernah KPK mendapatkan berkah kasus besar yang berhubungan dengan Pajak dan kemungkinan akan berantai ke sector migas dan Mineral tapi entah kenapa kasusnya berhenti hanya sebatas Gayus Tambunan. Kasus Century juga peluang yang bagus bagi KPK untuk masuk ke top level bagaimana kebijakan sector keuangan dirancang dan diterapkan termasuk soal penarikan dana pinjaman luar negeri. Hasilnya tidak nampak sama sekali walau sudah didukung oleh Pansus DPR. Yang menyedihkan adalah anggaran untuk KPK yang mencapai lebih dari setengah triliun rupiah ternyata hanya bisa menyelesaikan kasus ( 2010) sebanyak 35 dan uang yang dibisa dikembalikan ke kas negara hanya Rp. 175 miliar.Keliatannya KPK hanyalah ongkos euforia demokrasi tanpa memberikan nilai apapun untuk demokrasi.

Tugas KPK melakukan pembarantasan Korupsi sistematis dan setelah itu tugas DPR melakukan revisi atas produk UU untuk penguat fungsi dan tanggung jawab pemerintah. Namun harapan saya terhadap KPK itu mungkin akan hablur ketika tamu saya orang asing itu berkata bahwa bila anda bicara system maka anda juga harus bicara tentang politik. Karena Ya, bila system sudah baik maka orang jahat akan menjadi baik dan orang baik akan berprestasi baik. Tetapi perbaikan system adalah perbaikan mindset politik dan lebih jauh lagi adalah reorientasi idiologi. Selagi Negara tidak lagi berdiri diatas idiolgi tentang kebaikan, kebenaran, keadilan maka selama itupula yang ada hanyalah kepentingan kelompok dan individu untuk menjadikan Negara dan pemerintah sebagai ladang hidup senang dan terus berkuasa dengan limpahan kemewahan tak terbilang. Ini penjajahan gaya baru, neocolonialism

Thursday, December 1, 2011

Mimpi...

Mari bermimpi sebentar kata teman saya. Mimpi tentang sebuah negeri yang berpihak kepada Usaha Kecil dan pemerintahnya berbulat hati mendukungnya. Ada ribuan bahkan jutaan usaha kecil yang tak paham management toko , yang tak punya akses ke barang, yang tak paham seni berpromosi, yang tak punya akses modal, mendadak mempunyai itu semua. Dapat dibayangkan apa yang terjadi dengan usaha kecil itu? Mereka langsung menjadi komunitas kelompok menengah karena bisnis mereka ditopang oleh kekuatan PDB yang 70 % memang berasal dari konsumsi demestik. Mereka menjadi kekuatan ekonomi riil nasional. Itu hanya mimpi kata teman saya. Pemerintah tidak peduli soal potensi Usaha Kecil. Namun tidak demikian bagi Djoko Susanto. Baginya mimpi itu bisa menjadi realitas. Dan dia memang berhasil menjadikan Alfamart, Alfamidi sebagai jaringan toko berbasis Usaha kecil tersebar diseluruh pelosok negeri.

PT Sumber Alfaria Trijaya atau populer dengan Alfamart , awalnya dirancang oleh group Sampoerna yang memang berpengalaman dibidang distribusi rokok. Ketika Group Sampoerna diambil alih oleh Philip Morris dengan total transaksi sebesar USD 5 milliar, Alfamart tidak dilihat sebagai sebuah potensi oleh Philip Morris. Makanya dijual kepada salah satu direksinya yaitu Djoko Susanto. Ditangan Djoko Susanto inilah Alfamart berkembang pesat hingga kini telah mempunya outlet sebanyak 5.500 diseluruh Indonesia. Jumlah ini akan terus bertambah seiring rencana target penjualan Alfamart meningkat setahunnya 15-20 %. Lantas bagaimana caranya Djoko Susanto menjadikan Alfamart tumbuh berkembang begitu pesatnya ? Sebetulnya ini hanyalah seni management ala kapitalis. Alfamart menyediakan system business lewat franchise ,dimana segala resiko dibebankan kepada pihak pengelola outlet.

Untuk lebih jelas saya gambarkan seperti ini. Tidak penting apakah anda punya skill atau pengalaman dalam dunia bisnis, anda akan langsung menjadi pengusaha outlet retail modern tanpa tersaingi oleh usaha sejenis disekitar anda, asalkan anda punya uang. Untuk itu tidak diperlukan modal besar bermiliar. Modal investasi yang diperlukan tidak lebih dari Rp. 500 juta ( tidak termasuk pengadaan outlet ) ditambah pemyediaan cash mangement Alfamart dalam bentuk cash deposit payment atas pembelian barang sesuai dengan jumlah rak. Katakanlah apabila outlet anda mempunyai 54 rak maka cash deposit Rp. 380 juta. Selanjutnya anda akan mendapatkan jaminan harga barang yang murah karena Alfamart punya akses langsung kepabrikan, juga mendapatkan pelatihan management retail ,tergabung dalam promosi Alfamart. Anda tinggal mengikuti SOP yang ditetapkan oleh pihak Alfamart. seperti penetapan harga jual, komputerisasi cashier dll maka laba akan mengalir kedalam kantong anda, untuk itulah anda harus membayar franchise fee kepada management alfamart.

Fee franchise yang ditetapkan oleh AlfaMart tidaklah besar dan keliatannya sangat adil. Artinya apabila penjualan anda dibawah target yang ditetapkan maka anda tidak perlu bayar fee. Tapi kalau diatas target maka anda harus bayar fee yang maksimum 3 %. Sampai disini orang awam melihat bahwa ALfamart hanyalah bisnis franchise yang sumber pendapatanya dari fee. Tetapi anda lupa satu hal. ALfamart dirancang sebetulnya tidak bisnis franchise fee tetapi dirancang sebagai bisnis cash flow. Franchise hanyalah tool untuk melancarkan strategi utama perusahaan dalam bisnis cash flow. Apa yang dimaksud dengan bisnis cash flow? Mereka membeli barang dari pabrik dengan pembayaran dibelakang ,katanlah 3 bulan sementara mereka mendapatkan pembayaran tunai ( cash deposit ) didepan / prepaid cash dari pengelola outlet.

Kalau kini ada 5500 outlet dengan minimum prepaid cash sebesar rata rata Rp. 300 juta per out let maka total deposit cash yang dikelola oleh management ALfamart adalah Rp. 1.650.000.000.000 atau Rp. 1,64 triliun. Ini dengan asumsi penjualan minimum dan tentu akan meningkat cash deposit itu tergantung dengan volume penjualan dari pengelola outlet. Selagi outlet Alfamart terus exist dan berkembang, dana ini akan terus bertambah dan terus mengendap dalam rekening Management Alfamart. Kita bisa bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh perusahaan yang mengelola dana free yang begitu besarnya. Yang pasti berlaku hukum bahwa money is the king. Tentu management Alfamart sudah punya strategy bagaimana me leverage dana lewat pasar uang yang aman. Keuntungan dari strategy ini tak terbilang. Makanya jangan kaget bila majalah Forbes menjadikan Djoko Susanto masuk rangking 25 orang terkaya di Indonesia, bahkan mengalahkan keluarga Bakrie.

Dari keberadaan jaringan retail Alfamart, Alfamidi, Lawson dibawah management PT Sumber Alfaria Trijaya, kita melihat bagaimana kehebatan system management dan kekuatan akses kepada barang ( Pabrikan ) bisa mengontrol barisan pemodal kecil dalam jumlah ribuan dan mendatangkan laba tak terbilang tanpa resiko apapun. Kehebatan bisnis ini juga telah membuat banyak bank terlibat membiayai cash flow dari pengelola outlet untuk semakin meningkatkan turnover penjualan ALfamart dan sekaligus semakin menggelembungkan bisnis ini secara keseluruhan. Disisi lain keberadaan jaringan retail modern ini telah menciptakan kuburan masal bagi pedagang kecil kelas rumahan diseluruh pelosok negeri yang tak mampu bersaing. Komunitas Usaha Kecil yang lemah , yang tidak qualified masuk dalam jaringan outlet Alfamart hanya bisa bermimpi pemerintah peduli pada mereka. Ya, hanya bisa bermimpi menjelang ajal menjemput.

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...