Thursday, January 6, 2011

Sistem hukum kita.

Teman saya yang pengacara punya pertanyaan dan biasanya kalau lawyer yang tanya pasti jawabannya tidak pasti benar juga tidak pasti salah.. Pertanyaannya “ Seorang masuk kerumah anda tengah malam lewat menjebol pintu. Dia memaksa anda untuk menyerahkan uang yang ada didalam brankas ( ingat ! ini bukan perampokan tapi pemaksaan/pemerasan). Anda menolak. Orang itu tetap maksa dan mulai mengancam. Kebetulan dirumah anda ada pestol yang dipinjamin teman. Anda masuk kamar dengan alasan untuk memberikan brangkas itu tapi sebetulnya anda mengambil pistol dan menembakannya kearah orang itu. Dua kali tembakan barulah mengenai orang itu. Orang itu meninggal. Anda melaporkan kepada polisi peristiwa itu dengan adanya mayat dirumah anda. Nah pertanyaannya adalah apakah anda bersalah ? Saya jawab, kalau dilihat dari cerita itu tentu saya tidak bersalah.Karena saya membela diri saya dari pemeras yang datang kerumah saya tanpa izin.

Lawyer itu hanya tersenyum mendengar jawaban saya yang begitu tegas dan rasional. Kemudian dia berkata “ Benar atau salah tergantung tuntutan jaksa. Kalau jaksa menuntut anda karena menghilangkan nyawa manusia maka saya bisa bela anda dengan mengatakan bahwa anda melakukan itu karena alasan membela diri. Alasan itu didukung oleh bukti dengan dua kali tembakan barulah mengenai korban. Dan anda bisa bebas. Tapi kalau jaksa menuntut anda menggunakan senjata tanpa izin maka saya tidak bisa membela anda. Hukumannya final, yaitu 15 tahun. Apapun alasan yang saya kemukakan tidak akan dijadikan dasar oleh sistem peradilan untuk anda bisa bebas. Demikianlah cerita dari lawyer itu. Kita bisa perhatikan dari cerita ini bahwa yang menentukan arah sidang itu adalah Jaksa ( pemerintah / penguasa). Pengacara maupun hakim hanyalah bekerja sesuai konteks Berita Acara Pidana ( BAP). Hakim tidak boleh keluar dari konteks BAP untuk menetapkan keadilan. Begitupula Pengacara tidak boleh keluar dari konteks BAP untuk membela tersangka.

Seperti cerita kasus Gayus. Walau pengacara bisa membuktikan Gayus menerima suap dari group Bakrie dan punya bukti bagaimana seluk beluk mafia pajak itu terjadi dikalangan pengusaha besar dan pejabat tinggi, namun itu tidak bisa dijadikan alasan untuk Gayus bebas atau berkurang hukumannya. Karena Jaksa tidak pernah atau tidak menjadikan Group Bakrie dan mafia pajak sebagai dasar tuntutannya dipengadilan. Jadi secara sistem , Hakim tidak dibenarkan menjadikan itu sebagai alat pertimbangan untuk meringankan Gayus atau membebaskan Gayus. Karena ini sistem demokrasi, syah syah saja kalau Pengacara mencoba mencari sensasi lewat pembelaannya dan menyampaikannya didepan publik. Namun tetap tidak akan merubah sistem yang ada. Mengapa Jaksa tidak menuntut Gayus sesuai maunya pengacara dimana Gayus terlibat menerima suap dan telibat dalam mafia pajak ?

Karena jaksa adalah penguasa ( pemerintah ) tentu setiap keputusan menentukan materi tuntutan , Jaksa harus memperhatikan situasi dan kondisi serta arah politik dari kehendak President. Bila tuntutan diarahkan kepada menerima suap dari wajib pajak yang terlibat mafia pajak maka efeknya sangat luas. Akan menggoncang stabilitas politik dan ekonomi. Bukan rahasia umum bahwa hampir semua perusahaan Besar baik itu asing maupun lokal terlibat praktek mafia pajak seperti modus operandi transfer pricing. Bukan hanya Bakrie yang akan terseret tapi ada barisan panjang dibelakang yang juga akan terseret ( konon katanya yang terindikasi kuat terlibat sebanyak 147 perusahaan ). Disamping itu, Gayus sendiri sebagai pihak yang ketangkap tangan akan mendapatkan keringanan hukuman dan mungkin bebas. Apalagi pengacaranya adalah Buyung Nasution yang sangat menguasai peta politik dinegeri ini. Inilah dilema bagi Jaksa. Menuntut yang besar belum tentu berhasil sementara yang kecil kemungkinan bisa lepas. Maka membatasi ruang lingkup tuntutan adalah pilihan situasional yang aman dan tentu mudah.

Apakah sistem hukum dinegeri ini sudah benar ? kita tidak tahu, ya namanya hukum buatan manusia yang di create berdasarkan kalkulasi elite politik tentu sarat dengan kepentingan kekuasaan. Inilah hebatnya sistem demokrasi yang memungkinkan terjadi konspirasi kolektif antara yang mengawasi hukum, pembuat hukum dan yang melaksanakan hukum. Tidak akan mungkin ada pertikaian diantara mereka untuk mencari kebenaran hakiki. Tidak akan ada dusta diantara mereka.. Mereka akan selalu bersama sama dalam sikap dan perbuatannya untuk menghadapi target yang sama , yaitu rakyat sebagai objek dari sistem kekuasaan. Tujuannya sudah jelas yaitu bagaimana sistem tetap dipertahankan dan kekuasaan adalah berkah untuk hidup senang didunia. Itu saja. Inilah ssistem penjajahan model baru ( neocolonialism) yang dilegimate oleh hukum dan Undang Undang. Welcome to neo-colonialism era.

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...