Friday, November 19, 2010

China dan Korupsi

Wen Qiang, tetap tenang dengan berwajah dingin ketika Hakim memutuskan hukuman mati kepadanya. Wen Qiang adalah Kepala Polisi di wilayah Chengdu kota metropolis Chongging atau kalau di Indonesia jabatannya sama dengan Kapolda. Dia hampir tidak percaya proses hukum sejak dari pengadilan rendah sampai tinggi berlangsung begitu cepat. Di luar pengadilan warga bersuka cita mendengar keputusan itu. Aparat Polisi yang selama ini dipimpinnya menggiringnya ketempat eksekusi mati. Hakim minta agar hukuman mati harus sehemat mungkin dari kerugian negara. Makanya para eksekutor hanya diberi satu peluru yang harus diarahkan langsung ke otak dan harus mati. Konon katanya keluarga Wen harus membayar ganti rugi atas satu peluru itu.

Bersama Wen juga dihukum mati dua orang pengusaha yang selama ini menyuapnya dan hidup dari proteksinya. Hukuman mati disiarkan keseluruh China melalui media televise. Disamping itu, ada 3000 pengusaha nakal yang dicurigai terlibat tidak langsung dari tindak korupsi ini. Mereka semua dijadikan target untuk dijerat dengan hukuman mati. Hakim juga mengumumkan seluruh harta yang ditinggalkannya disita oleh negara dan keluarganya dipastikan miskin setelah itu. Hukuman mati memang menyakitkan bagi pelaku namun lebih menyakitkan bagi keluarga karena negara memastikan mereka harus hidup miskin. Tak ada satupun yang tersisa ( diwariskan ) yang bisa membuat mereka hidup senang dari hasil kejahatan korup kecuali mereka harus memulai segalanya dari nol untuk bekerja keras secara normal. Sejak itu kota Chongging yang dikenal para pejabatnya hidup senang dari hasil suap para pengusaha nakal , kini menjadi bersih.

Begitulah cara China memperlakukan para Koruptor baik itu pejabat maupun pengusaha yang mendapatkan manfaat dari tindak korupsi itu. Sejak tahun 1993, sejak UU Hukuman mati bagi Koruptor , tak sedikit pejabat China yang hengkang keluar negeri. Hampir sebagian besar pejabat korup itu meminta perlindungan dari negara negara Barat dan Amerika. Karena kedua negara ini mengharamkan hukuman mati dan melindungi setiap orang yang terjerat hukuman mati atau kedua negara ini menolak permintaan ekstradisi atas pelaku korupsi yang diancam hukuman mati. Keadaan ini menjadi masalah serius bagi China yang ingin melaksanakan system pemerintahan yang bersih dari korupsi sebagai amanat rakyatnya. Walau sudah ada konvensi PBB mengenai anti korupsi namun PBB tetap tidak mengizinkan hukuman mati bagi para koruptor. Amerika dan Barat termasuk yang paling keras menentang hukuman mati.

Yang paling ditentang oleh system demokrasi liberal adalah hukuman mati. Semua tahu bahwa system pemilihan umum sangat mahal dan hampir tidak mungkin didapat dengan murah atau tanpa dukungan pengusaha. Ongkos ini harus dibayar kembali dari hasil system kekuasaan. Itu sebabnya hampir semua elite yang duduk dalam distribusi kekuasaan berlindung dibalik konvesi soal HAM agar tidak perlu menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Beda dengan China dimana tidak ada pemilu. Kekuasaan didapat lewat kompromi politik tingkat tinggi dan murah. Namun dengan kepemimpinan yang kuat mereka berhasil membuat konsesus diantara mereka untuk tersedianya peti mati bagi siapa saja diantara mereka yang terlibat korupsi. Bahkan Hu, Presiden China telah memesan peti mati khusus untu dirinya dan siap kapan saja berada didepan regu tembak bila terbukti dia korup

Ketika melihat Gayus yang dengan perkasa dapat keluar dari Tahanan bahkan konon katanya lebih dari 60 kali untuk keperluan pribadi. Saya berkata pada diri saya sendiri. Gayus sengaja berdialogh secara tidak langsung kepada seluruh rakyat “ Lihatlah keadaan yang sebenarnya. Aku sang koruptor adalah kelas terhormat dalam system demokrasi. Kalian semua rakyat tetaplah kelas rendah yang hanya boleh bermimpi untuk kemakmuran dan keadilan. Kenyataannya, keberadaan orang sepertiku telah berperan penuh mengongkosi orang orang yang berkompetisi untuk menjadi penguasa dan hidup senang dari itu. “. Selagi system demokrasi yang kita pakai, selama itupula hukuman mati bagi pejabat korup tidak akan pernah ada di negeri ini. Dan jargon anti korupsi hanyalah cara untuk meningkatkan citra para elite untuk terus berkuasa lewat system yang culas.

No comments:

Masa depan IKN?

  Jokowi mengatakan bahwa IKN itu kehendak rakyat, bukan dirinya saja. Rakyat yang dimaksud adalah DPR sebagai wakil rakyat. Padahal itu ini...