Saturday, July 17, 2010

Arah kebijakan Ekonomi ?

Suatu hari nanti Indonesia akan masuk dalam sebuah zaman ketika politik kehilangan drama dan skenario. Proses politik akan berjalan menjadi hal yang rutin. Hambar. Karena tidak ada lagi pengikat antara Rakyat dan Negara. Rakyat menjadi konsumen dan Negara menjadi Pedagang. Mungkinkah ? Dulu ketika Orla dan Orba Dari tahun 1970 sampai tahun 2000, kita mengenal APBN dengan format T Account. , rakyat tidak perlu tahu banyak soal APBN. Ini urusan Negara. Yang penting negara punya resource berupa SDA untuk menjadi undertaker kebutuhan social Rakyat. Kebutuhan pangan, papan, dan sandang adalah tanggung jawab negara dan karena itu pemimpin dipilih. Tahun 2000 format itu dirubah menjadi I account. Ini standard Government Finance Statistic. Ia sudah menjadi standard dunia , yang bisa di ukur dan dianalisa oleh siapapun. Jadi lebih transfarance.

Jadi sejak APBN mengikuti format I Account maka dia sudah menjelma seperti Neraca Perusahaan yang mudah dibaca oleh publik. Pemerintah tidak bisa lagi sesukanya menentukan pos APBN. Penerimaan hutang tidak dianggap sebagai penerimaan tapi masuk dalam pos pembiayaan anggaran dan bukan belanja negara. Didalam pos ini , solusi negara mengatasi difisit anggaran akan nampak dengan jelas ( transfarance). Seperti penjualan obligasi, privatisasi, pinjaman proyek, penjadwalan hutang, pembayaran cicilan hutang dan bunga. Semakin besar difisit semakin besar pos pembiayaan anggaran. Semakin besar beban hutang, semakin besar pengurangan pos belanja sosial negara.

Pemerintah selalu berpatokan dengan percentase difisit terhadap APBN sesuai amanat UU tapi volume selalu meningkat karena APBN dipompa terus untuk naik. Dalam 6 tahun APBN naik cepat menembus Rp. 1000 Triliun dan GPD mencapai kurang lebih Rp. 4000 Triliun. Eskalasi kenaikan APBN ini sebagai bagian dari sistem difisit anggaran untuk menutupi pos pengeluaran negara dan pembiayaan anggaran yang terus membesar. Sementara Penerimaan negara bersumber pada Pajak, Pendapatan Bukan Pajak, hibah. Creativitas Pajak terus dipacu agar semakin besar sumber pendapatan negara. Pendapatan Bukan Pajak berupa bagi hasil pengolahan SDA oleh swasta dipacu terus walau harus melepas SDA yang tak terbarukan, juga BUMN dipaksa untuk menghasilkan laba agar mampu memberikan sumbangan pemasukan bagi negara. Loby kepada negara dan lembaga multilateral digalang agar mendapatkan hibah. Hanya itulah sumber penerimaan negara.

Karena sistem penerimaan negara seperti itulah maka posisi dunia usaha ( Swasta/BUMN) sangat penting untuk menjadi sumber penerimaan negara. Artinya benar benar kekuatan negara didapat dari service fee atas legitimate yang diberikan kepada dunia usaha untuk mendapatkan laba sebesar mungkin di bumi pertiwi ini. Sementara pos anggaran sosial akan terus dikurangi agar dunia usaha sebagai income center terus memberikan sumbangan penerimaan. Mengapa ? rakyat yang populasinya nomor lima terbesar didunia adalah potensi market bagi dunia usaha dan bila subsidi dihapus akan mempercepat pertumbuhan dunia usaha ( pertumbuhan ekonomi ?) . Menteri Keuangan dengan teamnya punya cara yang hebat untuk itu yaitu mereka mengurangi pos belanja negara yang berkaitan dengan biaya social seperti subsidi listrik, Air, Kesehatan dan lain lain dan meningkatkan pos belanja negara yang berhubungan dengan instrastruktur ekonomi untuk pengadaan listrik, kesehatan . air dll.

Akibatnya Difisit akan membesar dan menjadi pos pembiayaan anggaran. pada momen inilah, peran undertaker yang menjamin financial resource menutupi difisit menjadi sangat penting. Bank Dunia ( worldbank ) ikut bicara, IMF ikut bicara, Negara kreditur ikut bicara. Pemerintah harus membuat prospectus dihadapan para undertaker fund termasuk underwriting obligasi seperti JP Morgan, Credit Suisse, UBS, Citibank, dll. Yang berlaku adalah hukum pasar uang. Semakin rendah risknya semakin tinggi ratingnya, maka semakin mudah mendapatkan reseouce itu. Platform undertaker ini sangat sederhana. Selagi negara tidak menempatkan rakyat sebagai beban social , selagi negara tidak menempatkan rakyat sebagai program charity ,selagi rakyat ditempatkan sebagai konsumen untuk membayar maka negara akan mendapatkan resource. Semakian besar harga yang dibayar konsumen semakin tinggi ROI maka semakin cepat mendapatkan uang berapapun yang diminta.

Apakah arah kebijakan ini sudah benar ? Mari perhatikan perbandingan GDP terhadap hutang pemerintah : AS tahun 2009 adalah 98%, artinya hampir 100% dari Gross Domestic Product. Inggeris 94%. Jerman 155%. Jepang 205%. Ketiga negara ini digaris depan sebagai kekuatan ekonomi global. Tapi lihat beban hutangnya sangat besar bahkan jepang dan Jerman diatas dari produk domestic brutonya. Hasil survey terhadap kepuasaan Rakyat kepada Negara sangat rendah ditiga negara ini. Mereka menganggap peran Corporate semakin besar mengontrol kehidupan negara. Peran negara semakin kecil. Artnya semakin besar hutang negara semakin rendah akses sosial pemerintah terhadap rakyat. Dengan cara ini GDP semakin terus membesar agar Perusahaan semakin besar memberikan penerimaan kepada negara . Tapi di Eropa maupun di AS dan Jepang ini tidak begitu bermasalah karena hampir semua perusahaan itu adalah milik local dan sumber hutang juga sebagian besar berasal dari dalam negeri..

Hutang Indonesia terhadap GDP sebesar 28%. Masih tergolong rendah dibandingkan Philipina yang 33% tapi tetap lebih tinggi dibanding Thailand yang 25%, Singapore yang 11 % dan Malaysia yang 25%. Apakah fenomena kemajuan ekonomi yang dipicu oleh difisit anggaran untuk menambah pos pengeluaran anggara lebih baik ? apakah kita akan meniru AS dan Eropa yang semakin jauh dari tanggung jawab sosialnya kepada rakyat dan mengalihkannnya kepada Corporate karena beban hutang. Ataukah kita meniru China yang hutang pemerintah hanya 7% dari GDP dengan pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa menghilangkan tanggung jawab sosialnya kepada rakyat. Ataukah kita mau meniru Iran yang hutangnya hanya 6% dari GDPnya tapi mampu mensuply kebutuhan dasar rakyat dan mandiri disegala bidang. Walau Iran di Embargo ekonominya oleh PBB.

Yang jadi masalah di Indonesia adalah sebagian perusahaan itu milik asing atau berafiliasi dengan asing secara langsung maupun tidak langsung. Semakin besar APBN semakin besar volume pembiayaan anggaran maka semakin besar ketergantungan penerimaan Pemerintah terhadap dunia usaha, yang sebagian besar dikuasai asing. Inilah yang menyedihkan. Inilah yang disebut dengan neocolonialism. Seharusnya kebijakan Pembangunan itu adalah menjadikan rakyat sebagai kekuatan membangun dengan menciptakan pemerataan agar semua rakyat dapat menanggung beban social secara berjamaah tanpa menguntungkan segelintir orang ( corporate ). Dan negara mengawal Resource national untuk lahirnya keadilan social. Untuk apa ekonomi tumbuh tinggi tapi nyatanya semakin menghilangkan tanggung jawab sosial negara terhadap rakyat apalagi mengalihkannya kepada TNC asing. Bukankah itu tujuannya rakyat memilih pemimpin ?

Friday, July 16, 2010

Syi'ah ?

Ketika Muawiyah wafat, seseorang kepala suku menghunuskan pedang kepada yang lainnya sambil berkata bahwa yang pantas menjadi khalifah berikutnya adalah Yazid, putra Muawiyah. Yang lain terdiam dan akhirnya menerima. Pada saat itu, wajah Islam  yang mengedepankan musyawarah untuk tercapainya baiat kepemimpinan seperti yang diajarkan oleh khalifah empat tak ada lagi. Yazid , tentu menyadari bahwa tak semua sepakat dengan terpilihnya dia sebagai khalifah. Yang berseberangan dianggapnya pemberontak. Sikap paranoid datang. Cucu Nabi , putra Ali , Hassan telah tiada. Namun Hussein yang sudah menjauh dari hiruk pikuk dunia politik, dianggapnya sebagai ancaman akan masa depan kekuasaannya. Yazid berencana untuk membunuh Hussein. Berita ini sampai kepada Hussein. Dengan keberanian diluar akal sehat, pada 60 H ( 680 M ) Hussein mendatangi Yazid untuk mengingatkan tentang persaudaraan dan perdamaian dalam islam. Dengan kekuatan yang tak lebih 72 orang, Hussein berangkat. Ini tidaklah pantas disebut sebagai kekuatan karena termasuk istri Hussein, anak anaknya dan beberapa kerabat tua yang loyo. Hanya segelintir sahabat yang perkasa siap bertempur.

Hussein sadar bahwa keberangkatannya tak lain menjemput sahid. Dia pasti akan terbunuh tapi dia tidak takut karena kematian mengelilingi anak Adam seperti kalung mengelilingi laher gadis muda. Setiap orang harus punya keyakinan untuk tampil melawan kezoliman demi tegaknya keadilan. Bagi Hussein,  bila cucu Nabi, Anak Ali dan Fatimah tidak berani melawan tiran, maka tidak akan pernah ada keteladanan untuk menegakkan kalamullah. Ini bunuh diri yang sublime. Benarlah, ketika mendengar kabar bahwa Hussein dalam perjalanan ke Baghdad, Yazid menyiapkan pasukan kolosal, konon katanya berkekuatan hampir 40,000 pasukan. Di padang Karbala pertemuan antara pasukan Yazid dan Hussein terjadi. Ketika itu sedang musin panas, cuaca mendekati 46 derajat celcius. Satu persatu prajurit Hussein maju kedepan melawan pasukan Yazid. Satu persatu mereka gugur. Sementara yang wanita dan anak anak dan orang lanjut usia meninggal karena kehausan dan terbunuh. Ketika tersisa hanya Hussein, sang jenderal pasukan mengakhiri perlawanan itu dengan memenggal kepala Hussein dan membawanya kehadapan Yazid. Sejarah mencatat bila Hussein cucu Rasul mati syahid, Yazid meninggal membusuk ditempat tidurnya karena penyakit levra.

Yazid menganggap dengan terbunuhnya Hussein maka selesailah. Namun dia keliru. Dengan membunuh cucu Nabi, Hussein, dia telah memercikan nyala api yang  tak akan pernah kunjung padam. Para mereka yang mencintai keluarga Rasul tak sedikit. Lambat namun pasti kumpulan pencinta keluarga Rasul ini berkembang menjadi kelompok tersendiri dan bergerak dengannya caranya sendiri. Mereka menyebut dirinya Rafidhah (Syi'ah) dan memastikan mereka berseberangan dengan khalifah. Komunitas itu dari tahu ketahun terus bertambah dan memendam dendam yang tak kunjung padam pada dinasti islam ketika itu. Mereka bukan saja mempermasalahkan suksesi kekhalifahan islam  tapi mereka juga mempermasalahkan kualitas yang pantas sebagai khalifah. Para pengikut keluarga Rasul ini percaya bahwa ada sesuatu nilai spiritual yang lebih terhadap keluarga Rasul dibandingkan yang lain. Mereka tidak pernah mengatakan bahwa Ali adalah utusan Allah kecuali Imam. Pengertian imam bukan seperti imam sholat dalam islam tapi sesuatu yang lebih dimuliakan. Icon imam ini menjadi issue politik bagi kelompok syiah untuk berjuang akan kehadiran  imam tunggal

Mengapa  sampai adanya pemikiran imam tunggal? Ini berangkat dari premis bahwa Muhammad SAW memiliki beberapa substansi mistis yang nyata diberikan Allah, semacam energy, semacam cahaya.yang mereka sebut barakah Muhammad. Ketika Rasul meninggal , cahaya itu diteruskan kepada Ali bin Abi thalib, dan pada saat itulah Ali menjadi imam pertama. Ketika Ali meninggal, cahaya itu diteruskan kepada anaknya Hassan, yang menjadi imam kedua. Kemudian diteruskan kepada Hussein. Ketika Hussein syahid dipadang Karbala, seluruh gagasan tentang imam berkembang menjadi sebuah konsep teologis yang kaya yang menjawab hasrat religius. Tapi disisi lain , ada kelompok lain  yang beranggapan bahwa Muhammad hanyalah manusia biasa yang tak punya kelebihan lain kecuali dia adalah utusan Allah. Kemudian beliau menteladankannya dalam kehidupan keseharian.  Siapapun yang menteladani rasul maka akan selamat didunia maupun akhirat. Dokrin seperti ini tercermin dari sikap para  khalifah empat sepeninggal Rasul. Kelompok yang beprinsip seperti itu, disebut dengan sunni. Inilah yang membuat perbedaan antara Rafidhah (Syi'ah) dan Sunni, yang semakin hari semakin meluas dan masuk dalam wilayah pertarungan politik dalam islam.

Karena syiah punya keyakinan bahwa bimbingan langsung dari Allah itu masih ada didunia ini melalui orang orang terpilih yang menjadi imam. Diyakini bahwa para imam ini akan menjadi cahaya dan penyelamat jiwa mereka menuju sorga. Apalagi selama kepemimpinan dinasti Islam, akhlak kerakusan terus dipertontonkan oleh para elite. Ini membuat semakin meluasnya paham mereka yang berseberangan dan bertambah keyakinan bahwa hanya Imam yang bisa mensejahterakan ummat sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul dalam membangun peradaban. Bahwa Rasul cinta dengan orang miskin dan pernah ketika Rasul menyindir orang kaya yang lupa kepada orang miskin dan yatim, Bani Muawiyah termasuk salah satu yang dibicarakannya. Karena Bani Muawiyah termasuk suku yang terkaya ketika itu. Dan Ali bin Thalib dikenal dalam sejarah sebagai pemimpin orang Miskin dan pemnbertani terhadap musuh Allah. Makanya , dalam konteks kini, kita bisa melihat para pemimpin syiah di Iran yang hidup jauh dari kemewahan duniawi dan pemnberani terhadap Yahudi/AS/Barat , yang sangat berbeda dengan para raja dan pemimpin dari Negara yang menganut paham Sunni, seperti Arab Saudi, Emirat Arab , Kwait,  dll yang hidup mempertontonkan kemewahan duniawi dan akrab dengan Yahudi ( AS/Barat).

Bagaimanapun, adanya komunitas syiah dan disisi lain Sunni , dipicu oleh Politik kekuasaan. Perebutan siapa yang pantas memimpin  Islam paska Rasul Wafat. Andaikan, Hussein tidak dibunuh di padang karbala mungkin Rafidhah (Syi'ah) tidak akan tampil militan sampai kini. Andai kekuasaan tidak membuat perpecahan mungkin Islam kini sudah menguasai dunia. Tentu kebaikan , kebenaran, keadilan akan tegak. Tapi semua telah terjadi. Sejarah berkata lain. Ini kehendak Allah. Tugas kita orang beriman harus menerima kenyataan sejarah ini memahami perbedaan untuk tidak saling berbisah hingga bermusuhan. Biarlah perbedaan itu ada. Ditengah perbedaan Sunni dan Rafidhah (Syi'ah), kita harus mengakui kesamaan kita bahwa kita sama sama mencintai Rasul dan bertaqwa kepada Allah, dengan kiblat sama ke Baitulllah. Kalau karena perbedaan itu kita bertikai maka yang paling diuntungkan adalah Iblis dan kaum yahudi yang jelas jelas musuh laten umat islam (surah Al-A'raf ayat 167)

Wednesday, July 14, 2010

Globalisasi Islam

Apa sih nasionalisme ? Kita bangga sebagai bangsa Indonesia. Siapa yang melahirkan eksistensi kebangsaan ini ? Dan mengapa kita harus berada dalam satu komunitas yang dikotak dan dibandrol bernama Indonesia ? Nasionalisme adalah produk kompromi politik dalam tatanan global. Kompromi antara penjajah dengan yang dijajah. Kompromi sesama penjajah untuk berbagi resource. Dari hasil kompromi ini maka damarkasi dibuat, lingkungan terbentuk dan lambang dibuat untuk orang ramai percaya dan akhirnya berbangga untuk digiring kebilik pemilu memilih pemimpin bangsa itu. Setiap bangsa akhirnya punya dokrin sendiri sendiri. Dokrin itu di create oleh segelintir orang ( elite) yang diakui sebagai pemimpin. Dari bangsa ke bangsa, didunia ini terjadilah ring to ring kekuasaan. Namun tetap saja, pada akhirnya lahirnya penjajahan model baru atau neocolonialism.

Huszer dan Stevenson mengatakan bahwa nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya. Karena inipula Agus Salim sempat tidak setuju tengtang Nasionalisme yang digagas oleh Soekarno. Karena sejarah membuktikan bahwa kecintaan kepada bangsalah yang membuat terjadinya sistem penjajahan dimuka bumi. Seperti kata Hans Kohn , nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik, dan bahwa bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Kreatifitas IPTEK telah memicu petumbuhan ekonomi dan kemakmuran bangsa. Kemajuan ekonomi jepang paska Tenno Meiji akhir abad 19 ternyata menjadikan Jepang aggressor. Kemajuan ekonomi German awal abad ke 19 menjadikan German Agressor. Kemajuan ekonomi AS paska perang Dunia Kedua menjadikan AS agressor. Kemajuan Ekonomi Eropa Abad ke 16, ternyata menjadikan Eropa menjadi agressor diseluruh dunia.

Itulah sebabnya pemuja paham neoliberal untuk globalisasi adalah mereka yang mengaggap bodoh bila manusia harus berjarak satu sama lain hanya karena segelintir orang yang mengatur. Hanya karena damarkasi negara. Hanya karena perbedaan bendera. Bagi mereka , yang paling baik bila elite politik yang mengatur negara tidak sok pintar mengatur komunitas dunia untuk berinteraksi. Negara harus dijauhkan dari protokol komunitas global. Negara harus melepas belenggu damarkasi antara bangsa. Lewat internet, dunia terlilit dalam satu kuridor untuk saling bertinteraksi. Lewat Private banking, Smart Card, Debit Card, Credit card, manusia menjadi menyatu untuk berkonsumsi dimanapun dia suka tanpa harus membawa uang berlogo negara. Lewat media, ruang menjadi dekat. Tak ada lagi yang sesungguhnya rahasia. Dalam konteks kebebasan berinteraksi untuk lahirnya peradaban yang kreatif dan saling berbagi untuk lahirnya perdamaian, kebebasan, kesetaraan adalah mulia.

Hanya yang jadi pertanyaan bila globalisasi berarti semakin bebasnya kekuatan system menjajah lewat penguasaan tekhnologi, modal dan pasar. Pada akhirnya membiarkan segelintir orang menguasai dunia lewat pemikiran yang disempalkan secara no alternative to objection pada kesepakatan WTO. Penguasaan Media Massa. Penguasaan Tekhnologi dll. Negara dirantai tangannya untuk menegakkan keadilan. Kepemimpinan terbentuk lewat system pasar. Yang menang adalah mereka yang menguasai rating. Standard kualitas moral ,, idiologi/ dokrin, isme dari pemimpin tidak lagi dijadikan parameter. Siapapun mereka selagi mereka menerima konsep demokratisasi maka mereka sudah berada dalam lingkaran kekuasaan globalisasi sekuler. Mereka siap untuk masuk dalam ring to ring kekuasaan global untuk menekan segala paham nasionlisme.

Konsep Globalisasi ini sebetulnya adalah konsep Islam. Pihak sekuler dan Yahudi mendalami islam sebagai konsep sosial.Mereka paham bahwa Islam tidak punya standard tentang Negara , atau bangsa. Islam hanya mengenal Ummah. Pemimpin dalam islam bukanlah pemimpin yang mengelola teritorial tapi mereka memimpin aqidah. Makanya islam mengenal pemimpin itu adalah amirul mukminin. Pemimpin orang beriman. Pemimpin orang seaqidah. Sebagai sebuah gerakan internationalisasi untuk project sosial rahmatan lilalamin -- Islam yang berlabuh di Madinah dan kemudian menyebar keseluruh dunia lewat transformasi akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasul dan dokrin yang terdapat dalam Al Quran-- tidak pernah mempersoalkan masalah bagaimana dunia mau diatur ( masalah dunia kamu lebih tahu,-- sabda Nabi ). Apakah presidentil, Parlementer, otokratis, atau apalah. Islam hanya ingin kehidupan politik, sosial , budaya dan ekonomi dikelola dengan standard Islam sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran dan hadith.

Konsep Islam inilah yang menjadi inspirasi penganut paham Globalisasi yang tidak mempersoalkan sistem negara , bangsa dan siapa yang berkuasa tapi bagaimana konsep sekuler menjadi idiologi global dan pemimpinya terjebak pada No alternative to Objection untuk menerima konsep global tentang demokratisasi. Islam harus melihat persoalan globalisasi ini secara smart. Suka tidak suka globalisasi telah menjadi tatanan global dan ini rahmat Allah. Tugas umat islam adalah bagaimana ikut terlibat dalam globalisasi dan merubahnya sesuai dengan globalisasi islam sebagai project sosial umat manusia dimuka bumi. . Kita harus berebut pengaruh dangan paham sekuler lewat kehidupan sosial , politik, budaya, ekonomi, IPTEK.Jalan telah terbentuk menuju globalisasi kehidupan , tugas kita bagaimana menyediakan kendaraan yang tepat sesuai dengan Al Quran dan Hadith. Inilah jihad!

Wednesday, July 7, 2010

Manifesto Pergerakan Kaum Intelektual

Prolog : Berawal dari satu pertanyaan sederhana

Salah satu imbas positif dari dicetuskanya politik etis oleh pemerintah Belanda adalah lahirnya kaum pelajar Indonesia yang sadar untuk berjuang demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Mereka berkumpul, berorganisasi dan kemudian mengikrarkan visi kemerdekaan dalam nuansa persatuan.

Akhirnya, Bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945, hanya berselang 37 tahun sejak organisasi Budi Utomo yang dimotori kaum pelajar dideklarasikan. Sebelumnya, ratusan tahun perjuangan menggapai kemerdekaan menemui kegagalan, sementara sekelompok pemuda terpelajar tersebut hanya membutuhkan 37 tahun untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Persoalanya jelas tidak sesederhana itu, namun yang patut kita ambil pelajaran adalah bahwa jumlah kaum pelajar Indonesia yang menjadi motor penggerak perjuangan saat itu jauh lebih sedikit dibanding kaum pelajar yang dimiliki Indonesia saat ini. Saat itu, hanya mereka yang merupakan anak pejabat atau anak orang kaya yang berhak mengenyam pendidikan tinggi.

Oleh karena itu, satu pertanyaan yang patut kita ajukan saat ini adalah mengapa kaum pelajar Indonesia saat ini yang jumlahnya jauh lebih banyak seakan tergerus oleh zaman (tidak adaptif) serta tidak mampu menciptakan perubahan yang signifikan bagi Bangsa Indonesia (tidak progresif)? Tulisan ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan berpijak pada beberapa sepihan gagasan yang kemudian dirangkai untuk menjawab pertanyaan : “apa yang harus dilakukan kaum pelajar Indonesia saat ini agar adaptif dan progresif sehingga mampu berperan sebagai lokomotif perubahan yang mampu membawa Indonesia menjadi Bangsa yang terhormat?”

2. Gagasan pertama : Tentang Peranan Kaum Intelektual

James Watt tak sekedar membuat mesin uap, yang ia buat adalah sesuatu yang melahirkan revolusi industri dan pada akhirnya mengubah tatanan sosial secara global. Dari sanalah lahir marxisme, dikotomi borjouis-proletar dan kolonialisme. Oppenheimer tak sekedar membuat bom atom, yang Ia buat adalah sesuatu yang pada akhirnya menentukan konfigurasi politik global. Pun demikian dengan Shockley yang tak sekedar membuat transistor, yang ia ciptakan menjadi landasan revolusi teknologi informasi dan kini telah menjelma menjadi alat untuk infiltrasi budaya serta rekayasa sosial.

Sejarah memang membuktikan bahwa kaum ilmuwan (intelektual) senantiasa berada didepan dalam gerak sejarah dan peradaban. Mungkin inilah yang membuat Michael hart menempatkan sebanyak 37 ilmuwan dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di Dunia. Contoh lainnya adalah revolusi Prancis yang diilhami pemikiran beberapa filsuf tentang demokrasi.

Contoh diatas merupakan ilustrasi terkait peran seorang intelektual sebagai lokomotif peradaban. Kaum pelajar sebagai bagian dari kaum intelektual harus menyadari peranan dan tanggung jawabnya yang besar, yakni lebih dari sekedar calon pengisi teknostruktur pembangunan. Karena sejatinya kaum pelajar sebagai bagian dari kaum intelektual adalah para lokomotif perubahan dan peradaban.

3. Gagasan Kedua : Tentang Integritas Keilmuan

Seorang yang terpelajar adalah seseorang yang sedang menekuni minimal satu bidang keilmuan. Dan setiap bidang ilmu memiliki karakternya sendiri, narasinya sendiri serta mengandung nilai moral dan karakter yang unik. Oleh karena itu, setiap pelajar sejatinya dituntut untuk memiliki integritas terhadap keilmuan yang tengah digelutinya. Integritas ini tak hanya tercermin dalam pemahaman akan ilmu pengetahuan melainkan juga pada karakter yang diajarkan melalui nilai moral yang terkandung pada setiap bidang ilmu tersebut.

Sebagai contoh, penulis akan mengetengahkan nilai moral dari keilmuan fisika, bidang ini digeluti penulis selama menjalanai studi strata satu di Institut Teknologi Bandung. Nilai moral ini tercermin dari sosok seorang fisikawan.

Fisikawan adalah seorang seniman. Fisikawan memandang alam semesta dengan pemaknaan penuh atas keindahan dan harmoni yang sempurna. Seorang pelukis mengungkap keindahan semesta dengan kanvas dan tinta, sementara fisikawan menghayati keindahan semesta lantas mengungkapkanya diatas persamaan matematika. Alkisah ketika pertama kali muncul persamaan Maxwell, ada yang berkomentar :”Apakah seorang Dewa yang menuliskannya?” komentar ini adalah spontanitas seorang fisikawan selepas melihat persamaan Maxwell yang simetri, rapi dan tersusun indah serta komprehensif (dapat ditulis dalam bentuk diferensial atau integral). Sebagai tambahan, seorang fisikawan biasanya adalah seorang yang Romantis. Seseorang yang mampu mengungkap keindahan dan harmoni yang terselubung dalam bahasa matematika tentunya juga mampu mengungkapkanya dalam untaian kata.

Fisikawan adalah seorang yang humanis. Seseorang yang bisa menghargai semesta yang mati tentunya mampu menghargai yang hidup. Humanisme ini tercermin dalam keseharian beberapa tokoh fisika. Einstein menangis bersama beberapa fisikawan lain saat Jepang di Bom. Kemudian mereka berseloroh :”Manusia tidak pernah tahu apa yang dilakukannya!” Abdus Salam menyumbangkan hadiah nobelnya guna membangun ICTP yang visinya adalah menjembatani kesenjangan antara barat dan timur. Demikian pula dengan Chen nin yang, Yukawa, Plank dan sebagainya.

Fisikawan adalah seorang yang keras kepala, tak pernah menyerah dalam menggapai impian. Kepler menunggu hingga 20 tahun untuk sampai pada perumusan ketiga hukumnya. Masatoshi Kosiba bukan seorang yang cemerlang, dia harus berjuang keras sampai akhirnya Ia mendapat nobel atas penemuan Neutrino. Currie harus menempuh sekian kilometer ketika harus “nyambi” mengajar demi mendukung pendidikannya, Currie juga harus mengolah berton bahan dengan tungku panas untuk sekedar mendapat beberapa gram radioaktif.

Fisikawan adalah pahlawan pembela kebenaran. Galileo harus menerima tahanan rumah karena mempertahankan keyakinannya akan heliosentris.

Seringkali seorang fisikawan memiliki karakter yang kuat dan pribadi yang unik. Beberapa contohnya adalah Dirac sang jenius pertapa, Feynman yang eksentrik atau Schrodinger sang jenius pecinta. Contoh lainnya adalah Bohr yang disegani karena kesahajaan dan kepemimpinannya. Mereka terikat kuat oleh ikatan pencarian tertentu. Seperti ikatan antara Einstein (Jerman) dan Eddington (Inggris) meski mereka saat itu berada pada pihak yang saling berperang saat perang dunia 2 berlangsung.

Fisikawan juga seorang Filsuf. Dibalik formula matematik yang rumit, kompleksitas alat eksperimen, tersembunyi hasrat manusia merdeka yang meyakini kebenaran tertentu :” Bahwa alam semesta digerakan oleh hukum yang sederhana, berjalan dengan simetri yang luar biasa serta harmoni yang membentuk keindahan dan keagungan”.

Menurut Mohamad Hatta, karakter seorang insan akademis adalah senantiasa mencari dan membela kebenaran ilmiah. Kaum pelajar Indonesia saat perjuangan menggapai kemerdekaan memiliki integritas terhadap keilmuan yang sedang digeluti. Pada akhirnya mereka sampai pada pemaknaan atas tanggung jawab seorang insan akademis meski latar belakang kelimuan mereka berbeda-beda.

4. Gagasan Ketiga : Kita Hanya Sedikit Lupa

Jalaludin rahmat dalam buku berjudul Rekayasa Sosial pernah menyatakan bahwa untuk melakukan rekayasa sosial dibutuhkan tiga hal : Ide,tokoh dan gerakan yang masif. Lantas, ide atau “desire” apa yang harus kita tanamkan untuk melecutkan kita semua menjadi bangsa yang lebih beradab?

Salah satu kunci untuk menjadi manusia sukses adalah kepercayaan diri, dengan demikian sebuah bangsa yang ingin maju tentunya juga harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Namun, ketika sebuah pertanyaan sederhana penulis lontarkan kepada sekelompok mahasiswa : ” Seperti apakah bangsa Indonesia menurut kamu?” sebagian besar dari mereka menjawab : Korup, Pemalas, Dilecehkan dunia Internasional (pecundang) dan sebagainya. Hal ini mengisyaratkan sebuah bentuk kepercayaan diri sebuah bangsa yang rendah. Lantas Apakah Benar bahwa bangsa kita demikian buruknya?

Apakah benar bahwa bangsa kita pecundang? Alkisah, pasukan Gurkha adalah pasukan sewaan yang terkenal garang dan hebat. Mereka diiringi banyak mitos, salah satunya adala pisau andalan mereka yang konon bisa membelah orang. Saat perang Malvinas (inggris melawan
argentina), menyerahnya argentina diindikasikan salah satunya karena ketakutan terhadap Gurkha, dan dalam perang tersebut tak ada satupun Gurkha yang mati. Namun, sekian puluh Gurkha mati di Surabaya. Siapakah yang berhasil menewaskan Gurkha? Apakah tentara atau prajurit tangguh yang menewaskan mereka? Bukan, Gurkha-gurkha itu mati oleh pemuda-pemuda berusia belia; arek-arek Surabaya yang hanya bermodalkan bambu runcing dan hasrat untuk tetap merdeka.

Dalam buku Perang Eropa dipertontonkan kehebatan Churcill dan pasukan Inggris. Dan salah satu sumber menyatakan bahwa selama perang dunia 2 tak satupun Jendral Inggris yang mati. Namun, seorang Jendral Inggris mati di Surabaya. Lagi-lagi oleh sekelompok pemuda yang hanya bermodalkan bambu runcing dan hasrat untuk tetap merdeka. Kemarahan Inggris membawa malapetaka bagi Surabaya yang dihujani serangan dari darat, laut dan udara. Bayangkan dalam kondisi sedemikian riuh, ada saja yang nekat memanjat atap hotel Yamato untuk sekedar mengganti bendera merah, putih, biru menjadi dwi warna merah-putih.

Kita bisa menelusuri sejarah perang lebih lanjut. Saat sebuah Negara menyerah kalah, biasanya masih tersisa sekian banyak pasukan dan senjata, jarang sekali sampai habis tak bersisa (puputan). Namun di Nusantara ini pernah terjadi pertahanan harga diri hingga meletus perang puputan. Setidaknya ada di Bali, dipimpin oleh I Gusti ktut Jelantik dan di Aceh waktu rakyat Aceh mempertahankan benteng kutoreh. Hal ini adalah cerminan sebuah hasrat merdeka yang diwujudkan dalam perang habis-habisan tanpa sisa dengan mengorbankan jiwa dan raga.

Jadi apa benar kita adalah bangsa yang pecundang? Tidak, kita adalah bangsa yang pemberani. Kita hanya sedikit lupa dengan masa lalu kita.

Apakah benar bahwa kita adalah bangsa yang korup? Alkisah, pernah ada di Nusantara kita seorang bergelar Ratu Sima dari Kalingga. Beliau terkenal sebagai seorang Raja yang adil, jujur dan tegas. Pemerintahan Ratu Sima terkenal bersih. Hal ini mengundang penasaran seorang dari Arab yang ingin mengujinya dengan meletakan emas permata disana. Tak satupun rakyat yang berani menyentuhnya sampai suatu ketika sang pangeran calon pewaris tahta menyentuh emas permata tersebut. Tanpa ampun, ratu sima menghukum buah hatinya. Salah satu versi sejarah menyebut sang pangeran akhirnya dipotong kakinya.

Jadi apa benar kita adalah bangsa yang korup? Tidak, setidaknya pernah terjadi di Nusantara kita ketika hukum ditegakan, keadilan diwujudkan. Mungkin kita hanya sedikit lupa dengan masa lalu kita.

Apakah kita adalah bangsa yang bodoh? Tersebutlah Sastra Lisan Bujang Tan Domang dari Riau yang mengisyaratkan keramahan ekologis jauh sebelum kita mengenal terminologi “Sustainable Development”. Jendral Sudirman pernah membuat Belanda kocar-kacir dengan Inovasinya terhadap strategi perang Inggris saat menusuk Birma (kita mengenalnya sebagai siasat gerilya). Dengan bantuan Laksamana Nala, Gadjah mada dalam waktu singkat berhasil mengubah pola pertahanan yang bersifat kontinental menjadi berbasis maritim. kita bukanlah bangsa yang bodoh. Kita hanya sedikit lupa dengan masa lalu kita.

Sebuah bangsa membutuhkan mimpi atau “desire” yang kuat untuk dapat menjadi besar. Vladmir putin bersama rekan-rekan eks KGB memiliki desire “The Great Rusia”. Kaum Yahudi memendam desire “tanah yang dijanjikan”. Orang Korea berkata : ”Baja, baja, Baja dan Kalahkan Jepang”. Lantas apa yang harus menjadi Desire kita?

Andaikan Indonesia adalah bangsa yang “nakal” maka untuk menghancurkan Singapura dan Malaysia cukup dengan membakar beberapa pulau terluar. Mereka akan sesak napas karna asap. Cukup dengan memasang perompak atau ranjau di laut untuk menghancurkan perekonomian dunia karna perairan kita sangat ramai digunakan sebagai jalur pengiriman barang (termasuk suplai minyak china). Kesetimbangan iklim global akan terganggu jika hutan di Kalimantan dan Papua dihancurkan. Kesadaran bahwa Indonesia memegang peranan kunci dalam keseimbangan tatanan global, bisa dijadikan titik pijak untuk menemukan “desire” yang akan memompa semangat generasi muda dalam membangun bangsanya.

Berpikir positif, memiliki kepercayaan diri yang kokoh serta “desire” yang kuat adalah prasyarat agar kita bisa menjadi bangsa yang maju.

5. Gagasan Keempat : Pembacaan atas dunia dan Indonesia

Pola pergerakan mahasiswa, pamuda dan kaum pelajar Indonesia terkait erat dengan cara pembacaan terhadap dunia dan Negara Indonesia. Banyak cara dalam membaca dunia. Sebagian melihat dunia sebagai pengangkangan yang satu terhadap yang lain : barat terhadap timur, utara terhadap selatan, kapitalis terhadap Negara-negara dunia ketiga dsb (teori ketergantungan). Orang-orang Postmodern membaca dunia yang telah menjadi perang imagologi, bukan lagi perang ideologi. Orang marketing mungkin membaca dunia saat ini sebagai zaman venus (simbol perempuan : emosi, persepsi) dan bukan lagi zaman mars (simbol laki-laki : logika). Dalam zaman venus ini suatu produk tak hanya dinilai berdasarkan fungsinya saja melainkan juga bagaimana si produk mampu menyentuh emosi konsumen dengan memainkan persepsi. Orang Geopolitik akan melihat dunia yang bergeser distribusi kekuatannya dari uni polar (hegemoni Amerika) menuju ke multi polar (uni eropa, china, India, amerika latin dll).

Ada pula yang membaca masyarakat dunia saat ini sebagai masyarakat paska kapitalis yang salah satu cirinya adalah masyarakat pengetahuan. Dalam masyarakat ini ,pengetahuan, inovasi dan kreativitas memegang peranan utama didalam keberjalanan peradaban. Hal ini tercermin salah satunya dari latar belakang orang-orang terkaya dunia saat ini yang berasal dari innovator-inovator teknologi informasi.

Rekan-rekan dari organisasi pergerakan yang membaca dunia sebagai pengangkangan yang satu terhadap yang lain, membaca Indonesia dengan terminologi seputar kemiskinan, korup serta menganggap permasalahan ini disebabkan oleh tirani yang berkuasa tentu akan melahirkan pola pergerakan yang digerakan spirit perlawanan. Aksi-aksi yang dilakukan akan penuh dengan nuansa heroisme, kenangan masa lalu dan gelegar jargon perjuangan dan perlawanan. Masih relevankah dengan situasi kekinian?

Tentu akan berbeda dengan rekan-rekan yang membaca dunia sebagai sebuah masayarakat pengetahuan yang terintegrasi secara global, membaca Indonesia sebagai sebagai salah satu Negara dengan garis pantai terpanjang, sebagai negeri yang memiliki sekian banyak varietas endemik , kemudian membaca universitas sebagai produsen pengetahuan utama di Indonesia serta menyimpan segudang potensi besar.

Lantas bagaimana seharusnya kaum pelajar harus membaca dunia?

ada wacana menarik yang bercerita tentang The Rulling Class of Indonesia. Wacana The Rulling Class tersebut berasal dari pemikiran Anis Basweidan. Sederhananya, the rulling class merujuk pada kelompok pemuda pada satu massa yang pada akhirnya menjadi pemimpin/elit Indonesia di masa depannya. Setidaknya sudah ada tiga generasi the rulling class.

The Rulling Class pertama adalah pemuda-pemuda yang beruntung mendapat pendidikan Belanda saat politik etis dicetuskan. Mereka adalah generasi Soekarno,hatta dan sebagainya. Mereka memimpin Indonesia saat kemerdekaan. Era berikutnya adalah era mempertahankan kemerdekaan. Pada masa itu tumbuh kesatuan-kesatuan militer. The Rulling class kedua adalah pemuda yang turut dalam kesatuan-kesatuan militer. Pada akhirnya mereka memimpin Indonesia saat orde baru. The Rulling Class berikutnya adalah para aktivis mahasiswa yang turut ambil bagian dalam pergolakan dan peralihan orde lama ke orde baru. Merekalah yang kini banyak menjadi elit politik nasional. Dari sini muncul pertanyaan :”Siapakah the Rulling class berikutnya?”

Ada yang mengusulkan bahwa the rulling class berikutnya adalah pemuda-pemuda yang tergabung dalam kelompok entrepreneur. Jika dahulu orang yang memiliki akses politik secara otomatis akan menguasai akses bisnis dan industri maka pada masa mendatang yang terjadi adalah sebaliknya, orang yang menguasai akses bisnis dan industri akan mudah juga menguasai politik.

Namun Entrepreneur disini bisa juga dimaknai secara luas, yakni tak sekedar orang yang berbisnis. Entrepreneur adalah sekumpulan karakter Inovatif, kreatif serta hasrat untuk senantiasa menciptakan nilai tambah.

Untuk dapat mewujudkan generasi Indonesia yang adapif dan progresif, pola perjuangan kaum pelajar Indonesia harus dilandaskan atas pembacaan yang tepat terkait situasi dunia dan masa depan Indonesia.

6. Gagasan Kelima : Tentang Visi Masa Depan dan Khayalan pada suatu saat

Apa yang dilakukan oleh pemuda saat ini menentukan bagaimana Indonesia 30 tahun mendatang. Oleh karena itu, pemuda Indonesia haruslah membiasakan diri untuk mengasah ketajaman gagasannya terkait wujud Indonesia masa depan. Dan gagasan ini akan lahir ketika kaum pelajar mau berkumpul, berdialektika dalam budaya akademik yang baik, yaitu budaya yang mencerminkan integritas keilmuan kaum pelajar Indonesia.

Suatu saat saya pernah mengkhayalkan kehidupan mahasiswa di suatu universitas dimana pada suatu hari kuliah Fisika Kuantum terpaksa diberi perpanjangan waktu karena sang dosen harus melerai perdebatan keras dua kelompok mahasiswa yang berdebat terkait apakah ketidakpastian Heissenberg muncul karena keterbatasan manusia dalam mengamati alam yang sesungguhnya pasti, atau memang lahir dari sifat hakiki alam yang memang berjalan dengan tidak pasti. Hal ini mirip seperti pertengkaran Bohr dan Einstein. Einstein :” Tuhan tidak bermain dadu dalam penciptaan semesta !”. Bohr :” Tuhan tak hanya bermain dadu, Dia juga melemparkannya ketempat yang tak kita ketahui.

Saya berkhayal akan mendengar perbincangan yang hebat di kantin-kantin kampus. Saya mendengar perbincangan mahasiswa Teknik Industri terkait haruskah efisiensi menjadi satu-satunya nilai dalam proses produksi, perbincangan mahasiswa Teknik Lingkungan terkait haruskah konservasi ekologi akan selalu bertentangan dengan aktualisasi potensi ekonomi serta perdebatan tentang “deep ecology versus anthroposentris”, pembahasan mahasiswa Planologi dan Teknik Kelautan terkait pola tata ruang dan infrastuktur yang harus dibangun untuk menggeser pola pembangunan Indonesia dari basis kontinental ke basis maritim, pembahasan mahasiswa Biologi dan Farmasi terkait pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan masyarakat. Saya juga berkhayal mendengar perdebatan mahasiswa Fakultas Kebumian tentang bagaimana caranya lifting minyak bisa naik 50 %.

Saya berkhayal akan melihat boulevard kampus setiap hari ramai dipenuhi oleh pameran karya-karya mahasiswa. Disini saya melihat karya mahasiswa Teknik Mesin berupa pompa Hidraulik Ram (bekerja dengan prinsip water hammer effect) yang sedianya akan didistribusikan untuk menyelamatkan ribuan petani yang sumber airnya berada dibawah sawah serta tak mampu untuk membeli Pompa Diesel.

Disajikan pula karya mahasiswa Teknik Fisika berupa alat pengering jagung sehingga ribuan petani jagung mampu menyimpan jagungnya lebih lama tanpa beresiko menjadi tape jagung. Ada pula karya mahasiswa Teknik Elektro berupa pembangkit listrik mikro hidro yang akan didistibusikan ke daerah yang belum teraliri listrik. Kemudian ditampilkan pula BDS (Business Development Service) yang dibangun bersama oleh mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen serta mahasiswa Teknik Informatika untuk membantu membenahi manajemen operasi ratusan konveksi di Bandung. Disini mahasiswa Teknik Informatika mendistribusikan software akuntansi sederhana sementara mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen membantu akses permodalan dan konsultasi manajemen.

Sains. Teknologi dan seni adalah motor peradaban. Ketika intelektualitas bersanding dengan seni, maka kemanusiaan akan lahir. Kemudian saya mengkhayalkan bahwa di universitas yang sama, yang ada di seluruh
Indonesia selain terwujud obolan dikantin dan keramaian boulevard seperti tersebut diatas juga aka nada keramaian lain berupa orkestra yang menampilkan karya Mozart, teater yang membawakan drama Shakespeare dan Epos Mahabarata. Banyak pula sajian kreativitas “putra-putri daerah” yang mengemas kearifan lokal daerahnya dalam teatrikal modern seperti Sastra lisan bujang tan domang dari Riau, Hikayat Sabil, Hikayat hang tuah dan sebagainya.

Generasi muda yang adaptif dan progresif akan mewarnai aktivitasnya dalam perjuangan untuk rakyat yang diilhami semangat keilmuan baik sains, teknologi maupun seni.

7. Epilog : Kesatuan Gagasan untuk Mewujudkan Generasi Kaum Pelajar
Indonesia yang Adaptif dan Progresif

Selepas berkesempatan mengunjungi Malaysia tiga tahun lalu, penulis berkesimpulan bahwa satu orang Indonesia sejatinya lebih unggul dibanding satu orang Malaysia serta setara dengan satu orang Jepang. Namun, sepuluh orang Malaysia akan mengalahkan sepuluh orang Indonesia dan tiga orang Jepang akan mengalahkan sepuluh orang Indonesia. Bangsa Indonesia sejatinya tidak kekurangan orang pintar. Namun Bangsa Indonesia memiliki kelemahan dalam membentuk kerjasama serta kesatuan yang kokoh.

Oleh karena itu, kata kunci dari keseluruhan gagasan tersebut diatas adalah kolaborasi. Sudah saatnya kaum muda dan terpelajar
Indonesia berkumpul, membangun visi akan masa depan Indonesia dalam nuansa Pergerakan Kaum Intelektual. Pergerakan ini akan efektif ketika berada dalam satu organisasi atau jejaring antar organisasi akademik.

Organisasi pergerakan ini memiliki konsepsi yang dilandaskan atas kesadaran bahwa kaum intelektual memiliki peran sebagai lokomotif peradaban serta berkewajiban untuk memiliki integritas terhadap bidang ilmu yang digelutinya.

Organisasi pergerakan ini juga menjadi wadah dimana budaya akademik disuburkan, serta menjadi tempat dimana visi masa depan Indonesia digagas. Organisasi ini bergerak berdasarkan nilai-nilai inovasi dan kreativitas sehingga mampu menjadi tempat kaderisasi para calon pemimpin bangsa untuk belajar memimpin perubahan.

Soekarno memiliki “revolusi” yang tertulis tak hanya di Istana Negara melainkan juga di gang-gang kumuh di kota-kota. Soeharto juga memiliki “pembangunan nasional” yang diucapkan tak hanya pada pidato presiden melainkan juga sampai pada lurah-lurah di desa-desa. Oleh karena itu, Organisasi Pergerakan Kaum Intelektual ini (apapun wujudnya) harus mampu menawarkan “desire” terhadap seluruh rakyat Indonesia. Yakni “desire” yang mampu memompa optimisme dan gelora serta hasrat berjuang seluruh komponen bangsa.Organisasi ini adalah tempat dimana generasi muda yang adaptif dan progresif dibentuk.

Zulkaida Akbar

Saturday, July 3, 2010

TDL dan kita

Kalau kita lihat laporan keuangan PLN, nyata sekali bahwa kondisi keuangan PLN cukup kuat. Walau tahun tahun sebelumnya PLN mengalami kerugian namun tahun kemarin PLN mencatat laba sebesar Rp. 7,6 Triliun. Pemerintah berbangga hati karena berhasil memperbaiki kondisi keuangan PLN. Dari kacamata kapitalisme, Ya. Namun dari segi social responsibility semakin jauh untuk dikatakan berhasil. Listrik sudah menjadi komoditas kapitalis untuk memaksa konsumen membayar dengan harga yang sesuai dengan prinsip prinsip ekonomi kapitalis.

Pemerintah tak bisa berbuat banyak untuk membelokkan kehendak pasar keuangan bahwa PLN hanya akan mampu mengakses dana bagi ekspansinya bila menutup rapat tanggung jawab sosialnya. Komunitas rakyat yang diatas 200 juta adalah konsumen yang sangat potensi untuk menarik dana orang kaya masuk dalam business energi ini. Legitimasi PLN sebagai business monopoliy merupakan risk management bagi investor untuk memastikan uangnya aman dan berlipat. Pemerintah yang rendah kepeduliaannya kepada rakyat adalah sistem yang kondusif bagi investor. Dari semua itulah design pembangunan dibuat diatas cerita "peduli pada rakyat" diatas cerita " kemanusiaan yang adil dan beradab namun TDL tentap harus naik. Subsidi harus dikurangi dan bahkan bila perlu dihapus karena distorsi pasar.

Lantas bagaimana dengan rakyat akibat kenaikan listrik ini, yang harus menghadapi eskalasi kenaikan harga sebagai akibat dari derivative kebijakan kenaikan TDL itu ? oho itu tidak pernah terpikirkan dalam kebijakan kapitalis. Rakyat dalam definisi kapitalis adalah mereka yang mampu bayar pajak. Selebihnya sampah. Pajak itu tidak melulu dalam bentuk langsung atau tidak langsung tapi juga ada yang dikemas dalam bentuk kebijakan harga. Kenaikan harga akibat kenaikan tariff adalah salah satu bentuk memaksa rakyat membayar kontribusinya bagi kelangsungan rezim kemaruk uang. Tentuk akan menyengsarakan rakyat ? Tunggu dulu , jangan buru buru bilang pemerintah zolim. Dengar prinsip kapitalis, yang kuat yang menang. Bagi rakyat yang lemah memang harus ikhlas untuk digilas zaman dan bagi yang kuat akan diberikan ruang untuk berproduksi dan berkosumsi. Ini hokum purba , hokum alam.

Memang menyakitkan dikelola dengan cara dibiarkan untuk hidup ditengah situasi yang kuat yang menang. Tapi kehidupan memang begitu adanya.tak ada charity lagi untuk menjadikan kumpulan manusia sebagai beban. Proses harus dilewati sebagai sebuah pilihan yang tak sempurna. Apakah sosialis sebagai sebuah solusi? Tak juga benar bila kenyataanya socialis mengontrol harga tapi juga mengontrol kebebasan. Antara kapitalis maupun socialis berada dalam kurungan dengan tangan dirantai oleh princip buy low sell high and pay later. Pemilik uang bukan lagi negara. Uang sudah teridistribusi dalam system kepada semua orang kaya. Orang kaya ini adalah orang orang yang hidup dalam princip individualisme yang tak paham soal hidup harus berbagi. Tak paham soal risk management by social responsibility. Dan pihak bank harus taat kepada orang kaya ini untuk hanya memberikan dana kepada business yang berorietasi laba.

Itulah sebabnya PLN berusaha memperbaiki citra keuangannya melalui kenaikan tariff dan rasionalisasi sumber daya manusia.. Itulah sebabnya pemerintah tak berdaya untuk tidak menyetujui kenaikan tariff. Semuanya berujung pada satu titik yaitu membuat PLN bankable untuk mendapatkan financial resource membiayai ekspansi businessnya. Untuk siapa sebetulnya semua ini ? bila PLN laba, maka PLN akan lancar bayar bunga kepada bank dan bank pun akan lancar memanjakan deposan kaya. Bila kelak PLN masuk bursa maka laba itu akan meningkatkan value asset milik pemodal. Sebuah cara sistematis tengah teraktualkan ditengah tengah kita bahwa jangan lagi berharap segala sesuatu bisa murah, jangan pernah lagi berharap selagi rezim ini masih bercokol …Kita bukan lagi rakyat tapi hanyalah konsumen.

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...