Bagaimana tatanan dunia sekarang dibentuk ? Mari kita lihat analogi berikut. Satu unit Oral-b ( sikat gigi) seharga USD 30 dijual di Wall Mart ( AS). Oral-b ini diproduksi di China dengan harga export ke AS USD 3 per unit. Ketika sampai di AS, maka harga ini dibergerak naik untuk memberikan stimulus ekonomi dalam negeri AS kepada perusahaan expedisi, distributor, agent, biro iklan, dan Wall Mart. Hingga harga mencapai USD 30 per unit. Semua perusahaan itu memperkerjakan karyawan yang tidak sedikit dan tentu dengan UMR lebih tinggi dari China. Mereka hidup dalam kebebasan financial untuk berkonsumsi.
Agar keadaan ini terus berlangsung dimana China berprodusi dan AS berkonsumsi maka setiap nilai export perusahaan china ke AS, para pengusahanya tidak mendapatkan mata uang dollar. Mereka hanya mendapatkan tanda terima dollar yang harus ditukar dalam bentuk mata uang china (RMB). Perusahaan china memenuhi kebutuhan bahan baku dan upah kerja dengan menggunakaan RMB. Sementara mata uang dollar yang diperoleh oleh exportir disimpang oleh Bank central China. Berjalannya waktu, Dollar semakin bertumpuk di Bank sentral china. Ketika akhir tahun , Dollar ini kembali masuk ke AS dalam bentuk pinjaman luar negeri AS. China menumpuk Surat Hutang AS dalam bentuk Tbill dan lain lain.
AS setiap tahunnya menerima curahan devisa negara lain melalui penerbitan surat hutang. Dana inilah yang dipakai oleh AS untuk membiayai kegiatan pemerintahannya dengan berbagai kebijakan sosial dan komersial berskala domestik dan international. System seperti inilah yang memanjakan korporat AS, publik dan pejabatnya untuk menjamin kelangsung rezim padat hutang. AS tidak lagi melihat hutang sebagai suatu ancaman tapi sudah menjadi system yang memaksa negara lain untuk berjihad memenuhi kebutuhan AS. Bagi china , hal ini sebagai suatu pilihan yang tak bisa berkelit namun menjamin kelangsungan kekuatan produksinya yang menampung miliaran buruh.
Ada empat alasan yang membuat AS manja dengan system tersebut diatas yaitu Pertama, berhutang itu dianggap simbol kepercayaan dunia terhadap kekuatan ekonomi AS. Kedua, membiarkan industri dalam negerinya ambruk agar terjadi difisit perdagangan.. Ketiga, defisit itu juga disebabkan oleh banyaknya perusahaan multinasional AS yang membuka sentra-sentra produksinya di luar AS. Dan keempat, akumulasi dollar AS oleh bank-bank sentral di dunia telah membuat sistem ekonomi global stabil. Keempat alasan itu tentu anormal. . Banyaknya uang yang masuk ke AS tidak menghasilkan imbal hasil (return) yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Eropa, Jepang, dan China, baik berupa investasi langsung maupun berupa saham dan obligasi. Surplus neraca modal (capital-account) AS sebagai mirror-image dari defisit neraca berjalannya hanyalah untuk membiayai konsumsi warga negara AS.
Bank-bank sentral di dunia mendanai sedikitnya 60 persen defisit tersebut agar mata uang mereka tidak menguat terhadap dollar AS yang dapat mengganggu ekspor mereka. Yang paling absurd adalah alasan keempat. Menurut AS, negara-negara di Asia melalui bank sentralnya harus berbahagia mengumpulkan dollar AS sehingga sistem nilai tukar saat ini mirip dengan sistem "Bretton Woods" yang stabil. Dengan membeli obligasi-obligasi Pemerintah AS, Asia menolong menekan mata uangnya untuk mendorong ekspor dan dengan demikian mengangkat ekonomi mereka. Masalahnya, di zaman Bretton Woods dollar AS dipatok (peg) terhadap emas dan neraca berjalan AS waktu itu surplus. Sekarang, bank- bank sentral yang mengakumulasi dollar AS dihadapi pada potensi rugi yang sangat "gigantis" apabila mata uang mereka menguat..
Hebat, kan. !! Inilah model penjajahan di abad kini. Penjajah tidak perlu mendatangkan tantara dengan senjata pemusnah , tapi cukup create system yang langsung memaksa megara lain bekerja keras dengan mengorbankan semua resourcenya untuk memanjakan rezim AS. Bagi negara yang tidak bersedia mengikuti system ini , maka AS punya senjata lain untuk memaksa yaitu melalui program demokratisasi. Kebebasan adalah HAM dan hasilnya seperti yang dikatakan oleh Faucoult (1980) bahwa kekuasaan telah mengalami perubahan, ia bukan lagi sesuatu yang melekat pada status. Pemegang otoritas, tidak selalu dilekati dengan kekuasaan. Banyak produk hukum dari pemerintahan demokratis justru melahirkan kebijakan acrobat dan menjauhkan hak hak rakyat namun menguntungkan kepentingan system ini.
Agar keadaan ini terus berlangsung dimana China berprodusi dan AS berkonsumsi maka setiap nilai export perusahaan china ke AS, para pengusahanya tidak mendapatkan mata uang dollar. Mereka hanya mendapatkan tanda terima dollar yang harus ditukar dalam bentuk mata uang china (RMB). Perusahaan china memenuhi kebutuhan bahan baku dan upah kerja dengan menggunakaan RMB. Sementara mata uang dollar yang diperoleh oleh exportir disimpang oleh Bank central China. Berjalannya waktu, Dollar semakin bertumpuk di Bank sentral china. Ketika akhir tahun , Dollar ini kembali masuk ke AS dalam bentuk pinjaman luar negeri AS. China menumpuk Surat Hutang AS dalam bentuk Tbill dan lain lain.
AS setiap tahunnya menerima curahan devisa negara lain melalui penerbitan surat hutang. Dana inilah yang dipakai oleh AS untuk membiayai kegiatan pemerintahannya dengan berbagai kebijakan sosial dan komersial berskala domestik dan international. System seperti inilah yang memanjakan korporat AS, publik dan pejabatnya untuk menjamin kelangsung rezim padat hutang. AS tidak lagi melihat hutang sebagai suatu ancaman tapi sudah menjadi system yang memaksa negara lain untuk berjihad memenuhi kebutuhan AS. Bagi china , hal ini sebagai suatu pilihan yang tak bisa berkelit namun menjamin kelangsungan kekuatan produksinya yang menampung miliaran buruh.
Ada empat alasan yang membuat AS manja dengan system tersebut diatas yaitu Pertama, berhutang itu dianggap simbol kepercayaan dunia terhadap kekuatan ekonomi AS. Kedua, membiarkan industri dalam negerinya ambruk agar terjadi difisit perdagangan.. Ketiga, defisit itu juga disebabkan oleh banyaknya perusahaan multinasional AS yang membuka sentra-sentra produksinya di luar AS. Dan keempat, akumulasi dollar AS oleh bank-bank sentral di dunia telah membuat sistem ekonomi global stabil. Keempat alasan itu tentu anormal. . Banyaknya uang yang masuk ke AS tidak menghasilkan imbal hasil (return) yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Eropa, Jepang, dan China, baik berupa investasi langsung maupun berupa saham dan obligasi. Surplus neraca modal (capital-account) AS sebagai mirror-image dari defisit neraca berjalannya hanyalah untuk membiayai konsumsi warga negara AS.
Bank-bank sentral di dunia mendanai sedikitnya 60 persen defisit tersebut agar mata uang mereka tidak menguat terhadap dollar AS yang dapat mengganggu ekspor mereka. Yang paling absurd adalah alasan keempat. Menurut AS, negara-negara di Asia melalui bank sentralnya harus berbahagia mengumpulkan dollar AS sehingga sistem nilai tukar saat ini mirip dengan sistem "Bretton Woods" yang stabil. Dengan membeli obligasi-obligasi Pemerintah AS, Asia menolong menekan mata uangnya untuk mendorong ekspor dan dengan demikian mengangkat ekonomi mereka. Masalahnya, di zaman Bretton Woods dollar AS dipatok (peg) terhadap emas dan neraca berjalan AS waktu itu surplus. Sekarang, bank- bank sentral yang mengakumulasi dollar AS dihadapi pada potensi rugi yang sangat "gigantis" apabila mata uang mereka menguat..
Hebat, kan. !! Inilah model penjajahan di abad kini. Penjajah tidak perlu mendatangkan tantara dengan senjata pemusnah , tapi cukup create system yang langsung memaksa megara lain bekerja keras dengan mengorbankan semua resourcenya untuk memanjakan rezim AS. Bagi negara yang tidak bersedia mengikuti system ini , maka AS punya senjata lain untuk memaksa yaitu melalui program demokratisasi. Kebebasan adalah HAM dan hasilnya seperti yang dikatakan oleh Faucoult (1980) bahwa kekuasaan telah mengalami perubahan, ia bukan lagi sesuatu yang melekat pada status. Pemegang otoritas, tidak selalu dilekati dengan kekuasaan. Banyak produk hukum dari pemerintahan demokratis justru melahirkan kebijakan acrobat dan menjauhkan hak hak rakyat namun menguntungkan kepentingan system ini.
No comments:
Post a Comment