Polemik piutang DKI ke MenKeu
DKI mengatakan mengapa belum juga menggelontorkan dana covid 19 karena kesulitan cashflow akibat pusat belum membayar piutang DKI. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku telah menyampaikan surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Surat itu terkait pencairan dana bagi hasil sebesar Rp 7,5 triliun. Saya ingin mencoba menjelaskan dengan sederhana.
Pertama. Tagihan DKI itu berasal dari dana perimbangan dan SiLPA. Apa itu SiLPA ? SILPA (dengan huruf I besar/capital) adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan, yaitu selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran yang terjadi. Tahun 2020, DKI mengalami defisit sebesar Rp. 5,76 Triliun. Cara menutupi defisit, sumber dan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) APBD DKI 2019 sebesar Rp 5,5 triliun dan Penerimaan Pinjaman Daerah sebesar Rp 260,15 miliar. Dana SiLPA itu adalah hak dari PEMDA dan DPRD DKI. Tidak ada istilah tagihan atau piutang Pusat ke DKI.
Kedua, Memang ada dana perimbangan sebesar Rp.6,4 Triliun. Dana itu berasal dari bagi hasil, dana alokasi umun, dana alokasi umum. Tetapi berdasarkan PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa. Pemerintah daerah tak akan menerima Dana Alokasi Umum (DAU) secara tetap seperti tahun-tahun sebelumnya. DAU pun akan disesuaikan dengan naik turunnya penerimaan negara. Tapi anehnya DPRD menjadikan dana SiLPA ini definitif. Aneh.?
Nah realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Agustus 2019 defisit Rp 191,1 triliun. Akibatnya, dana perimbangan DKI menurun. Tak hanya itu, prediksi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) DKI 2019 turun dari 8,51 triliun menjadi Rp 3,08 triliun. Kalau sampai DKI engga dapat lagi SiLPA dari perimbangan, kemungkinan memang engga ada lagi. Apa yang mau ditagih ke Menkeu? Mengapa ? Karena sampai dengan november saja APBN sudah defisit Rp 368,9 triliun. Kesalahan ada pada RAPBD DKI dimana DPRD menetapkan dana SiLPA sebagai definitif, padahal jumlah tidak pasti tergantung dari turun naiknya penerimaan APBN.
Ketiga, saya engga ngerti mengapa DKI berwacana soal dana perimbangan ini? apakah ingin mengelak dari kesulitan cash flow merealokasi APBD untuk C-19. Karena sumber pembiayaan menutupi defisit dari SiLPA yang mungkin rekeningnya udah Nol. Dan sengaja membuka front soal PMK Nomor 50/PMK.07/2017 dengan pusat dan tidak bisa menerima ketentuan dana perimbangan disesuaikan dengan turun naiknya penerimaan APBN. Engga ngerti saya cara berpolitik Abas. Padahal yang harus dia lakukan adalah segera putuskan alokasi C-19 yang sudah ditetapkan untuk disetujui DPRD, bukan hanya wacana. Apa jadinya kalau Dana C-19 itu cair setelah Mey, dimana C-19 sudah engga ada lagi. ? Kan sama saja boong.
Komitmen Daerah melawan C-19
Jepang dan Pandemi C-19?Ketiga, saya engga ngerti mengapa DKI berwacana soal dana perimbangan ini? apakah ingin mengelak dari kesulitan cash flow merealokasi APBD untuk C-19. Karena sumber pembiayaan menutupi defisit dari SiLPA yang mungkin rekeningnya udah Nol. Dan sengaja membuka front soal PMK Nomor 50/PMK.07/2017 dengan pusat dan tidak bisa menerima ketentuan dana perimbangan disesuaikan dengan turun naiknya penerimaan APBN. Engga ngerti saya cara berpolitik Abas. Padahal yang harus dia lakukan adalah segera putuskan alokasi C-19 yang sudah ditetapkan untuk disetujui DPRD, bukan hanya wacana. Apa jadinya kalau Dana C-19 itu cair setelah Mey, dimana C-19 sudah engga ada lagi. ? Kan sama saja boong.
Komitmen Daerah melawan C-19
Sejak minggu lalu, sejak ada perintah presiden agar setiap PEMDA melakukan realokasi APBD untuk penanggulangan C19, Daerah yang sudah melakukan realokasi adalah Jawa Barat, total dana realokasi sebesar Rp 18 triliun. Namun masih menanti detailnya. Total APBD Jawa Barat sebesar Rp. 46 Triliun. Itu artinya Jawa Barat memangkas kurang lebih 30% dari APBD nya. Bravo kang Emil.
Jawa Tengah juga sudah melakukan realokasi Rp 1,4 triliun. Total APBD Jateng sebesar Rp. 28,3 Triliun. Porsinya terhadap APBD sebesar 5%. Namun Jawa Tengah paling cepat menyediakan dana realokasi. Detail sudah siap dan danapun sudah siap. Jumlah ini akan terus ditambah seiring dengan kebutuhan.
Jawa Timur sudah sepakat antara DPRD dan Gubernur untuk realokasi sebesar Rp 360 miliar. Total APBD sebesar Rp. 35,1 Triliun. Porsi realokasi masih 1%. Namun itu tahap awal. Jumlahnya akan terus bertambah sesuai kebutuhan
Sulsel juga sudah lakukan realokasi sebesar Rp. 500 miliar namun detailnya masih menanti keputusan DPRD. Total APBD Sulsel Rp. 10,6 Triliun. Artinya untuk sementara yang berhasil dipangkas sebesar 5%. Tentu akan ditambah lagi kalau kebutuhan meningkat. Karena memang focus APBD 2020 untuk menghadapi C-19.
Sumatera Barat sudah siap realokas APBD sebesar Rp. 200 miliar. APBD Sumbar sebesar Rp. 7,3 triliun. Artinya 3% dari porsi APBD Memang jumlah yang terpapar sedikit sekali di Sumbar hanya 12 orang.
Bagaimana dengan DKI. Sampai sekarang DKI masih menggunakan Anggaran tak terduga sebesar Rp. 130 miliar. Padahal DKI paling kencang suara kepedulianya terhadap dampak dari C-19 dan paling besar kasus C-19 dibandingkan provinsi lainnya. Katanya sudah dialokasikan Rp. 3 T. Tapi sampai sekarang belum ada pembahasan dan komitmen dari Gubernur dan DPRD berapa jumlah realokasi APBD untuk Corona atau berapa persen dari total APBD yang Rp. 88 triliun itu. Mari kita tunggu aja kesadaran ABAS dan DPRD.Nah silahkan nilai sendiri siapa kepala daerah yang benar benar mecintai rakyat dan siapa yang cuma omong doang...
Pembatasan Sosial Berskala Besar
Pembatasan Sosial Berskala Besar
Ada yang tanya kepada saya via messenger “ Babo apa sih yang dimaksud dengan Pembatasan Sosial Skala Besar, dan apa bedanya dengan Lockdown. “. Saya ingin jawab berkaitan dengan PSBB. Soal lockdown tidak akan saya bahas. Karena sebelum ada Peraturan Pemeritah (PP) mengenai PSBB, wacana liar apapun bisa saja dibahas. Tetapi setelah PP keluar, kita sebaiknya focus kepada PP. Saya belum baca secara lengkap isi dari PP tersebut. Namun esensinya dapat saya pahami secara ringkas.
PP ini dibuat dengan memperhatikan tiga UU. Pertama, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kedua, UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kesehatan. Ketiga, Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Kalau melihat ketiga UU itu jadi dasar PP maka ada tiga hal yang jadi perhatian oleh Jokowi dalam menghadapi C-19.
Pertama. Aspek teknis pembatasan Sosial ( social distance ) mengacu kepada pasal yang ada pada UU Nomor 6 Tahun 2018. Di mana pemerintah bertanggung jawab mengendalikan penyebaran corona dan mengobati masyarakat yang terpapar penyakit tersebut. Namun pasal yang berkaitan dengan kewajiban pemerintah menanggung biaya semua orang selama masa pembatasan sosial sekala besar itu tidak ada. Yang ada adalah pemerintah menyiapkan jaring pengaman sosial bagi masyarakat di lapisan bawah terkena dampak ekonomi akibat adanya PSBB. Dari mana duitnya? Perppu perubahan APBN sudah diteken, dengan tambahan Rp. 405,1 triliun. Clear ya.
Kedua. Aspek penegakan hukum atas adanya PSBB, menerapkan Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Artinya pelanggaran terhadap ketentuan dari adanya PSBB itu akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan UU tentang Keadaan Bahaya. Contoh larangan keramaian bukan lagi himbauan tetapi udah ada sanksinya kalau melanggar. Pengawasan pintu gerbang antara kota dan antar negara, Penentuan skala pembatasan, tingkat keparahan, tidak lagi wewenang pemda tetapi oleh team yang ditunjuk presiden berdasarkan PP itu. Semua sumber daya yang ada di pusat dan daerah dalam rangka penanggulangan C-19 ada pada team.
Ketiga. Garis komando perang terhadap C-19 ini menerapkan Perppu Nomor 23 Tahun 1959, dimana bertanggung jawab langsung kepada presiden. Peran Pemda membantu tugas team PSBB. Artinya, dengan terbitnya PP ini Pemda tidak berhak menentukan kebijakan berkaitan dengan C-19. Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koordinator undang-undang, dan PP serta Keppres tersebut. Pelanggaran terhadap PP dan kepres akan berhadapan dengan UU Darurat sipil. Kalaulah UU otonomi daerah bisa bekerja efektif, maka tentu tidak perlu PP dan Kepres berkaitan dengan PSBB ini keluar. Tetapi itulah cara kerja Jokowi. Selalu mengutamakan jalan partisipasi aktif dari sebuah sistem yang ada. Tapi kalau sistem tidak bekerja efektif, maka dia keluarkan kartu saktinya sebagai Panglima Tertinggi di Republik ini. Ok, semua kembali kerja. Udahan onani politiknya. Kerja! Kerja!
China walau keadaan C-19 sudah bisa dikendalikan dengan nol kasus. Namun China tetap waspada dengan melarang hampir semua orang asing memasuki negaranya. Begitu caranya menghadapi pandemi C-19. Tetapi berbeda dengan Jepang. Di Jepang Perdana Menteri Shinzo Abe menolak saran untuk lockdown karena kawatir dampak dari ekonomi yang ditimbulkannya. Makanya tidak ada larangan orang berada di luar rumah. Bar, restoran, dan toko di Tokyo yang ramai tetap buka, meskipun ada lonjakan kasus baru di sana. Secara resmi, Jepang memiliki lebih dari 1.400 kasus yang dikonfirmasi, dan 54 orang meninggal. Tetapi jumlah sebenarnya pasti jauh lebih tinggi.
Tapi ketika Gubernur Tokyo Yuriko Koike berbicara di depan TV, sambil membungkuk memohon kepada rakyat Tokyo agar tinggal di rumah dan menghindari keramaian. Namun tetap Gubernur tidak mengatakan Tokyo dalam darurat C-19. Dia hanya memohon kepada rakyat agar mereka menahan diri tidak mengunjungi KTV, Bar, Restoran dan Cafe. Apa yang terjadi setelah itu ? Menurut East Japan Railway Co, langsung Penggunaan metro Tokyo turun 70% -80%. PM Jepang juga menunda Olimpiade Musim Panas.
Mengapa Jepang tidak perlu ada darurat nasional C-19 dan tidak melakukan protokol sesuai WHO. Padahal kasus C-19 di Jepang jauh lebih besar dari Indonesia. Pemerintah jepang lebih memilih social distancing tanpa UU pemaksaan. Tetapi cukup dengan himbauan. Itu karena budaya mereka memang sangat disiplin dan patuh dengan himbauan pemerintah. Disamping itu, hidup bersih memang sudah menjadi budaya mereka. Setiap hari walau tidak ada Pandemi C-19 tetap saja mereka punya kebiasaan pakai masker kalau ditempat keramaian.
Di jepang riset obat sangat maju. Hampir semua penyakit mereka sudah berhasil temukan obatnya. Waktu kemarin Pandemi melanda China di Wuhan, China mendapatkan obat obatan dari Jepang. Walau itu bukan obat khusus untuk corona, namun para ahli kesehatan merekomendasikan obat itu cocok bagi pasien yang terinfeksi c-19 dengan dampak buruk.
Bagaimana dengan berita kasus C19 yang mencapai di bawah 2000 itu. Apakah membuat mereka Panik? Rakyat Jepang punya karakter hebat. Mereka tidak mudah panik. Itu bukan karena mereka tidak takut mati. Tetapi pengetahuan mereka sangat baik soal kesehatan. Jadi berita hoax dan provokatif engga laku. Mereka bisa melewati pandemi itu dengan standar hidup mereka yang memang disiplin menjaga kesehatan dan berpikir positip. Dan yang lebih penting para elite politik tidak mempolitisir C-19. Jadi semua orang berpikir waras. Mengapa tidak meniru China? tanya saya sama teman di Jepang. “ Partai di China perlu show of force kepada rakyatnya dan juga kepada Dunia. “ Katanya satire. Saya hanya tersenyum.
Italia dan China jadi sumber inspirasi bagai creator hoax untuk mengambarkan betapa mengerikannya COVID19. Para pakar pengamat, oposisi, memanfaatkan berita dari media massa begitu saja tanpa ada filter akal sehat sebagai referensi. Asalkan ada menyebutkan kematian akibat Covid19, ada artis atau orang tenar kena infeksi, langsung jadi berita hit, dan kemudian sosial media memviralkan berita itu. Para influencer rame rame menyerang Jokowi, menimpakan semua kesalahan yang ada, dan kesimpulannya adalah pemerintah harus lockdown. Bahkan MUI pun ikut bersuara mengajarkan pemerintah gimana menghadapi COVID 19, dan minta lockdown total.
China memang mampu melewati Lockdown Wuhan tanpa ada gejolak Politik. Karena para pemimpinnya bukan hanya hebat memerangi covid-19 tetapi juga jago membungkam hoax. Sehingga masalah Covid 19 hanya masalah pandemi, tidak melebar ke Politik. Disamping ekonomi China dan rakyatnya memang kuat untuk menerapkan lockdown total seperti di Wuhan. Tetapi Itali, dan India adalah contoh negara yang gagal sebelum perang dengan Covid19, karena sudah dikalahkan lebih dulu oleh HOAX kepanikan , yang akhirnya pemimpinnya terjebak membuat keputusan lockdown.
Mengapa saya katakan hoax?. Karena keputusan Lockdown Italia dan India tanpa data yang valid. Hanya berdasarkan rumor dan feeling atas adanya berita media massa dan anjuran para pakar. Mereka belum melakukan rapid test sebelum keputusan diambil. Berbeda dengan China dimana sistem Egoverment dan IT system kependudukan sangat solid barbasis Big data. Sehingga data kependudukan terpapar Covid 19 dalam hitungan detik dapat mereka ketahui.
Disamping itu Italia dan India, tidak melakukan test probability resiko terburuk atau istilah nya stress test terhadap ekonomi nasional. Sehingga lockdown tidak menyelesaikan masalah. Malah keadaan sosial dan ekonomi betambah buruk. Bahkan di Italia, terjadi krisis politik : kabinet bubar dan koalisasi tumbang. Apa yang terjadi di Italia sangat mungkin terjadi. Kita punya pengalaman buruk dan itu bisa lihat bagaimana kerusuhan Mei 98, yang begitu sangat mudah orang jadi garang, pembunuh, pemerkosa dan merampok super market.
Padahal kemarin hasil rapid test yang dilakukan DKI, dari sebanyak 10.338, yang positif hanya 121. Itu sudah cukup sebagai basic mengukur tingkat penyebaran COVID 19 di Jakarta. Persentase rata rata yang terinfeksi sangat rendah sekali atau 1,2 % saja. Itupun rapid test dilakukan kepada orang yang tingkat resikonya tinggi tertular, seperti para medis dan lainnya. Padahal tingkat keakuratan rapid test sangat rendah. Mereka yang positif belum tentu positif setelah dilakukan swab test. Tetapi yang jelas kita bisa memisahkan mana yang negatif dan mana yang kemungkinan positif.
Apa arti data tersebut? kalaulah terjadi penyebaran itu dari januari dan hasilnya hanya 1,2 % yang positif, maka sebetulnya tidak seseram yang kita bayangkan. Apalagi banyak yang positif itu tidak mengharuskan mereka dirawat inap. Karena tidak menunjukan gejala yang berbahaya. Cukup di karantina secara khusus atau mandiri di rumah. Jadi keputusan lockdown total jelas tidak berdasar. Yang tepat itu adalah social distancing dan social engineering. Yang menganjurkan karantina secara ekstrim atau total lockdown adalah orang yang memang doyan onani politik, dan menginginkan negeri ini bubar demi sahwat politik kekuasaan.
PP Karantina wilayah
Pemerintah akan segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai kelanjutan dari UU Karantina kesehatan. Intinya setiap daerah boleh melakukan karantina wilayah. Seperti apa karantina wilayah itu? jelas bukan lockdown. Tetapi membatasi kegiatan orang yang bisa menimbulkan keramaian. Pada tempat tertentu yang mengharuskan ada antrian dan konsentrasi keramaian, diatur jarak orang perorang. Itu harus diawasi oleh petugas. Super market, mall, toko obat masih bisa buka seperti biasa. Artinya anda masih bisa jalan dan baraktifitas seperti biasa asalkan mengikuti aturan karantina wilayah.
Di luar itu, bagaimana langkah teknis karantina wilayah itu tergantung daerah masing masing. Daerah lebih paham tingkat daruratnya. Kemarin sore teman saya telp, akan sulit bagi daerah menentukan karantina wilayah bila daerah disuruh menentukan sendiri. Karena ini berimplikasi karepada APBD. Kalau sudah menyangkut APBD, apalagi harus ada pemangkasan anggaran, PEMDA akan mikir mikir untuk lakukan karantina wilayah. Engga semua PEMDA mau. Yang pasti anggaran Khusus dari Pusat akan semakin sulit didapat, karena pemerintah pusat akan focus covid-19 dengan segala implikasi sosial dan ekonominya.
Tadinya PEMDA berharap akan ada dana dari pusat berupa transfer khusus. Tetapi kalaupun ada, SOP pengeluarannya sangat ketat. Ancaman hukuman atas korupsi dana Covid 19 adalah mati. Ini menakutkan sekali. Belum lagi, Pemda harus buat proposal kepada pemerintah pusat via BPBN. Tanpa data dan kajian yang menyeluruh pasti akan ditolak. Padahal sebagian besar kepala Daerah inginkan lockdown wilayah itu bisa jadi alat politik pencitraan dan sumber uang menjelang Pilkada seretak.
Saya hanya tersenyum. Yang berwacana lockdown atau karantina wilayah atau nasional memang oposisi. Jelas sekali gaungnya mempolitisir wabah C-19 daripada akal sehat. Perhatikan ,mereka minta agar Rencana pembangunan ibukota baru dibatalkan. Proyek infrastruktur dibatalkan. Dana desa dialokasikan kepada Covid-19. Ketiga issue itu sengaja ditiupkan, sebagai bukti mereka berpolitik. Karena memang di tiga issue itu kekuatan Jokowi dan partai pendukungnya. Tidak pernah mereka meminta agar pemda mengikuti saran presiden melakukan realokasi APBD. Sementara Presiden, sudah realokasi APBN sebesar Rp. 63 triliun. Itu belum termasuk penerbitan recovery bond.
Padahal realokasi APBD itu diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dan itu sangat mungkin, karena yang dipangkas adalah anggaran non prioritas seperti beli lem aibon, forumal E, uang makan siang dewan menu lobster, uang rapat, perjalanan dinas, dan lain sebagainya.
Padahal realokasi APBD itu diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dan itu sangat mungkin, karena yang dipangkas adalah anggaran non prioritas seperti beli lem aibon, forumal E, uang makan siang dewan menu lobster, uang rapat, perjalanan dinas, dan lain sebagainya.
Sistem kesehatan Nasional
Dengan adanya wabah Pandemi Covid 19, secara vulgar kita tahu bahwa sistem kesehatan nasional kita sangat rapuh. Padahal itu bagian dari sistem ketahanan nasional. Bayangkan, menurut data Kementerian Kesehatan, dengan penduduk lebih dari 260 juta orang, Indonesia hanya memiliki 321.544 tempat tidur di rumah sakit. Ini artinya hanya tersedia 12 tempat tidur bagi 10.000 orang. Sedangkan menurut data Badan Kesehatan Dunia, WHO, Korea Selatan memiliki rasio 115 tempat tidur di rumah sakit bagi tiap 10.000 orang.
Pada tahun 2017, WHO mengungkapkan bahwa Indonesia hanya memiliki empat dokter untuk 10.000 orang. Italia memiliki jumlah dokter 10 kali lebih banyak berdasarkan per kapita, sedangkan Korea Selatan punya dokter enam kali lebih banyak. Di ASEAN kita paling buruk sistem pelayanan kesehatannya. Yang lucunya ditengah sistem seperti itu, kita menerapkan SJSN, dengan dibentuknya BPJS kesehatan. Makanya jangan kaget bila pelayanan kesehatan di RS sangat rendah. Fasilitas dan paramedis serta dokter sangat kurang rasionya.
Belum lagi gaji dan tunjangan dokter di Indonesia sangat jauh sekali dibandingkan dengan negara ASEAN. Gaji dokter di Indonesia berkisar 10-12 juta sebulan. Namun 83% mereka mendapatka gaji di bawah itu. Bandingkan dengan Malaysia, gaji dokter USD 2660 per bulan atau sekitar Rp. 40 juta sebulan. Jangan bandingkan dengan Singapore tentu akan jauh sekali, apalagi bandingkan dengan Korea dan AS.
Lantas dengan penghargaan kepada dokter yang rendah, jumlah dokter yang kurang, fasilitas kesehatan yang tidak memadai, kita tidak bisa berharap banyak kepada sistem kesehatan nasional kita. Dalam kondisi normal saja kita kewalahan, apalagi dalam situasi pandemi. Keadaan ini sudah berlangsung sejak Era pak Harto, dan di era Jokowi barulah sistem kesehatan dibenahi dengan kewajiban 5% dari APBN untuk sektor kesehatan. Di era Jokowi anggaran kesehatan meningkat 5 kali lipat dibandingkan era SBY.
Tetapi walau begitu besar alokasi anggaran di APBN untuk sistem kesehatan, tetap belum bisa memperbaiki sistem kesehatan nasional. Mengapa ? ketimpangan antara fasilitas, sdm, dengan jumlah penduduk sangat besar sekali. Entah sampai kapan kita bisa punya sistem kesehatan yang sesuai standar WHO? Apalagi di tengah defisit anggaran yang semakin melebar akibat krisis ekonomi dan pendemi ini.
Setidaknya kita harus menerima kenyataan ini. Tolonglah para dokter yang digaji di bawah standar profesional itu, dengan resiko mati terkena Covid19. Setidaknya anda jangan sakit dulu. Patuhi saran social distancing. Tinggal di rumah saja sampai pandemi ini berlalu. Hindari keramaian. Karena tempat dan fasilitas RS pasti engga cukup. Tolong pemerintah perhatikan kesehatan dan keamanan para dokter dan paramedis. Jangan sampai setelah pandemi ini kita kehilangan banyak dokter sementara kita masih sangat kekurangan dokter. Mencetak dokter itu engga semurah dan semudah ekonom. Bagikan APD cepat!!!!!
Vaksin dan Obat V-19
CanSino Biologics Inc. adalah emiten bursa Hong Kong yang telah dapat izin dari otoritas China untuk memulai uji klinik vaksin virus corona baru terhadap manusia. CanSino Biologics bekerja sama dengan China’s Academy of Military Medical Sciences akan melakukan uji coba klinis di Wuhan. Vaksin ini sangat pontesi sebagai senjata untuk melawan Covid 19. Proses pengembangan vaksin sangat cepat dari yang pernah ada dalam ilmu pengetahuan medical.
Menurut Chinese Clinical Trial Registry, team CanSino akan melakukan penyuntikan vaksin eksperimental melibatkan 108 orang dewasa yang sehat, berusia 18 hingga 60 tahun, dalam tiga dosis berbeda. Tes dimulai bulan ini. Apabila sukses akan mulai produksi massal. Sebelumnya, Vaksin ini telah diuji pada hewan dan terbukti aman dan mampu menimbulkan kekebalan terhadap virus Corona.
Presiden AS Donald Trump sudah meminta kepada industri pharmasi menemukan obat anti virus corona. Moderna Inc. yang berbasis di Cambridge, Massachusetts, telah mendapat persetujuan dari pemerintah AS untuk melakukan uji coba vaksin kepada manusia tanpa melalui uji coba terhadap hewan. Bulan ini juga uji coba itu dilaksanakan. Dalam keadaan normal, sebuah vaksin baru dapat dijual di pasar bebas butuh waktu bertahun-tahun dalam proses di Lab, dari pengujian kepada hewan sampai kepada uji klinis kepada manusia. Ini untuk memastikan keamanan dari efek samping dan kemanjurannya. Artinya AS mengabaikan procedure uji coba terhadap hewan, dengan alasan untuk mempercepat proses pengembangan obat anti virus corona. Karena manusia berpacu dengan waktu.
GlaxoSmithKline Plc bulan lalu bekerja sama dengan Clover Biopharmaceuticals yang berbasis di China untuk mengembangkan vaksin eksperimental. Juga, U.S. government’s Biomedical Advanced Research and Development Authority sedang bekerjasama dengan Sanofi and Johnson & Johnson untuk mengembangkan vaksin yang sama. Shanghai Fosun Pharmaceutical Group Co juga mempatenkan vaksin yang sekarang sedang dikembangkan pada tahap pra-klinis oleh Mainz, BioNTech SE yang berbasis di Jerman.
Sebetulnya riset pharmasi mengenai obat anti virus sudah dilakukan bertahun tahun oleh banyak negara. Lebih dari 100 uji klinis diluncurkan di Cina untuk mempelajari efektivitas segala hal, mulai dari obat anti-flu dan plasma yang mengandung antibodi dari pasien yang pulih, hingga obat herbal tradisional Tiongkok. Sejumlah kecil uji coba telah diumumkan di negara-negara termasuk AS, Korea Selatan dan Thailand. Tetapi khusus untuk Covid 19, ini tidak pernah terbayangkan. Karena ini virus jenis baru, yang obat anti virus lainnya tidak cocok dengan Covid 19, bahkan ada yang kontradiksi. Itu sebabnya persaingan antara industri obat memang dimulai dari titik nol. Tidak ada yang paling unggul. Semua berkompetisi untuk menemukan obat. Mereka semua sadar ini adalah tantangan berat namun juga adalah peluang yang mungkin terbesar sekali dalam seumur hidup untuk mendulang laba tak terbilang.
Sebetulnya riset pharmasi mengenai obat anti virus sudah dilakukan bertahun tahun oleh banyak negara. Lebih dari 100 uji klinis diluncurkan di Cina untuk mempelajari efektivitas segala hal, mulai dari obat anti-flu dan plasma yang mengandung antibodi dari pasien yang pulih, hingga obat herbal tradisional Tiongkok. Sejumlah kecil uji coba telah diumumkan di negara-negara termasuk AS, Korea Selatan dan Thailand. Tetapi khusus untuk Covid 19, ini tidak pernah terbayangkan. Karena ini virus jenis baru, yang obat anti virus lainnya tidak cocok dengan Covid 19, bahkan ada yang kontradiksi. Itu sebabnya persaingan antara industri obat memang dimulai dari titik nol. Tidak ada yang paling unggul. Semua berkompetisi untuk menemukan obat. Mereka semua sadar ini adalah tantangan berat namun juga adalah peluang yang mungkin terbesar sekali dalam seumur hidup untuk mendulang laba tak terbilang.
Terlepas dari proses yang cepat terhadap uji coba klinis terhadap manusia, menurut Chinese Center for Disease Control and Prevention, vaksin paling cepat tersedia setidaknya enam bulan lagi. Sementara AS, menurut Anthony Fauci, director of the U.S. National Institute of Allergy and Infectious Diseases, mengatakan akan memakan waktu sekitar satu setengah tahun untuk menyelesaikan uji coba, proses produksi dan mendistribusikan vaksin secara luas. Artinya, kita masih butuh 1 tahun lagi baru benar benar aman dari virus corona. Semoga selama itu kita bisa bertahan dalam menjaga kebersihaan dan menjaga jarak. Jadi bersabar ramadhan dan idul fitri tidak semeriah waktu tidak ada corona.
***
Saya tidak akan membahas polemik sekitar dr. Terawan. Saya hanya mengulang ingatkan kita bersama tentang sosok Siti Fadilah Supari. Sejak tahun 2003, menurut WHO, dari 349 kematian akibat flu burung di seluruh dunia, 155 diantaranya terjadi di Indonesia. Virus flu burung H5N1 ini menyebar dari unggas ke manusia melalui kontak langsung, tetapi pada ahli mengkhawatirkan kemungkinan adanya mutasi virus sehingga dapat menular dari manusia ke manusia. Buku memoarnya bertajuk, Saatnya Dunia Berubah, Pemerintah AS dan WHO telah berkonspirasi mengembangkan senjata biologi dari penyebaran virus flu burung.
Pada 16 Oktober 2009 dia selaku MenKes mengirim surat pemberhentian kerjasama Indonesia-AS terkait Kementerian Kesehatan-NAMRU, kepada Duta Besar AS, Cameron Hume. Mengapa? dia meyakini keterlibatan dari Naval Medical Research Unit 2 (NAMRU-2 AS) sebagai laboratorium bertujuan ganda, di samping riset juga memata matai Indonesia. Memang beberapa sample virus berhasil lolos ke AS tanpa setahu Pemerintah namun dia berhasil memaksa WHO CC ( WHO Collaborating Center agar mengembalikan 58 virus asal Indonesia, yang konon telah ditempatkan di Bio Health Security, Lembaga penelitian senjata biologi Pentagon (Kementerian Pertahanan AS).
Mengapa Siti Fadilah sampai menekan WHO ? Karena data sequencing DNA H5N1 yang dikuasai WHO Collaborating Center (WHO CC) disimpan di Los, Alamos National Laboratory di New Mexico, AS. Nah, Laboratorium Los Alamos itu berada di bawah Kementerian Energi AS, diketahui telah melakukan riset mengenai senjata biologi dan bahkan, bom atom. Jadi WHO ya AS. Tekanan WHO kepada indonesia, adalah tekanan AS juga sebetulnya. Makanya WHO tidak berkutik di China, bahkan terpaksa memuji China.
Virus H5N1, bagaimanapun sudah di tangan AS dan menjadi koleksi dari beberapa virus yang ada, seperti MERS, SARS, Ebola dll. Ini sangat memungkinkan AS bisa menciptakan varietas virus baru di Lab nya untuk senjata biologi. Kehebatan dari riset senjata biologi ini adalah di samping dia bisa jadi alat mengancam negara lain, dia juga bisa jadi sumber uang raksasa, lewat penciptaan vaksin. Antara vaksin dan perang psikis wabah virus, keduanya saling mendukung melahirkan hegemoni dan uang tak terbilang.
Berkaitan dengan Covid 19, dan penempatan dr, Terawan yang Pati TNI, saya rasa sudah berdasarkan pertimbangan inteligent bahwa masalah kesehatan sudah menjadi bagian dari sistem pertahanan nasional. Dan Jokowi telah membentuk satuan gugus tugas dalam menanggulangi virus Corona. Tim Reaksi cepat itu diisi oleh Kementerian Kesehatan, BNPB, TNI dan Polri yang dipimpin oleh Doni Monardo, yang juga melibatkan Badan Intelijen Nasional ( BIN). Itu sebabnya saya bisa maklum kalau ada pihak yang tidak suka dengan dr. Terawan, sama ketidak sukaan mereka kepada Jokowi. Mereka bisa jadi proxy AS yang ingin mempressure pemerintah Jokowi agar terjebak dalam hegemoni AS.
***
The fed memangkas suku bunga. Alasannya karena krisis ekonomi. Disamping itu upaya memacu sektor real semakin sulit sejak adanya covid 19 di mana permintaan menurun dan produksi juga menurun. Tapi yang mengemuka alasan yang sangat sulit di bantah adalah akibat covid 19. Sehingga tindakan diluar sistem memacu pertumbuhan ekonomi lewat Stimulus seakan mendapat pembenaran dari sebuah keniscayaan. Pertanyaan nya adalah apakah karena covid 19 perlu ada stimulus ekonomi ? Kalau ya, apakah pernah dihitung kerugian ekonomi akibat covid 19 . ? Sampai sekarang korban covid 19 ( china based record ) masih jauh lebih kecil dari korban virus influenza. Masih lebih banyak korban virus DBD. Apalagi dibandingkan dengan MERS dan SARS atau ebola. Tapi mengapa untuk wabah yang lain selain covid 19 tidak ada stimulus ?
Teman saya ahli komunikasi mengatakan, sebetulnya dampak covid 19 tidak begitu luas secara ekonomi tetapi dampak black campaign dalam bentuk hoax yang tadinya ditujukan untuk menggoyang stabilitas politik di china justru berbalik menyerang negara di luar china. Sementara di china sendiri hoax itu tidak ada pengaruh karena filter media massa dan sosial media yang begitu ketat. Ketika china sudah berhasil memenangkan perang melawan covid 19, negara lain yang terkena wabah menerima kenyataan dimana rakyatnya secara kejiwaan sudah lebih dulu terpapar virus hoax yang membuat mereka sangat lemah, dan mudah panik. Padahal tadinya itu yang diharapkan terjadi di china ketika wabah datang.
Ketika panik, apapun sudah tidak rasional. Kehidupan sosial, politik, terganggu. Gangguan berupa psikis inilah yang membuat masalah ekonomi tidak lagi rasional. Bursa jatuh, mata uang jatuh. Kejatuhan itu tidak lagi melihat data fundamental tetapi lebih kepada pertimbangan phsikis karena rumor covid 19 berupa hoax terus bertulir. Kalau tadi pertumbuhan ekonomi rasional di tengah krisis sebesar katakanlah 4% maka akibat covid 19 ini bisa jadi 2%. Penurunan kurs terjadi tidak rasional.
Nah Pertanyaan terakhir. Tanpa berhitung secara rasional atau hanya dasar kepanikan saja, apakah kita perlu korbankan ekonomi demi melindungi rakyat, demi alasan kemanusiaan? Kalau ya, maka yakinlah besok akan banyak bank rame rame minta insentif karena NPL sudah diatas ambang batas. Para konglomerat tersenyum bebas bayar utang. Kredit macet tadinya 2%, mendadak jadi 20%. APBN harus bailout. Kemudian, setiap Pemda akan rame rame buat anggaran darurat covid 19, APBD sudah engga lagi teralokasi untuk fiskal. Dana kementerian untuk project khusus terpaksa di geser ke daerah. Dampaknya, investor akan rame rame jual SBN pindah ke obligasi dollar dan yuan atau emas. Karena APBN habis hanya untuk rescue korban covid 19. Ya mari rame rame hancurkan negeri ini...orang kaya tinggal angkat koper pergi dan yang tinggal hanya si miskin yang lapar
Jadi udah lah mendramatisir covid 19 ini secara berlebihan sehingga seenaknya ngomong abaikan ekonomi demi kemanusiaan. Ketahuilah satu satunya korban kemanusiaan yang buruk adalah membuat orang sehat tapi bokek karena nganggur atau penghasilan engga cukup untuk makan layak . Itu nightmare all the time. Camkan itu.
***
***
Kendati belum menerapkan lockdown atau karantina wilayah, pemerintah mengaku telah menyiapkan anggaran jika skenario penutupan lockdown harus dilakukan. Namun opsi yang ada adalah menyiapkan pusat penampungan untuk isolasi massal ketimbang lockdown. Jadi akan ada test massal untuk mengetahui orang terpapar atau tidak. Kalau terpapar, maka langsung masuk karantina. Kementerian BUMN melalui PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) telah memesan 500.000 alat rapid test corona dari China. Soal tempat karantina akan menggunakan wisma atlit dan asset BUMN lainnya. Namun yang masih menjadi kendala ada soal logistik makanan. Ini sedang dicarikan metode yang tepat.
Selama masa karantina massal itu pemerintah akan menggunakan alokasi dana bansos yang ada untuk membantu mereka yang terkena dampak ekonomi, seperti pengendara Ojol dan pekerja informal pelaku ekonomi bawah. Walau banyak LSM berharap agar pemerintah juga memberikan BLT atau cash transfer namun aturan yang ada hanyalah Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) hingga kartu sembako. Bansos langsung ke Ormas atau LSM untuk penanggulangan Covid 19 tidak ada.
Keliatannya tidak ada opsi perubahan APBN. Yang ada hanya geser alokasi. Anggaran belanja pegawai ditingkat kementerian dan Pemda akan lebih dulu digeser untuk menanggulangi wabah ini. Dananya diperkirakan mencapai Rp. 10 triliun. Jadi ASN harap prihatin dan sabar dulu, focus kepada kemanusiaan ya. Di samping itu dana siaga bencana pada pos APBN sebesar Rp. 4 triliun sudah siap digelontorkan sesuai permintaan dari BPBN. Dan lagi dalam waktu dekat China dan AS sudah temukan vaksinya. Jadi wabah ini akan segera berakhir. Tapi tindakan mitigasi sangat penting.
Jadi engga usah kawatir. Pemerintah peduli, hanya ingin pastikan jangan sampai bencana ini jadi ajang bancakan dan issue politik yang bisa berdampak chaos sosial. Focus kepada penanggulangan secara taktis dan sistematis namun terukur dari segi anggaran dan pelaksanaan. Tidak akan ada tindakan atau kebijakan ekstrim seperti yang dilakukan oleh China. Semua berjalan sesuai dengan aturan dan UU. Dan akhirnya kembali kepada kita semua, jangan panik dan tetap ikuti saran pemerintah khususnya social distance, jaga jarak dan jauhi pusat keramaian.
***
***
“ Babo, kenapa pemerintah izinkan TKA China masuk, padahal ada corona?
“ Alasan pertama, karena TKA itu sudah dapat visa dari Indonesia sebelum ada larangan masuk ke Indonesia. Jadi secara hukum mereka berhak masuk. Kedua, mereka masuk mengikuti protokol tanggap darurat covid 19, dimana diharuskan di karantina selama 14 hari. Ketiga, kalau dia terinfeksi virus engga mungkin dia naik pesawat dan melewati gate imigrasi negara nya. Karena sistem pengawasan di China super ketat untuk memastikan tidak ada orang terinfeksi dan terpapar keluar maupun masuk. Dan lagi saat sekarang China satu satunya negara paling aman dari Virus Corona. Mereka sudah melewati perang melawan virus dan menang. Jadi jelas ya.”
“ Kenapa harus terima mereka?
“ Loh dia kan kerja di Indonesia dan industri kita kan engga bisa berhenti hanya karena virus corona. Kalau engga, ekonomi berhenti, yang repot kita juga.”
Pada 20 Februari 2020 diadakan pertemuan antara menteri luar negeri dari China dan anggota ASEAN. Pertemuan diadakan di Vientiane , Laos. Yang dibahas khusus mengenai COVID-19. Pertemuan ini menyepakati penguatan kerja sama regional sekaligus menampilkan tradisi luhur saling membantu dan bekerja sama menghadapi masalah. Pada saat itu semua negara ASEAN ikut memberikan bantuan kepada China, termasuk Indonesia. Totalnya ada 36 negara di dunia yang ikut membantu China memerangi Covid 19. Pertemuan juga menghasilkan standar kerja sama global dalam pencegahan dan pengendalian pandemi.
Saat sekarang Indonesia mendapatkan 500.000 unnit alat rapid test Covid 19 dan peralatan medis lainnya dari China, itu bagian konsesus antara ASEAN dan China, dan tentu bagian dari konsesus global China terhadap negara lain dalam memerangi Covid 19. Artinya, di tengah wabah Covid 19 ini telah terjadi kerjasama yang menghilangkan sekat agama, budaya dan bangsa.
Semua bersatu dan saling membantu untuk cinta. Apalagi di tengah Wabah, dunia menghadapi krisis ekonomi. Semua negara ekonominya slowdown. Orang semua prihatin, tetapi kebersamaan saling menguatkan, membuat orang meraya yakin bahwa masa depan akan baik baik saja. Dunia berubah kearah humanis, bukan karena agama tetapi karena Covid 19, merasa senasip sepenanggungan. Betapa kesombongan karena kekuatan Militer dan GNP, SDA, yang selama ini dibanggakan, runtuh oleh karena virus yang tak kasat mata. Seharusnya kita orang beragama lebih memahami perubahan ini. Sudahilah kebencian rasis karena politisasi agama. Engga baek. Itu sangat memalukan.
Cara China me Lockdown Kota.
Cara China me Lockdown Kota.
Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) meminta agar pemerintah segera melakukan lockdown kalau tidak ingin penyebaran virus corona meluas. Saya tidak tahu lockdown seperti apa yang dimaksud oleh IDI. Lockdown itu sendiri artinya mengunci dengan benar benar mengunci. Apanya yang dikunci? Kalau ingin meniru negara lain, negara mana? Apakah ingin meniru China yang lockdown Wuhan. Baik saya gambarkan secara sederhana lockdown di Wuhan.
Ketika pemerintah pusat China mengumumkan Lockdown kota Wuhan, maka seluruh kekuasaan kota di bawah Militer. Kebetulan Panglima Tertinggi pengedalian wabah nasional adalah wanita, Jenderal. ia jarang tampil depan publik dan jarang bicara tetapi tindakannya jelas dan diikuti oleh semua institusi. Semua stasiun kereta, bus dan termasuk bandara di segel oleh aparat. Artinya tidak boleh ada operasional angkutan. Semua tempat keramaian di segel. Setiap orang Wuhan di monitor oleh sistem IT melalaui gadget mereka. Artinya mereka harus download aplikasi yang memungkinkan pemerintah bisa mononitor aktifitas mereka setiap detik.
Sistem IT ini yang menentukan status merah, kuning dan hijau mereka. Kalau merah, langsung petugas datang membawa mereka ke RS. Engga bisa nolak. Kalau kuning pemaksaan karantina diri di ruman dan di monitor setiap detik oleh petugas secara online. Tidak boleh keluar rumah. Setiap kawasan apartement di jaga oleh militer. Kalau hijau, dapat konpensasi keluar rumah. Aplikasi pada gadget itu jadi passport mereka kalau diperiksa oleh petugas. Setiap hari status itu bisa berubah. Tergantung hasil monitor.
Selama lockdown itu praktis semua aktifitas bisnis berhenti. Tidak ada perusahaan dan pabrik buka kecuali tempat tertentu yang di izinkan, dan itupun SOP nya sangat ketat dibawah pengawasan aparat. Bagaimana mereka dapatkan makanan? lagi lagi melalui online. Pemerintah pastikan semua makanan harganya tidak naik. Negara melibatkan semua institusi untuk menjamin logistik dan memastikan makanan sampai di rumah setiap orang. Apakah makanan itu gratis? tidak. Tetap harus bayar melalui aplikasi online. Setiap orang China punya akun di WeChat.
Pada waktu bersamaan pemerintah dengan cepat mengalih fungsikan semua gedung milik negara yang layak untuk dijadikan RS khusus Corona. Kurang? dengan cepat pemerintah membangun RS darurat disemua provinsi yang terpapar. Ribuan dokter Paramedis Militer dilibatkan langsung ke RS darurat tersebut. Semua manajemen berjalan secara IT sistem. Sekali komando di keluarkan oleh Presiden, sistem big data dan Egoverment China bekerja, sehingga koordinasi berlangsung cepat dan efisien. Semua real time. Tidak ada istilah terlambat dalam hitungan menit apalagi jam, atau hari. Karena mereka berhitung detik. Semua lembaga riset juga bahu membahu menemukan vaksi dan menetukan jenis obat yang tepat untuk kasus corona.
Nah bayangkan. Ketika kota Wuhan di lockdown, semua bisnis berhenti. Kehidupan sehari hari di bawah pengawasan militer. Orang dipaksa tidak keluar rumah. Ngeyel? urusannya dengan aparat. Dan semua itu tidak ada konpensasi dari negara berupa uang kepada rakyat Wuhan. Kok bisa? ya karena Wuhan itu 90% adalah kelas menengah, yang semua orang punya tabungan untuk bertahan hidup lebih dari tiga bulan. Tapi negara memberikan stimulus kepada semua perusahaan yang terkena dampak dari adanya Lockdown kota Wuhan tu. Konon katanya mencapai $174 billion atau setara dengan Rp. 2600 triliun. Itu tidak termasuk pemangkasan suku bunga. Sehingga ketika kota wuhan unlock, mesin ekonomi kembali berputar untuk terjadinya sustainable growth. Dan akhirnya mereka jadi pemenang.
Nah apakah lockdown itu seperti itu yang kita mau? Jelas engga ada satupun negara yang bisa. Secara politik, ekonomi, budaya, agama tidak mendukung untuk bisa seperti China menghadapi wabah. Jerman yang hebat saja, hanya bisa mengeluarkan aturan melarang orang berkumpul lebih dari 2 orang. Semua negara di dunia jadi keliatan kampungan kalau melihat cara china memerangi wabah. Benar benar kampungan. Saya setuju kalau kita meniru jerman saja walau dibilang kampungan
Nah apakah lockdown itu seperti itu yang kita mau? Jelas engga ada satupun negara yang bisa. Secara politik, ekonomi, budaya, agama tidak mendukung untuk bisa seperti China menghadapi wabah. Jerman yang hebat saja, hanya bisa mengeluarkan aturan melarang orang berkumpul lebih dari 2 orang. Semua negara di dunia jadi keliatan kampungan kalau melihat cara china memerangi wabah. Benar benar kampungan. Saya setuju kalau kita meniru jerman saja walau dibilang kampungan
No comments:
Post a Comment