Friday, June 14, 2019

Perang dagang AS-China.


Kemarin pemerintah dikritik perihal kinerja pertumbuhan ekonomi yang acap kali tidak mencapai target. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun dituduh menyebarkan hoaks. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari fraksi partai Gerindra Bambang Haryo menyebut alasan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China tidak tepat untuk menjelaskan kinerja ekspor RI yang loyo. Politisi Gerindra membandingkan dengan Vietnam yang mendapatkan manfaat relokasi Industri dari China. Walau pertumbuhan tinggi tapi value added tidak ada. Vietnam hanya dimanfaatkan upah murah dan tampat menghindar dari tembakan trump terhadap China. 

Saya ingin membahas seputar Perang dagang antara AS-China dan masa depannya. Mengapa Trumps membuat kebijakan perang dagang dengan China. Kalau kita baca sejarah, maka kebijakan ini hanya copy paste yang pernah AS lakukan sebelumnya. Tahun 1930 AS memberlakukan Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley tujuan memberikan proteksi terhadap  ekonomi AS. Kebijakan ini muncul karena hancurnya Bursa saham AS tahun 1929. Apa yang terjadi ? Perang dagang tidak bisa dihindari. Dampaknya  perdagangan dunia menyusut sebesar 66 persen antara tahun 1929 dan 1934. Kondisi ekonomi global memburuk dengan cepat, dan nasib politik para pemimpin populis, nasionalis, dan bahkan fasis yang berbahaya meningkat.

Jepang sangat terpukul dari kebijakan AS. Karena sebagian besar baku industri jepang berasal dari AS. Apalagi ketika Jepang terpaksa melakukan agresi militer untuk menguasai pasar baru dan penyediaan bahan baku industrinya seperti besi, kuningan, tembaga, AS membalasnya dengan meng-embargo Ekonomi Jepang. Puncaknya AS mengembargo Minyak. Ini langsung membuat Jepang panik. Pada 2 desember 1941 Duta besar Jepang berusaha melunak kepada Washington. Tapi AS hanya memberikan dua pilihan surrender or die. Bagi Jepang lebih baik bertarung daripada menyerah pada tekanan AS. Jepag berprinsip hanya dengna kemenangan perang mereka bisa berunding dengan AS secara equal. Akhirnya para pemimpin Jepang menyetujui sebuah rencana untuk memberikan pukulan knockout ”preemptive di pangkalan angkatan laut Amerika di Pearl Harbor. Perang dagang membawa Amerika ke dalam Perang Dunia II. Jepang tidak mencapai tujuannya. Jepang kalah dan AS semakin perkasa.

Perang dagang tidak selalu menghasilkan perang militer, karena sejarah konflik perdagangan berikutnya menunjukkan kemungkinan yang lain, bahkan hasil yang positif. Pada bulan Agustus 1971, Presiden AS Richard Nixon menghadapi defisit perdagangan AS. Kepercayaan terhadap mata uang AS berbasis emas semakin dipertanyakan.Sebagai pemenang perang dunia kedua, bagi AS ini merupakan penghinaan. Nixon membuat kebijakan dengan mengakhiri sistem Gold standar atas mata uang dollar AS. Sistem Bretton Woods yang membuat AS perkasa paska perang tumbang sudah. NIxon mengguncang dunia. Yang terkena imbas adalah negara yang terikat dalam  Bretton Woods , Yaitu Uni Soviet, inggris , Prancis, Tiongkok. Amerika kembali kepada mata uang mengambang. Konsekwensinya adalah AS mulai menerapkan tariff impor tinggi. Inflasi dunia menggila, dan AS semakin perkasa.

Apakah Trump akan meniru Nixon sebagai pemenang ? keliatanya tidak. Kekurangan Trumps adalah kondisi ekonomi AS ketika perang dagang dilakukan dalam keadaan terpuruk dan tidak didukung oleh mitra nya dari Eropa dan Jepang. Era Nixon ekonomi AS sedang perkasa khususnya tekhnologi dan mitra nya sangat loyal. Trump tidak punya ahli ekonomi yang kompeten. Sementara Nixon punya Paul Volcker, Pete Peterson, Robert Hormats dan Henry Kissinger, yang dikenal jago negosiasi international. Era Nixon, AS tidak berhutang kepada China, tetapi era Trumps AS berhutang ke China. Dari kebijakan Nixon, AS berhasil memperbaiki neraca perdagangannya. Sementara Trumps terus melorot. Perang dagang  China-AS tidak akan dimenangkan AS. Setiap kebijakan proteksionisme akan semakin paradox. Karena sistem pasar bebas sudah established dan sekarang modal dikuasai swasta, bukan negara. Perang Militer ? AS tidak punya sekutu yang kuat seperti 1942. Bahkan sekutu utama seperti Rusia dan Arab sudah membangun aliansi permanen dibidang ekonomi dengan China.  Eropa sedang bergulat dengan hutang. Jelas kalau perang dilakukan, akan mempermalukan AS. Mengapa ? karena yang dihadapi AS bukan hanya China tetapi Dunia.

Keadaan ini akan berlangsung sampai tahun depan. Para investor dan trader bursa sudah lebih dulu bersembunyi di bungker mengamankan uangnya. Likuiditas dunia akan mengering. Indonesia yang masih bergantung pembiayaan lewat pasar akan terpengaruh significant. Ekspor akan melemah. Jadi kalau ada politisi tidak memahami akan dampak serius dari Perang dagang ini , jelas dia kurang piknik dan pasti kurang membaca. Kedepan Ekonomi Indonesia akan menghadapi tantangan serius. Sudah saatnya Jokowi memperkuat ekonomi domestik lewat pasar ekslusif yang berbasis UKM seperti program ekonomi Umat yang di canangkan Ma'ruf Amin, mendorong pariwisata agar ekonomi kreatif tumbuh tanpa terpengaruh dengan kebijakan dagang international. Bagaimana dengan AS sendiri ? Hanya satu solusi bagi Trumps menjelang Pilpres di AS, yang mungkin mengantarkannya menjadi pemenang yaitu sudahi perang dagang ini segera. China tidak akan mempermalukan AS, bahkan akan jadi mitra terbaik bagi AS. Tentu Trumps harus berani mengubah paradigma penyelesaian masalah dengan cara rendah hati. Sikap Trumps akan menjadi penentu bahwa AS tetap lead menciptakan tatan dunia baru untuk memperkecil dampak dari economic imbalance.



No comments:

Menyikapi keputusan MK...

  Pasar bersikap bukan soal kemenangan prabowo -gibran. Tetapi bersikap atas proses keputusan yang dibuat oleh MK. Pasar itu jelas cerdas, l...