Wednesday, May 2, 2018

Perpres Tenaga Kerja Asing



Apa bedanya Tenaga Kerja Asing di Indonesia dengan Tenaga Kerja Indonesia yang ada diluar negeri ? Kalau TKA di Indonesia mereka ada sebagian besar karena pengusaha mereka melakukan investasi di Indonesia. Jadi itu satu paket dengan uang mereka yang masuk ke Indonesia. Investasi itu juga punya dampak berganda terhadap perekenomian Indonesia. Sementara Tenaga Kerja Indonesia yang  ada diluar negeri karena permintaan sendiri atau bagian  dari  bisnis pengerahan tenaga kerja asing. Kalaupun ada TKI di proyek perusahaan Indonesia yang ada diluar negeri namun jumlahnya relatif kecil sekali. Dengan perbedaan itu kita dapat disimpulkan bahwa keberadaan TKA di Indonesia murni karena motive investasi. Jadi tidak ada motive karena mereka nganggur atau kesulitan kerja di Negaranya. Sementara TKI kita karena kebutuhan hidup dan kesulitan dapatkan kerja di Indonesia.


Sebetulnya peningkatan arus TKA masuk ke Indonesia sudah berlangsung sejak era SBY. Data menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia mencapai puncak tertingginya pada 2011 sebanyak 77.307 pekerja. Maklum ketika itu sedang booming Business batu bara dimana pihak buyer mengirim orangnya untuk melakukan exploitasi. Dan juga bisnis minyak sedang hot sehingga banyak pekerja asing masuk. Ledakan jumlah tenaga kerja asing itu sebagian besar karena motive bisnis rente yang tidak berdampak kepada peningkatan investasi dan industri yang bisa menampung angkatan kerja luas. Kemudian ketika harga Batu bara dan minyak jatuh dipasar dunia, jumlah tenaga kerja asing kembali turun. Dan kembali meningkat di era Jokowi karena pembangunan infrastruktur ekonomi dengan metode B2B dan pembangunan kawasan industri smelter sebagai akibat UU Minerba yang memberikan insentif bagi industri smelter. Namun yang mengkawatirkan adalah ledakan TKA itu sangat luar biasa dan pemerintah dinilai lemah melakukan pengawasan. Sehingga banyak kasus TKA ilegal. Masalah itu bukan karena pemerintah sengaja tidak melakukan pengawasan tetapi lebih karana aturan yang dibuat era SBY Perpres Nomor 72 tahun 2014 yang tidak memuat soal pengenaan sanksi dalam penggunaan kerja asing di Indonesia.

Atas dasar itulah Jokowi membuat perubahan aturan TKA era SBY dalam bentuk Perpres Nomor 20 tahun 2018 berisi 10 bab dan 39 pasal yang membahas mengenai TKA.   Perpres ini disikapi keras oleh kalangan oposisi baik DPR maupun serikat pekerja. Saya melihat sebetulnya tidak ada hal yang substansi dilanggar dari semangat Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengapa ? Perpres hanya menyederhanakan proses izin Tenaga Kerja Asing tanpa negara kehilangan hak menentukan aturan yang sesuai dengan UU No. 13/2003 atau tepatnya meselarahkan dengan UU yang lain agar tidak tumpang tindih. Dan ini sangat penting untuk memberikan kemudahan investasi di Indonesia yang sangat diperlukan untuk menggerakan roda ekonomi nasional. Contoh Pasal 10 Perpres TKA yang berbunyi bahwa persetujuan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) tidak dibutuhkan bagi TKA pemegang saham, pegawai diplomatik, dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah. Mengapa ? karena keberadaan pemegang saham adalah juga perusahaan yang sudah dapat izin PMA. Begitupula dengan pegawai diplomatik. Bukankah itu sudah menyatu dengan keberadaan tugas diplomatik yang diatur dalam kuridor international. Juga sama halnya dengan TKA yang ditunjuk pemerintah untuk keperluan khusus .Untuk itu semua kan tidak perlu mengikuti ketentuan Pasal 43 UU UU No. 13/2003 dimana pemberi kerja harus mendapatkan persetujuan RPTKA. 

Pasal 22 Perpres juga menyebut TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak atau tidak permanen. Contoh orang asing tinggal di Indonesia untuk mempersiapkan rencana bisnisnya bersama mitranya di Indonesia. Kan tidak bisa sebentar. Butuh waktu setidaknya 2 tahun untuk merealisasikan rencananya itu. Kalau bisnis belum jalan kan tidak perlu ada izin kerja sebagaimana yang dimaksud UU. Secara hukum dia berhak untuk beraktifitas di Indonesia. Toh yang mengeluarkan izin dia tinggal adalah juga negara ( Menteri Hukum dan HAM ). Namun untuk pekerjaan yang permanen misal dia bekerja di PMA atau PMDN maka keberadaannya harus sesuai dengan RPTKA ( Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ) yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Yang penting dalam Pepres masalah hak negara sebagaimana diatur dalam UU diatur dengan jelas dan lebih focus kepada pemberi kerja. Bahwa PMA atau PMDN sebagai pemberi kerja harus mencantumkan alasan penggunaan; jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan; jangka waktu penggunaan TKA; dan penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan. Jadi apabila mereka mengajukan izin untuk pegawai asingnya tidak sesuai dengan RPTKA maka izinnya pasti ditolak. Atau penggunaan TKA tidak sesuai dengan RPTKA pasti akan kena sangsi hukum seperti misal tidak menyediakan tenaga kerja indonesia sebagai pedamping tenaga kerja asing sebagai syarat trasfer tekhnologi dan knowhow.
Bahkan Perpres dengan jelas melindungi kepentingan pekerja Indonesia dimana menyebutkan setiap pemberi kerja TKA, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA. Namun tetap memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri. Artinya gajinya tidak bisa seenaknya sehingga berbeda sangat jauh dari pekerja Indonesia. Saya tidak mengerti mengapa oposan tidak melihat Perpres itu dengan jernis dan pikiran positip. Negeri ini berhadapan dengan persaingan keras dengan dunia luar dan kita harus membuat aturan yang adil bagi siapa saja agar Indonesia bermartabat dimata dunia. Kekuatan kita bukan ketakutan dengan menutup diri tetapi keberanian membuka diri dan bersaing karena itu. Selagi etos kerja kita baik maka tidak perlu kawatir dengan keberadaan tenaga kerja asing. Bagaimanapun kita pasti unggul karena upah kita hanya 20% dari upah pekerja China. Tetapi kalau etos kerja rendah ya 20% dari upah china juga kemahalan..
Suka tidak suka Indonesia adalah bagian dari globalisasi semua sektor kehidupan. Ini sudah berproses sejak era Soeharto ketika kita meratifikasi APEC dan ASEAN. Di era reformasi kita juga meratifikasi China Asean Free Trade Area, Korean Asean Free Trade Area, Jepang Free Trade Area. ME ASEAN. Era Jokowi tidak bisa kesepakatan yang telah dibuat di era sebelumnya itu di bubarkan atau dibatalkan sepihak. Kalau sampai dibatalkan maka Indonesia akan kena sangsi ekonomi regional, dan ini akan berdampak buruk kepada perdagangan dan investasi nasional.  Percepatan pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja setiap tahun diatas 2% sangat beresiko  bila tanpa modal dan SDM hebat. Sudah takdir negeri ini tidak bisa hanya mengandalkan SDA dan SDM yang ada tetapi juga butuh kemitraan dengan asing baik modal maupun SDM.

Setiap negara di era sekarang sangat membutuhkan modal dan tenaga akhli untuk menggerakan perekonomian yang akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Juga tanpa SDM yang hebat tidak mungkin percepatan pembangunan dapat terjadi. Program pembangunan di era Jokowi membutuhkan itu. Apalagi pembangunan infrastruktur sebagian besar dibiayai oleh asing melalui PPP yang punya standar kerja berkelas dunia. Sementara Indonesia sekian puluh tahun tidur dibidang industri dan insfrastruktur. Makanya keberadaan TKA dan Modal asing  adalah keniscayaan. Di Australia, kalau anda sebagai orang asing datang membawa uang USD 5 juta, akan ditawari sebagai warga negara! Bukan hanya dikasih izin kerja tetapi jadi warga negara. Namun Indonesia tidak se pragmatis itu. Tetap kepentingan nasional di jaga. Itu sebabnya Perpres tenaga kerja di keluarkan.


Yang jelas keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia jumlahnya hanya 0,05 % dari total pekerja Indonesia. Keberadaan TKA itu karena faktor kebijakan investasi di Indonesia dengan orientasi kepada Efektifitas dan efisiensi. Jadi kalaulah penggunaan tenaga kerja Indonesia itu efisien dan hasilnya efektif maka pastilah tenaga kerja Indonesia yang dipakai. Namun walau efisien tetapi tidak efektif karena etos kerja rendah maka investor tentu menggunakan tenaga kerja mereka sendiri walau mahal. Karena dalam investasi waktu adalah hal yang sangat penting untuk unggul dalam persaingan dan penghematan capex. Hal ini harus disadari oleh kita semua sebagaimana prinsip Business as usual. Kita dihargai karena kita memang pantas dihargai. Lebih baik focus perbaiki etos kerja daripada sibuk nuntut keadilan atas keberadaan TKA

Apabila pihak oposisi menebarkan issue negatif soal keberadaan TKA dan Investasi asing , sesungguhnya mereka sedang menggiring pemikiran yang sesat, yang selama ini diyakini oleh sebagian rakyat awam bahwa kita kaya SDA dan tidak butuh asing. Padahal apa yang mereka sampaikan tak lebih adalah program utopia yang tidak mungkin dapat di realisasikan tanpa modal dan SDM asing. Belajar dari China yang tidak pernah menolak asing masuk, lengkap dengan TKA asalkan itu berdampak kepada tertampungnya angkatan kerja di China. Karena TKA bukanlah buruk. Banyak hal dapat dipelajari dari Asing untuk meningkatkan etos kerja rakyat China. Dari Investor AS, SDM china belajar bagaimana menjual dengan baik. Dari Investor Korea, china  belajar bersikap keras. Dari Jepang, CHina belajar teliti dalam menentukan harga dan biaya. Dari Eropa, china belajar cara inovasi dan implementasi tekhnologi. Berlalunya waktu pekerja China dapat bersaing dengan tenaga kerja asing dan otomatis ekonomi domestik tumbuh pesat karena SDM sudah berstandar international. Itulah manfaatnya asing…

No comments:

Jebakan hutang membuat kita bego

Politik Global dulu jelas. Seperti adanya block barat dan timur dalam perang dingin. Arab-israel dalam konflik regional di timur tengah. Dim...