Monday, May 28, 2018

Index MCI

Bulan Mey ini, Morgan Stanley Capital International mengeluarkan MSCI index. MSCI index sendiri di created tahun 1962 oleh Morgan Stanley. Apa itu MSCI index ? MSCI index sebagai acuan bagi fund manager global untuk mengukur performa pasar di area tertentu. Ada banyak sekali indeks yang dibentuk oleh MSCI, lebih dari 160.000 indeks. Jadi sebetulnya ini hal yang sudah biasa seperti tahun tahun sebelumnya. Tetapi tahun ini menjadi sangat berbeda karena MSCI menempatkan Saham China seri A dalam menentukan MSCI index emerging market. Padalah China bukan lagi negara masuk dalam kelompok Emerging Market. China udah negara maju. Dampaknya terjadi koreksi terhadap bobot Index MSCI Indonesia. Tepatnya saham Indonesia terdelusi karena Marcap saham Cina memang besar sekali.

MSCI memasukkan saham kelas A emiten China pada 15 Mei 2018. MSCI menambah satu saham dalam indeks MSCI Indonesia yang masuk MSCI Global Small Cap Indexs. Saham itu yaitu PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM). Selain itu, MSCI juga keluarkan lima saham Indonesia antara lain PT Indofarma Tbk (INAF), PT Intiland Development Tbk (DILD), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), PT Totalindo Eka Persada Tbk, dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON). Dalam jajaran MSCI Global Standard Index, MSCI menambah satu saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP). Sedangkan MSCI lepas saham PT XL Axiata Tbk (EXCL). Maka apa yang terjadi ? Para manager investasi segera melakukan rebalancing saham, dengan merombak isi dari portofolio saham-saham.

Tentu ini berpengaruh terhadap bursa saham Indonesia. Mengapa? ya karena maklum investor asing menguasai sekitar 65 % dari pasar modal di Indonesia. Apalagi index MSCI ini sebagai acuan oleh permain di bursa global dengan capitalisasi USD 13 triliun, dimana didalamnya bursa Emerging market termasuk indonesia sebesar USD 1,7 triliun. Periode juni 2018 Saham-saham Bursa Efek Indonesia (BEI) terdelusi dari 22,54% menjadi 22,04%. Ini sangat significant. Diperkirakan Rp 18 triliun kemungkinan dana asing hengkang dari bursa Indonesia. Aksi jual investor asing terus terjadi hingga memasuki kuartal II 2018. Apalagi proses rebalancing sedang berlangsung. Belum lagi naiknya suku bunga the fed dan keadaan ekonomi Amerika Serikat (AS) menguat sehingga dorong penguatan dolar AS dan imbal hasil surat utang pemerintah AS bertenor AS capai level tertinggi. Dana bisa saja pindah dari saham ke obligasi.


Namun kalau saya perhatikan trend aksi jual saham itu tidak akan berlanjut lama. Mengapa ? kinerja APBN semakin baik. Pada kwartal pertama tahun 2018, realisasi APBN sudah mencapai 26%. Ini akan terus mendorong konsumsi dalam negeri. Belum lagi akan ada ASIAN GAME dan pertemuan IMF-Bank Dunia pada Oktober 2018 yang dapat mendorong sektor konsumsi menguat dan sentimen positip terhadap perekonomian Indonesia.

Sunday, May 27, 2018

Nilai...

Mungkin kita akan berkerut kening bila melihat orang asing BAB mencuci menggunakan tissue toilet. Namun lebih bingung lagi orang asing ketika kita dengan enaknya lap tangan seusai makan menggunakan tissue toilet. Benda yang sama tetapi penggunaan yang berbeda. Kalau diperdebatkan maka tidak akan ada ujungnya. Mengapa cuci BAB dengan tissue akan ada alasan yang kuat soal itu. Orang indonesia juga punya alasan kuat mengapa BAB harus dicuci dengan air. Bagi orang barat pakaian itu ada tiga jenis. Pakaian tidur, pakaian resmi dan santai. Mereka melihat aneh ketika ada wanita Indonesia pergi keluar rumah menggunakan daster. Apalagi para pria juga pakai daster. Padahal daster itu pakaian tidur. Namun orang indonesia memandang pakaian itu dari sisi kebersihan. Perbedaan ini tidak akan ada titik temunya karena budaya dan persepsi yang berbeda walau topiknya sama.

Kalau kita memperdebatkan perbedaan maka itu bisa saja karena persepsi kita ketinggalan zaman akibat kita menolak perubahan. Dulu tahun 80an orang kaya disebut jutaan. Kemudian karena waktu berubah. Tahun 90an orang biasa dapat gaji sudah bilangan jutaan. Makanya orang kaya tidak lagi disebut jutawan tetapi milioner. Tahun 2000an orang punya uang miliaran sudah banyak. Bahkan pendapatan artis dan Dai sudah bilangan miliaran. Maka tidak lagi pantas orang kaya disebut milioner. Jadi apa ? Yang konlomerat. Tetapi karena banyak konglomerat yang bangkrut akibat krisis financial maka orang kaya tidak punya sebutan yang cocok. Perbedaan itu terjadi karena waktu akibat perubahan lingkungan.

Cobalah perhatikan, dulu ekonomi negara diukur dari kekuatan SDA. Semua negara maju berburu negara yang punya SDA besar. Penjajahan terjadi baik langsung maupun tidak langsung. Kemudian, SDA bergeser kepada pengusahaan tekhologi. Semua negara berlomba lomba melakukan riset tekhnologi agar unggul dalam putaran waktu. Namun tekhnologi tidak membuat AS dan Barat bisa melawan gagal bayar utang. Kemudian negara makmur bukan karena SDA atau tekhnologi tetapi karena SDM hebat. Tetapi SDM hebat seperti Jepang tidak bisa menahan dampak krisis spiral dan jebakan utang. Orang terkejut ketika Grab yang merugi tidak pernah kehilangan akses financial resource dan Facebook yang tidak punya pabrik sehebat GM dan Honda tetapi kapitalisasi pasarnya lebih besar dari GM dan Honda. Indonesia yang defisit tidak pernah kehilangan financial resource dan masuk investment grade.

Artinya bukan lagi SDA, Tekhnologi, SDM yang membuat kemajuan tetapi nilai. Apa itu? Nilai yang memadukan semua hal sebagai instrument untuk menghasilan nilai ekonomi. Nilai ekonomi yang hebat bukan diukur dari laba dan jumlah asset besar tetapi oleh market based. Market based bukan dasar monopoli tetapi semangat berbagi dan ketergantungan antar stakeholder. Era oligarki ekonomi dan sumber daya tidak lagi mendapatkan tempat sejak China berhasil menguasai pasar Eropa dan AS. Sejak China menjadi kreditur negara yang kaya tekhnologi dan SDM berkualitas, orang tidak lagi melihat uang sebagai sumber kekuatan tetapi produksi dan kerjasama atas dasar gotong royong sebagai nilai.

Yang lucunya nilai inilah yang diajarkan oleh bapak pendiri negara kita dan yang kita pahami dalam budaya dan agama, itulah puncak peradaban diera sekarang tetapi kita lupa. Ya kita kehilangan nilai nilai lama sebagai bangsa besar. Karena kita sibuk membahas perbedaan yang remeh sehingga lupa meliat kedalam diri kita sendiri untuk unggul dalam persaingan global. Cobalah berdamai dalam perbedaan dan focus terhadap nilai nilai kita sebagai bangsa yaitu semangat bergotong royong senasip sepenanggungan maka kemakmuran akan terjadi kini dan disini…

Baper

Semua tahu bahwa Gerindra dan PDIP pernah berkoalisi mengusung Megawati dan Prabowo sebagai capres dan wapres. Akhirnya dapat dikalahkan oleh SBY bersama koalisinya. Kemudian Gerindra dan PDIP berkoalisi mengusung Jokowi -Ahok dalam Pilgub DKI. Kita semua jadi saksi bagaimana FZ menyanjung setinggi langit sosok Jokowi dan Ahok. Kita tahu bagaimana semua elite partai Gerindra satu suara memuji kehebatan PS melahirkan Ahok kepanggung politik bersama Jokowi. Waktu berlalu, kita juga jadi saksi bagaimana Gerindra berseberangan dengan PDIP dalam Pilpres. Saat itu bagi Gerindra dan koalisinya hal yang buruk tentang Jokowi di cari cari untuk menjatuhkan reputasi Jokowi. Seakan lupa bahwa dulu waktu Pilkada DKI mereka memuji Jokowi. Bahkan PKS yang jelas militan menjatuhkan reputasi Jokowi, pernah menjadi pendukung utama Jokowi dalam PIlkada Solo.

Dalam Pilkada DKI, kita jadi saksi bagaimana Ahok yang tadinya unggul karena didukung Gerindra, yang kemudian harus bersebarangan dengan Gerindra yang mengusung Anies-Sandi. FPI yang tadinya bersebarangan dengan SBY dan HRS pernah di penjara era SBY, akhirnya dalam Pilkada DKI ada dibarisan PD mendukung AHY sebagai Cagub. Akhir cerita kita semua tahu bagaimana Anies yang tadinya anggota team sukses Jokowi dalam Pilpres unggul dalam Pilgub DKI karena didukung oleh PS yang pernah dikalahkan oleh Jokowi. Padahal tadinya kita semua jadi saksi bagaimana sikap keras Anies dalam membela Jokowi dan berusaha menjatuhkan elektabilitas PS dalam setiap orasinya. Dalam Pilkada DKI, Anies jadi anak emas PS dan tersingkir dari ring satu Jokowi.

Itulah Politik. Itulah fakta yang ada. Sebetulnya diantara elite politik itu tidak ada sesungguhnya koalisi abadi dan juga tidak perseteruan tanpa henti. Bagi mereka politik adalah bisnis merebut legitimasi dihadapan publik agar berkuasa. Caranya tidak bisa hitam putih. Caranya harus pleksible. Seni politik dalam demokrasi bukanlah aneksasi lawan tapi merangkul lawan menjadi kawan. Dan ini pastilah lewat komunikasi politik untuk saling menentukan posisi tawar. Selagi posisi tawar menemukan deal maka konsesus terjadi diantara mereka. Makanya engga usah kita sebagai rakyat jadi apriori dengan kubu yang tidak kita dukung. Karena belum habis benci kita kepada lawan, diantara mereka sudah rangkulan untuk menciptakan deal baru. Kan repot bila kita baper karena politik. Apakah membenci untung ? tidak ? yang pasti dapat dosa.

Dari sosial media, kita saksikan pemahaman politik rakyat kebanyakan masih terjebak dengan stigma kalau berbeda berarti musuh. Kalau sudah musuh maka semua hal menjadi buruk terhadap kubu lawan. Sikap rasional kita hilang. Yang ada tinggal hanya emosi. Apapun disikapi dengan baper. Antar kubu saling serang dan akan puas kalau berhasil menyudutkan lawan yang berseberangan. Apa hasilnya ? tidak ada. Faktanya kita hanya bagian dari pion untuk kepentingan elite politik. Setelah mereka berkuasa, apakah cicilan motor bisa langsung lunas? Kan engga. Apakah yang ngangur langsung dapat kerjaan. Apakah harga langsung turun? Kan engga. Apakah langsung investor asing hilang? kan engga. Janji politik bukanlah komitment mati tetapi hanya seni melahirkan konsesus suara mayoritas untuk berkuasa. Selanjutnya follow the rule, bukan follow anda yang milih.

Masalah hidup anda tidak ada kaitan langsung dengan politik. Secara tidak langsung memang ada pengaruh namun yang membuat anda berubah menjadi lebih baik itu karena faktor anda sendiri. Selagi anda memang berkualitas secara intelektual dan spiritual maka hidup anda akan mudah. Siapapun yang jadi pemimpin. Jadi mari sikapi politik dengan cerdas. Pilihlah pemimpin bukan karena aliran idiologinya dan rerotikanya tetapi liat pribadinya. Selagi keluarganya baik, tidak korupsi, hidup sederhana, pekerja keras, pilihlah dia. Mengapa? karena siapapun yang bertarung dalam pemilu punya visi sama yaitu UUD 45, NKRI, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Yang membedakan mana yang baik dan tidak ada baik hanyalah karakter individunya. Dah gitu aja. Udahan baper nya ya..

UU Anti teroris disyahkan



Semua negara punya UU Terorisme. Singapore lebih ekstrim yang bukan hanya mengekang hak sipil tetapi juga mengekang kekuatan keempat demokrasi yaitu pers. Jepang juga sama. Bahkan memberikan kekuatan dan kekuasaan lebih besar kepada aparat hukum untuk menghadapi terorisme, dengan mengurangi hak kebebasan sipil. Malaysia juga lebih keras. Hak sipil menyampaikan kritik kepada pemerintah dengan nada agitasi bisa langsung ditangkap tanpa perlu proses pengadilan. Di China lebih keras lagi. Kebebasan sipil langsung hilang ketika sudah bicara aksi teror. Negara bisa melakukan apa saja bila seseorang dicurigai teroris. Mengapa ? karena terorisme itu adalah aksi kejahatan kemanusiaan. Semua negara modern membenci kejahatan kemanusiaa. Jadi kalau anda mendukung HAM maka anda harus digaris depan mendukung UU anti terorisme.

Dengan disyahkannya UU terorisme oleh DPR sebagai revisi UU Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka saat itu juga aparat polisi punya kekuasaan besar dihadapan hukum untuk melakukan tindakan preventif terhadap aksi teroris. Civil society dapat langsung dibungkam dengan UU itu melalui pembubaran ormas dan menangkap semua pengurusnya yang dicurigai terlibat dibalik aksi teroris. Seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) sebagai organisasi teroris bisa ditindak tanpa harus menunggu adanya aksi dari mereka. Mereka yang mendukung aksi terorisme di luar negeri, passport nya bisa dicabut. Mereka yang bersuara menebarkan kebencian dihadapan umum dapat langsung disadap telpnya tanpa harus ijin pengadilan. Bila ada bukti sadapan mereka terlibat jariangan teroris maka bukti itu bisa disyahkan oleh pengadilan sebagai bukti menjerat mereka.

Karena aksi teroris sudah masuk dalam organisasi kejahatan transnasional maka keterlibatan TNI dibenarkan oleh UU. Walau definisi UU terorisme tidak menyebutkan kejahatan terhadap keamanan negara yang tidak memunngkin TNI terlibat sesuai UU TNI namun Presiden bisa menggunakan UU terorisme itu sebagai kejahatan merongrong keamanan negara dan TNI punya ruang untuk terlibat dalam perang melawan terorisme. Karenanya dalam waktu dekat akan keluar Perpres melegitimasi keterlibatan TNI sesuai dengan semangat UU terorisme. Yang menjadi kekawatiran sebagian pihak bahwa UU terorisme ini memberikan ruang sangat besar kepada pemerintah untuk mengendalikan kekuatan sipil dan ini berpotensi melanggar HAM atas nama kekuasaan.


Namun bagaimanapun sistem demokrasi dimanapun berada harus dilengkapi perangkat hukum yang keras bagi siapa saja yang tidak bisa menerima sistem demokrasi itu. Kalau berbeda dengan pemerintah dan ingin berkuasa maka jangan memaksakan kehendak lewat kekerasan tetapi ujilah program itu dalam Pemilu. Kalau memang dipercaya rakyat maka silahkan berkuasa.. Tetapi kalau gagal dalam pemilu maka jadilah rakyat yang baik, yang patuh hukum. Sederhana saja sebetulnya. Kalau tak ingin UU terorisme diterapkan jadilah rakyat yang baik, patuh dan jujur. Dah gitu aja. Jangan baper ya.

Wednesday, May 2, 2018

Perpres Tenaga Kerja Asing



Apa bedanya Tenaga Kerja Asing di Indonesia dengan Tenaga Kerja Indonesia yang ada diluar negeri ? Kalau TKA di Indonesia mereka ada sebagian besar karena pengusaha mereka melakukan investasi di Indonesia. Jadi itu satu paket dengan uang mereka yang masuk ke Indonesia. Investasi itu juga punya dampak berganda terhadap perekenomian Indonesia. Sementara Tenaga Kerja Indonesia yang  ada diluar negeri karena permintaan sendiri atau bagian  dari  bisnis pengerahan tenaga kerja asing. Kalaupun ada TKI di proyek perusahaan Indonesia yang ada diluar negeri namun jumlahnya relatif kecil sekali. Dengan perbedaan itu kita dapat disimpulkan bahwa keberadaan TKA di Indonesia murni karena motive investasi. Jadi tidak ada motive karena mereka nganggur atau kesulitan kerja di Negaranya. Sementara TKI kita karena kebutuhan hidup dan kesulitan dapatkan kerja di Indonesia.


Sebetulnya peningkatan arus TKA masuk ke Indonesia sudah berlangsung sejak era SBY. Data menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia mencapai puncak tertingginya pada 2011 sebanyak 77.307 pekerja. Maklum ketika itu sedang booming Business batu bara dimana pihak buyer mengirim orangnya untuk melakukan exploitasi. Dan juga bisnis minyak sedang hot sehingga banyak pekerja asing masuk. Ledakan jumlah tenaga kerja asing itu sebagian besar karena motive bisnis rente yang tidak berdampak kepada peningkatan investasi dan industri yang bisa menampung angkatan kerja luas. Kemudian ketika harga Batu bara dan minyak jatuh dipasar dunia, jumlah tenaga kerja asing kembali turun. Dan kembali meningkat di era Jokowi karena pembangunan infrastruktur ekonomi dengan metode B2B dan pembangunan kawasan industri smelter sebagai akibat UU Minerba yang memberikan insentif bagi industri smelter. Namun yang mengkawatirkan adalah ledakan TKA itu sangat luar biasa dan pemerintah dinilai lemah melakukan pengawasan. Sehingga banyak kasus TKA ilegal. Masalah itu bukan karena pemerintah sengaja tidak melakukan pengawasan tetapi lebih karana aturan yang dibuat era SBY Perpres Nomor 72 tahun 2014 yang tidak memuat soal pengenaan sanksi dalam penggunaan kerja asing di Indonesia.

Atas dasar itulah Jokowi membuat perubahan aturan TKA era SBY dalam bentuk Perpres Nomor 20 tahun 2018 berisi 10 bab dan 39 pasal yang membahas mengenai TKA.   Perpres ini disikapi keras oleh kalangan oposisi baik DPR maupun serikat pekerja. Saya melihat sebetulnya tidak ada hal yang substansi dilanggar dari semangat Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Mengapa ? Perpres hanya menyederhanakan proses izin Tenaga Kerja Asing tanpa negara kehilangan hak menentukan aturan yang sesuai dengan UU No. 13/2003 atau tepatnya meselarahkan dengan UU yang lain agar tidak tumpang tindih. Dan ini sangat penting untuk memberikan kemudahan investasi di Indonesia yang sangat diperlukan untuk menggerakan roda ekonomi nasional. Contoh Pasal 10 Perpres TKA yang berbunyi bahwa persetujuan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) tidak dibutuhkan bagi TKA pemegang saham, pegawai diplomatik, dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah. Mengapa ? karena keberadaan pemegang saham adalah juga perusahaan yang sudah dapat izin PMA. Begitupula dengan pegawai diplomatik. Bukankah itu sudah menyatu dengan keberadaan tugas diplomatik yang diatur dalam kuridor international. Juga sama halnya dengan TKA yang ditunjuk pemerintah untuk keperluan khusus .Untuk itu semua kan tidak perlu mengikuti ketentuan Pasal 43 UU UU No. 13/2003 dimana pemberi kerja harus mendapatkan persetujuan RPTKA. 

Pasal 22 Perpres juga menyebut TKA bisa menggunakan jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak atau tidak permanen. Contoh orang asing tinggal di Indonesia untuk mempersiapkan rencana bisnisnya bersama mitranya di Indonesia. Kan tidak bisa sebentar. Butuh waktu setidaknya 2 tahun untuk merealisasikan rencananya itu. Kalau bisnis belum jalan kan tidak perlu ada izin kerja sebagaimana yang dimaksud UU. Secara hukum dia berhak untuk beraktifitas di Indonesia. Toh yang mengeluarkan izin dia tinggal adalah juga negara ( Menteri Hukum dan HAM ). Namun untuk pekerjaan yang permanen misal dia bekerja di PMA atau PMDN maka keberadaannya harus sesuai dengan RPTKA ( Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ) yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Yang penting dalam Pepres masalah hak negara sebagaimana diatur dalam UU diatur dengan jelas dan lebih focus kepada pemberi kerja. Bahwa PMA atau PMDN sebagai pemberi kerja harus mencantumkan alasan penggunaan; jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan; jangka waktu penggunaan TKA; dan penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan. Jadi apabila mereka mengajukan izin untuk pegawai asingnya tidak sesuai dengan RPTKA maka izinnya pasti ditolak. Atau penggunaan TKA tidak sesuai dengan RPTKA pasti akan kena sangsi hukum seperti misal tidak menyediakan tenaga kerja indonesia sebagai pedamping tenaga kerja asing sebagai syarat trasfer tekhnologi dan knowhow.
Bahkan Perpres dengan jelas melindungi kepentingan pekerja Indonesia dimana menyebutkan setiap pemberi kerja TKA, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA. Namun tetap memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri. Artinya gajinya tidak bisa seenaknya sehingga berbeda sangat jauh dari pekerja Indonesia. Saya tidak mengerti mengapa oposan tidak melihat Perpres itu dengan jernis dan pikiran positip. Negeri ini berhadapan dengan persaingan keras dengan dunia luar dan kita harus membuat aturan yang adil bagi siapa saja agar Indonesia bermartabat dimata dunia. Kekuatan kita bukan ketakutan dengan menutup diri tetapi keberanian membuka diri dan bersaing karena itu. Selagi etos kerja kita baik maka tidak perlu kawatir dengan keberadaan tenaga kerja asing. Bagaimanapun kita pasti unggul karena upah kita hanya 20% dari upah pekerja China. Tetapi kalau etos kerja rendah ya 20% dari upah china juga kemahalan..
Suka tidak suka Indonesia adalah bagian dari globalisasi semua sektor kehidupan. Ini sudah berproses sejak era Soeharto ketika kita meratifikasi APEC dan ASEAN. Di era reformasi kita juga meratifikasi China Asean Free Trade Area, Korean Asean Free Trade Area, Jepang Free Trade Area. ME ASEAN. Era Jokowi tidak bisa kesepakatan yang telah dibuat di era sebelumnya itu di bubarkan atau dibatalkan sepihak. Kalau sampai dibatalkan maka Indonesia akan kena sangsi ekonomi regional, dan ini akan berdampak buruk kepada perdagangan dan investasi nasional.  Percepatan pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja setiap tahun diatas 2% sangat beresiko  bila tanpa modal dan SDM hebat. Sudah takdir negeri ini tidak bisa hanya mengandalkan SDA dan SDM yang ada tetapi juga butuh kemitraan dengan asing baik modal maupun SDM.

Setiap negara di era sekarang sangat membutuhkan modal dan tenaga akhli untuk menggerakan perekonomian yang akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Juga tanpa SDM yang hebat tidak mungkin percepatan pembangunan dapat terjadi. Program pembangunan di era Jokowi membutuhkan itu. Apalagi pembangunan infrastruktur sebagian besar dibiayai oleh asing melalui PPP yang punya standar kerja berkelas dunia. Sementara Indonesia sekian puluh tahun tidur dibidang industri dan insfrastruktur. Makanya keberadaan TKA dan Modal asing  adalah keniscayaan. Di Australia, kalau anda sebagai orang asing datang membawa uang USD 5 juta, akan ditawari sebagai warga negara! Bukan hanya dikasih izin kerja tetapi jadi warga negara. Namun Indonesia tidak se pragmatis itu. Tetap kepentingan nasional di jaga. Itu sebabnya Perpres tenaga kerja di keluarkan.


Yang jelas keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia jumlahnya hanya 0,05 % dari total pekerja Indonesia. Keberadaan TKA itu karena faktor kebijakan investasi di Indonesia dengan orientasi kepada Efektifitas dan efisiensi. Jadi kalaulah penggunaan tenaga kerja Indonesia itu efisien dan hasilnya efektif maka pastilah tenaga kerja Indonesia yang dipakai. Namun walau efisien tetapi tidak efektif karena etos kerja rendah maka investor tentu menggunakan tenaga kerja mereka sendiri walau mahal. Karena dalam investasi waktu adalah hal yang sangat penting untuk unggul dalam persaingan dan penghematan capex. Hal ini harus disadari oleh kita semua sebagaimana prinsip Business as usual. Kita dihargai karena kita memang pantas dihargai. Lebih baik focus perbaiki etos kerja daripada sibuk nuntut keadilan atas keberadaan TKA

Apabila pihak oposisi menebarkan issue negatif soal keberadaan TKA dan Investasi asing , sesungguhnya mereka sedang menggiring pemikiran yang sesat, yang selama ini diyakini oleh sebagian rakyat awam bahwa kita kaya SDA dan tidak butuh asing. Padahal apa yang mereka sampaikan tak lebih adalah program utopia yang tidak mungkin dapat di realisasikan tanpa modal dan SDM asing. Belajar dari China yang tidak pernah menolak asing masuk, lengkap dengan TKA asalkan itu berdampak kepada tertampungnya angkatan kerja di China. Karena TKA bukanlah buruk. Banyak hal dapat dipelajari dari Asing untuk meningkatkan etos kerja rakyat China. Dari Investor AS, SDM china belajar bagaimana menjual dengan baik. Dari Investor Korea, china  belajar bersikap keras. Dari Jepang, CHina belajar teliti dalam menentukan harga dan biaya. Dari Eropa, china belajar cara inovasi dan implementasi tekhnologi. Berlalunya waktu pekerja China dapat bersaing dengan tenaga kerja asing dan otomatis ekonomi domestik tumbuh pesat karena SDM sudah berstandar international. Itulah manfaatnya asing…

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...