Wednesday, April 4, 2018

Moralitas kapitalisme




Kalau anda pergi ke mall akan terasa suasana yang sejuk berpendiingin secara central. Semua bersih dan nyaman menatap etalage dari setiap outlet. Sangat berbeda dengan suasana pasar tradisional yang serba kumuh dan panas. Mall adalah contoh bagaimana kapitalisme bekerja efektif untuk menjual. Anda masuk mall , anda mendapatkan semua fasilitas mall lengkap dengan kenyamanannya. Apakah itu semua gratis ? tidak. harga barang yang ada di mall itu sudah termasuk jasa atas fasilitas yang ada nikmati di mall itu. Kapitalisme tak terbatas pada sebuah tempat, ketika barang jadi komoditas dan hubungan antarmanusia adalah hubungan jual-beli, termasuk citra. Karena manusia bukan hanya butuh benda tetapi juga sesuatu yang bukan benda. Semua ada harganya dalam pasar yang terbuka.

Melihat Mall kita melihat kebebasan privat menentukan harga diatas legitimasi negara. Pemerintah hanya memberi izin dan bagaimana transaksi dan harga, pemerintah tidak ikut campur. Yang pasti hanya yang punya uang yang boleh bertransaksi dan pasti tidak ada subsidi. Penomena ini datang setelah tahun 1980 an sejak Milton Friedman memperkenalkan bhawa Pasar berdiri tampak lebih luhur ketimbang Negara. Seri ceramah TV Friedman, Free to Choose, jadi alkitab bagi mereka yang ogah atau jera akan campur tangan Negara dalam ekonomi. Mengapa ? Karena orang tidak melihat keadaan menjadi lebih baik bila segala sesuatu negara yang mengendalikan dan pemerintah terlalu kuat menentukan nilai.

Mengapa ?

Yang terjadi dan pasti terjadi adalah negara menjadi liberal terhadap kesewenangan birokrat untuk membagi kue ekonomi kepada kroni swasta yang menikmati rente. Ketika pemilu mereka inilah yang menjadikan suara sebagai komoditas, dan ongkosnya dibayar oleh kroni yang menikmati limpahan laba dari bisnis rente. Keadaan ini berulang ulang dan akhirnya menjadikan demokrasi hanya semacam lapau kopi, kumpulnya para mereka yang sependapat karena pendapatan sama. Friendman, tahu betul itu dan ia berargumentasi : kalau negara ingin kuat dan stabil maka perlu ada deregulasi dan privatisasi. Mengapa ? Negara itu sesuatu yang buruk. Pasar itu selamanya penting. George Soros kemudian menyebut pandangan macam itu fundamentalisme pasar; Paul Krugman menamakannya absolutisme laissez faire.

Tetapi…

Tahun 2008, teori Friedman yang mengusung neo liberal yang jadi hadith bagi ekonom lulusan Amrik, justru membuat moneter AS terjerembab akibat jatuhnya wallstreet dengan mega skandal Lehman. Pasar bebas menimbulkan paradox. Bukan hanya Amrik yang tekor tetapi juga dunia. Sampai kini negara didunia masih bergelut keluar dari krisis global. Orang tidak lagi merasa bebas ketika likuiditas mengering dan harga melambung tak terjangkau lagi. Yang kaya jatuh miskin dan yang miskin kehilangan pekerjaan. Financial freedom lewat berhutang justru memenjarakan kebebasan itu sendiri. Kebebasan pasar dan kekuatan negara sama buruknya. Lantas apa penyebabnya dan bagaimana seharusnya menyikapi kapitalisme itu.?

Saya tertarik dengan pendapat Amartya Sen dalam tulisannya di The New York Review of Books bertanggal 26 Maret 2009, ia menyebut bahwa para penerus Adam Smith, pemikir yang sering disebut sebagai bapak paham kapitalisme itu, telah keliru bukan karena sang bapak salah. Mereka keliru karena Smith, dalam bukunya yang pertama, The Theory of Moral Sentiment, bukan orang yang menganggap kehidupan bersama adalah sesuatu yang hanya dibentuk oleh Pasar, oleh kepentingan diri dan motif mencari untung. Smith, sebagaimana dikutip Sen, juga berbicara tentang perlunya perikemanusiaan, keadilan, kedermawanan, dan semangat bermasyarakat. Dan itu adalah sifat-sifat yang tak menentang Pasar. Mereka justru diperlukan Pasar agar berjalan smooth.

Tahun 2013 sampai sekarang ada ratusan Mall di China. AS , Eropa ditutup karena ditinggalkan pelanggan yang beralih kepada belanja online. Pasar tidak perlu menciptakan nilai tambah selain komoditas dan kualitas. Pasar tersedia, dan mata rantai distribusi terputus oleh semangat gotong royong antara produsen dan konsumen yang juga sebagai market maker. Ini semua terjadi bukan hal yang baru tetapi sudah dingatkan oleh Adam Smith jauh sebelumnya. Tukar-menukar komersial tak dapat berlangsung secara efektif sampai tumbuh moralitas bisnis atas dasar trust, misalnya tak perlu packaging dan etalage mewah untuk mendapatkan harga pantas.

Kapitalisme yang berorientasi laba selamanya mendapatkan dukungan moral. Karena tanpa laba tidak akan terjadi fungsi sosial yang berkelanjutan.Tanpa kreatifitas dan kerja keras hanya menghasilkan pengemis dan tukang ngeluh yang tidak memberikan nilai terhadap kemajuan peradaban

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...