Friday, November 10, 2017

Sehari bersama Nazwa ...


Saya keliling kota bersama cucu saya Nazwa dengan bus transjakarta. Usianya 9 tahun. Kami turun di Halte BI. Ketika menyusuri jalan menuju Tanah Abang, saya harus menjaganya dengan hati hati agar tidak di tabrak oleh pengendara motor yang gila gilaan. Karena trotoar digunakan juga oleh pengendara roda dua “ Babo, kenapa sih trotoar dipakai juga untuk motor “ Saya hanya tersenyum. Kami sampai di jalan kebon sirih. Kali ciliwung yang ada di jalan kebon sirih menghitam. Penuh sampah dan berbau. Air tergenang. Kalau musim banjir , kali ini akan meluap dan air kotor itu akan mendatangi rumah warga di sekitarnya. Nazwa memperhatikan sungai itu sambi menutup hidungnya.

Untuk sampai ke Pasar Tanah Abang , kami harus berjuang melewati trotoar yang penuh dengan pedagang kaki lima. Dari jualan buah-buahan, minuman ringan sampai pakaian berjejer di sepingir jalan. Kami pindah ke bahu jalan, juga penuh sesak dengan pedagang kaki lima. Orang membuang ludah seenaknya. Sampah bertebaran dimana mana. “ Babo, sepertinya lebih banyak orang yang dagang daripada yang beli.” saya hanya tersenyum. Kendaraan roda empat harus bersilambat kawatir kendaraan menyenggol pedagang atau orang yang seenaknya menyebarangi jalan tanpa peduli kendaraan yang meneriakan klakson memekak telinga. Deru suara roda dua bau asap kenalpot, saling berkompetisi menguasai jalur trotoar. Kadang saling adu cocor dengan pedagang kaki lima yang terganggu.

Kami sampai juga ke kawasan Jati Baru. Masih cukup jauh sampai di Pasar tanah Abang. Di jalan Jatibaru juga kami harus berjuang keras melewati bahu jalan yang penuh sesak pedagang kaki lima. Bahkan jalan rayapun sudah dikuasai oleh pedagang kaki lima. Para preman nampak duduk santai di warung kopi yang menguasai trotoar. Mereka hidup dari uang jago yang memeras pedagang kaki lima dan para lonte menjajakan dirinya di depan losmen murahan. Kali yang ada di belakang stasiun Jati Baru semakin mengecil karena dikiri kanannya dijejali rumah kumuh dan bau kotoran yang memenuhi udara kawasan tanah abang itu. Nazwa tidak pernah lepas telapaknya menutup hidungnya.

“ Babo kita engga jadi ajalah ke Pasar Tanah. “ 
“ Jadi mau kemana ?
“ Cari tempat yang engga bau dan macet seperti tanah abang.”
“ Tidak ada tempat di jakarta yang engga bau dan engga macet sayang. Semua sama saja.”
“ Aku pernah ke Singapore dan ke Hong Kong. Kok tempat disana indah dan bersih babo. Engga ada motor yang berkeliaran di jalanan. Engga ada pedagang kaki lima yang berterbaran di jalan jalan. Kapan kita seperti itu Babo?
“ Sayang, mau babo cerita soal masa lalu? ketika itu kamu masih balita.”
“ Ya babo “
“ Dulu Jakarta pernah menikmati suasana kota seperti SIngapore dan Hong Kong. Tak ada kaki lima menguasai trotoar dan bahu jalan. Kita nyaman berjalan di trotoar. Bahkan ditrotoar itu pemda menyediakan bangku taman agar kalau kita lelah, kita bisa duduk untuk istirahat. Tak ada kendaraan roda dua yang menguasai trotoar seperti sekarang. Ongkos bus hanya dibawah Rp 5000. Kita tidak perlu bayar tunai tapi cukup dengan kartu. Orang antri tertip. Bahkan kalau kamu mau wisata keliling jakarta, pemerintah sediakan bus gratis yang ber AC. Kali yang bersih. Ikan berenang dengan lincahnya. Dikiri kanan kali ada taman yang membuat kota jadi indah.”
“ Aku mau seperti itu lagi jakarta”
“ Ya cucuku. Itu kenangan terindah yang pernah warga jakarta rasakan. Walau hanya seumur jagung namun kenangan itu tidak pernah hilang dibenak setiap warga jakarta. Betapa tidak sayang, walau ini kota kapitalis namun semua anak sekolah dari keluarga miskin mendapat santunan dari pemerintah. Tapi sekarang itu tinggal kenangan saja karena lebih separuh dulu anak yang mendapat santunan telah di coret dari daftar mendapatkan santunan”
“ Mengapa sekarang berubah seperti ini, babo ?
“ Karena gubernur yang tegas dan berani namun berhati malaikat itu telah tiada lagi. Dia tersingkir karena orang banyak lebih percaya kepada pembela tafsir Al Quran untuk menolak kehadirannya. Kekumuhan dan kesemrawutan jakarta sekarang adalah pilihan sebagian besar orang yang gagal memahami agama. “
“ Babo, nanti kalau udah gede aku mau sekolah di luar negeri aja“
“Boleh. Sekolah lah setinggi kamu mau, dimana saja kamu mau. Tapi jangan lupa saudara kamu di Indonesia. Jangan kamu meninggalkan Indonesia karena alasan kamu tidak suka dengan keadaan indonesia. Ini ladang ibadah kamu untuk ambil bagian berjuang memperbaiki keadaan. Paham ya sayang..”
“ Ya Babo. 
“ Nah sekarang peluk babo” 

Nazwa memeluk saya “ Jangan melhat kebelakang sayang. Lihat kedepan. Belajarlah dari masa lalu tapi jangan sesali itu terjadi. Kamu harus terus melangkah kedepan dan kamu adalah produk masa depan itu. DItangan kaum terpelajar dan berakhlak lah negeri ini akan terhindar dari serigala berbulu dalil agama dan tafsir. Dan negeri ini akan baik baik saja.”

2 comments:

Unknown said...

Karena gubernur yang tegas dan berani namun berhati malaikat itu telah tiada lagi. Dia tersingkir karena orang banyak lebih percaya kepada pembela tafsir Al Quran untuk menolak kehadirannya. Kekumuhan dan kesemrawutan jakarta sekarang adalah pilihan sebagian besar orang yang gagal memahami agama..... paragrafnya jleb sekali....

Orang Awam said...

Saya berharap Gubernur yang tersingkir itu akan kembali dengan kekuatan lebih besar sehingga tidak hanya Jakarta, kota dan desa seluruh Indonesia akan rapih, teratur, bersih, aman dan nyaman

Jebakan hutang membuat kita bego

Politik Global dulu jelas. Seperti adanya block barat dan timur dalam perang dingin. Arab-israel dalam konflik regional di timur tengah. Dim...