Satu satunya ilmu pengetahuan yang bertolak belakang dengan moral saya adalah akuisisi. Saya membaca banyak buku tentang akuisisi baik secara teknis akuntansi , keuangan maupun seni negosiasi. Namun yang paling mengerikan adalah prinsipnya yaitu buy low sell high and Pay later. Untuk menerapkan prinsip itu , Anda harus mempelajari karakter dan psikologi target. Harus memahami kekuatan target dan mendalami kelemahannnya. Nah, dalam proses akuisisi Anda harus menjadi pemain watak. Meyakinkan target bahwa Anda adalah malaikat penolong atau domba yang mudah di mangsa. Disamping itu Anda harus menguasai data dan informasi yang luas, bahkan gunakan operasi Inteligen dengan memanfaatkan banker, internal management dari target dan para mitranya.Proses sampai dia yakin bahwa Anda adalah malaikat atau domba tentu tidak mudah dan perlu waktu. Butuh kesabaran tinggi. Ingat bahwa target Anda adalah Businessman. yang smart dan dia punya bisnis bukan barang sampah. Kalau sampah ya engga perlu repot jadi target. Ingat bahwa saat tepat akuisisi adalah ketika target dalam kondisi lemah dan tak punya pilihan. Kalau dia lepas saham dalam keadaan kuat maka Anda pasti gagal mendapatkan deal sesuai prinsip strategi akuisisi.Mengapa ? Karana akuisisi yang sukses dibayarnya bukan berasal dari uang sendiri tapi dari finansial resource. Apa mau dia dibayar pakai skema?
Nah kita ambil contoh kasus Freeport. Tahun 2013 FI sedang dilanda krisis keuangan akibat hutang dari Business ouil and gas. Tahun 2014 sahamnya terus turun di bursa. Dan meraka mendapat peluang untuk fund Raising dari ekspansi bisnis tambang di Indonesia. Ekspansi ini disetujui oleh konsorsium bank. Mengapa ? Karena memastikan FI mendapat perpanjangan kontrak selama 10x2 tahun. Sehingga portofolio FI dalam neraca konsolidasi FcMoran semakin ada kepastian nilai. Dan benarlah FCMoran focus memperpanjang KK melalui lobi dengan Pemerintah Indonesia. Namun hanya beberapa bulan setelah MOU ditanda tangani SBY, Jokowi berkuasa.
Nah disinilah kehebatan tim Jokowi menyelesaikan masalah FI. Jokowi sadar bahwa pemerintah menjamin kesepakatan perpanjangan kontrak yang tertuang dalam memorandum of understanding (MoU) yang diteken semasa Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudyono. Perjanjian ini menjadi bagian tak terpisahkan, mengikat dua belah pihak Indonesia dan Freeport dan merupakan bagian dari amandemen kontrak. Kalau pemerintah Jokowi menolak memperpanjang, 3 tahun ( tahun 2021) kemudian KK tetap berlaku sampai 2041 sesuai MOU itu. Kalau pemerintah tetap ngotot maka dipastikan akan kalah di Mahkamah international. Karenanya negosiasi tidak lagi berkaitan dengan perpanjang KK tapi bagaimana memaksa Freeport mengakhiri generasi KK menjadi IUPK dan mematuhi ketentuan mengenai divestasi serta kewajiban membangun smelter. Karenanya Jokowi tidak menggunakan pendekatan kekuasaan dan hukum. Karena kalau itu diterapkan akan menaikan citra FI dan menjatuhkan citra Indonesia di mata intenational. Dan bukan tidak mungkin memberikan jalan excuse bagi FI keluar dari tekanan hutang melalui reschedule. Kalau ini terjadi nafas FI semakin panjang. Pertarungan semakin berat.
Cara yang ditempuh oleh Team Jokowi adalah menggunakan seni Akuisisi untuk menaklukan FI. Caranya adalah Buying Time. Walau begitu banyak tekanan dalam negeri sampai tiada hari tanpa gaduh politik, namun Jokowi tetap bergeming. Sampai terus memberikan keyakinan kepada FI bahwa Pemerintah lemah dan komit. Tapi justru yang tidak dimiliki oleh FI dan juga kelemahannya adalah soal waktu. FI ditengah masalah Finacial akibat portofolio bisnis migas merugi. Dan juga outstanding loan gigantik akibat rencana ekspansi yang stuck. Tahun 2015 -2016 terpaksa melepas asset migasnya untuk bayar hutang dan masih belum cukup. Tambang lain yang dimilik terancam untuk dilepas. Belum lagi ditengah situasi itu pasar memonitor kinerja tahunnya yang terus menurun. Harga saham jatuh dan rating undergrade. Dan Pemerintah Jokowi tetap hanya memberikan janji tanpa realisasi. Bulan Maret 2017 FI kembali kedalam perundingan dengan Team Jokowi. Saat itu atas dasar kepres Team Jokowi bersikap: take it or leave it. Waktu tersedia berpikir sangat singkat bagi Freeport. Akhirnya tiga bulan setalah itu FReeport harus menerima semua kondisi Pemerintah.
Karana apa? Team Jokowi bersikap tegas pada timing yang tepat : Surrender or die. Dan Freeport memilih surrender melepas saham sebesar 51% tanpa ada hak atas replacement cost atas value mereka menemukan tambang tembaga dan emas dengan cadangan raksasa. Sekarang bagaimana bayar saham 51% itu? Apakah Pemerintah akan keluar uang dari APBN ? Atau BUMN/ BUMD akan keluar sendiri? atau Swasta? Masih belum tahu. Masih perlu negosiasi lagi.
Kalau saya ?
Seandainya saya mendapat berkah dan kepercayaan untuk membayar divestasi 51% sahan Freeport. Namun saya diharuskan bermitra dengan BUMD Papua, yang tida ada uang. Padahal saya juga tidak punya uang sebesar itu. Tidak punya pengalaman dalam bismis tambang sekelas Freeport. Mungkinkah ? Itu sangat mudan dengan menggunakan financal engineering yang lazim dipakai dalam pengambil alihan saham perusahaan tanpa harus keluar modal. Apa skemanya ? biasanya disebut dengan Management buyout ( MBO). Artinya saya mengambil alih saham dengan right mengelola portfolio itu sampai jangka waktu tertentu yang memungkinkan return investasi bisa pay off. Mau tahu caranya ?
Pertama saya akan membentuk SPC ( special propose company ) yang begerak dibidang financial and banking, yang berada offshore region bebas pajak. SPC ini melakukan perjanjian dengan BUMD dengan posisi sebagai fund provider. Agar BUMD dan saya aman maka kedua belah pihak melakukan perjanjian proxy angreement berdasarkan hukum Trustee. Jadi walaupun BUMD namanya tidak ada didalam SPC namun ownership tetap ada pada BUMD. Tapi posisi saya sebagai management tetap diakui. Atas dasar opsi atau right yang dimiliki BUMD untuk menguasai saham dalam program divestasi FI, BUMD melakukan trasfer right kepada SPC untuk mengutilize right itu masuk dalam financial resource.
Nah darimana dapat uang membiayai program divestasi itu? SPC menerbitkan Mandatory Conversion Notes ( MCN). MCN adalah surat hutang yang bisa dikonversikan ke dalam saham sesuai akad yang disepakati didepan. Artinya kalau hutang gagal bayar maka otomatis hutang menjadi saham. Skema ini sangat menarik bagi financial market. Mengapa ? Karena harga saham divestasi tidak memasukan cadangan tambang sebagai asset Jadi harganya sangat murah. Artinya kalau cadangan dimasukan sebagai nilai asset maka secara tidak langsung value dari MCN itu bisa 4 kali lipat. Makanya hampir semua investor akan menbrak MCN itu walau seandainya harganya dua kali lipat dar nominal, tetap akan exciting dimata kreditur.
Setelah MCN terbit maka selanjutnya saya jual ke investor di luar negeri. Agar tidak terkena aturan OJK international maka saya masuk kepasar terbatas ( limited offers) , bukan pasar public. Harga saya buka dengan besaran 150% dari nilai nominal. Ini pasti ditabrak cepat oleh investor. Artinya dapat capital gain sebesar 50%. Yang seratus persen saya transfer rekening BUMD untuk bayar 51% saham kepada FI. Dan 50% saya gunakan untuk private fund saya mengelola bisnis derivative dari FI, seperti bangun pembangkit listrik untuk dipakai FI, membangun pusat smelter sebagai outsourcing FI. Saya dapat laba lagi dari Pembangkit lsitri dan smelter.
Lantas bagaimana BUMD membayar hutang itu ? Setelah dapat uang dari MCN dan pembayaran divestasi saham telah dilakukan makan selanjutnya BUMD bisa melakukan separated transaction dengan SPC. Ini mudah karena pemilknya orang yang sama walau tersemarkan. Selanjutnya, BUMD melepas sahamnya ( IPO) ke bursa dalam negeri dengan harga saham 4 kali lipat dari nominal. Hasil IPO ini pasti dibeli oleh Market karena BUMD sebagai pemilik 51% saham FI, dimana nilai cadangan FI akan terus meningkat seiring meningkatnya permintaan emas dan tembaga serta mineral turunan lainnya. Artinya kalau BUMD melepas 60% saham nya ke publik, mereka sudah bisa membayar MCN itu. Dengan demikain BUMD dapat melunasi hutang tanpa keluar modal sendiri dan 40% saham dari 51 % sahan FI tetap di miliki BUMD.
Bagimana dengan saya ? saya dapat 50% uang dari penjualan MCN, dapat juga hak kelola resource bisnis dari Freeport. Uang dapat , peluang juga dapat. Saya akan jadi orang kaya tanpa perlu pusing soal masa depan, karena memang dari awal saya lakukan tanpa resiko. Dan lagi untuk melakukan skema ini biaya yang saya keluarkan hanya seharga beli alphard. Nothing lah. Nah mengapa ini saya sampaikan? tak lain agar kita bersama sama mengawasi divestasi FI ini agar tidak terjadi penyimpangan yang hanya menguntungkan segelintir orang seperti kasus divestasi saham Newmont. KIta berharap financing scheme untuk program divestasi FI ini dilakukan oleh BUMN/BUMD sendiri tanpa harus melibatkan swasta seperti analogi saya diatas. Semoga Pak Jokowi baca postingan saya ini.
4 comments:
Ya semoga presiden baca postingan ini dan pak ery jadi penasehat kepresidenan untuk masalah freeport ini.
Freeport McMoRan menginginkan kepastian kelangsungan bisnisnya di Indonesia melalui PTFI.
Usulan saya, memperbarui kontrak dan memberikan kesempatan investasi 30 tahun lagi kepada Freeport McMoRan (FCX) di Indonesia melalui PTFI, dengan syarat:
1) Merubah skema Kontrak Karya ke PSC Gross Split.
2) Di PTFI, Kepemilikan Saham Pemerintah Indonesia bertambah minimal menjadi 51% gratis secara mandatory, bukan dengan cara membeli sedangkan FCX berkurang maksimal menjadi 49%.
3) Production Share utk Pemerintah Indonesia minimal sebesar 40% sedangkan PTFI maksimal sebesar 60%.
4) Mengalokasikan seluruh penjualan hasil produksi mineral mentah untuk industri smelter nasional secara b to b dan/atau membangun smelter sendiri.
Deal with it or leave it,..!!!
#ESDM #Freeport #KontrakKarya #PSC #Minerba #Tambang #Hilirisasi #Smelter
Kontrak FI nya di putus langsung bisa/nggak? Biar negara yang ambil alih langsung,bisa dilelang/dikelola sendiri.
Kontrak FI nya di putus langsung bisa/nggak? Biar negara yang ambil alih langsung,bisa dilelang/dikelola sendiri.
Post a Comment