Tahun lalu banyak orang berkumpul
di suatu hotel berbintang V di Singapore. Pertemuan itu diadakan oleh salah
satu bank terkemuka di singapore. Yang hadir dalam pertemuan itu umumnya adalah
orang Indonesia. Mereka adalah para pemilik rekening jutaan dollar di bank di
Singapore. Mereka nampak resah dengan adanya pemberitahuan dari pejabat bank
bahwa mulai tahun 2017, rekening mereka akan di ketahui oleh petugas pajak di
Indonesia. Saya pernah bertemu dengan teman yang bekerja sebagai periset
dilembaga consultant berkelas international. Dia mengatakan kepada saya bahwa
saat sekarang diperkirakan jumlah dana
asal Indonesia yang ditempatkan di OFC (offshore financial center )
regions seperti Swiss, Bahama, BVI,
Caymand Island dll, mencapai USD 200 billion lebih. Jumlah ini jauh lebih besar
dari cadangan devisa negara kita. Yang jelas data yang dipublikasikan oleh Ford
Foundation melalui laporan Global Financial Integrity dari tahun 2002 sampai
dengan 2010 jumlah dana asal Indonesia yang parkir diwilayah offshore mencapai
USD 108,89 billion. Tahun 2015, data dari World Wealth ,dana asal Indonesia
yang di parkir di luar negeri sebanyak USD 157 miliar atau Rp. 1800 triliun.
Uang sebanyak ini hanya 14000 rekening saja. Kita tidak tahu dana sebanyak itu
apakah semua pemiliknya membayar pajak dengan taat.
Kerjasama pertukaran informasi
antara Indonesia dan Singapura semakin kuat karena kedua negara juga telah
menandatangani Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama dalam Bidang
Perpajakan ( Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters/MAC)
yang saat ini telah menjadi Standar dalam pelaksanaan kerja sama perpajakan
antar negara-negara penandatangan. Sampai saat ini, MAC telah ditandatangani
oleh 69 negara dan 15 yuridiksi dari seluruh dunia. Jadi dimanapun , di dalam atau di luar
negeri,dana anda tempatkan , tidak akan efektif lagi sebagai cara menghindari
pajak. Karena pasti negara atau petugas pajak akan dapat mengetahuinya. Tarik
uang dari bank dan simpan di bawah bantal adalah cara terbaik menghindari pajak
tapi kalau di belanjakan pasti akan ketahuan. Di luar negeri anda belanja
diatas USD 50,000 dengan uang tunai akan di curigai sebagai aksi money loundry.
Beli emas dari rekening akan terlacak perpidahan uang dan ini tetap akan
dicatat sebagai harta yang dikenakan pajak. Mau tempatkan dana di offshore
bebas pajak? Sudah tidak mungkin lagi karena 46 negara bebas pajak sudah
meratifikasi ketentuan mengenai the Global Forum on Transparency and Exchange
of Information for Tax Purposes in the area of the automatic exchange of
information.
Memang Amerika menolak
keterbukaan rekening bank untuk pajak sesuai kuridor OECD. Apakah Amerika sorga
bagi dana haram atau sorga menghindari pajak?
Tidak! karena AS sudah punya FATCA, the Foreign Account Tax Compliance
Act, yang lebih hebat dari automatic information exchange. FATCA dapat di akses
oleh negara lain atas dasar permintaan resmi pemerintah. Dan lagi untuk di ketahui
bahwa usulan keterbukaan ( transfarance) ini di inisiasi oleh G20 dimana AS
sebagai anggota. Hanya saja format yang ditetapakan OECD terhadap keterbukaan
itu lebih di terima anggota lainnya, di bandingkan Amerika yang menginginkan
sesuai dengan ketentuan patriot act dan FATCA, termasuk mengawasi dana politik
dan teroris. FATCA memang terkesan subjectif terhadap asal usul dana. Automatic
Exchange System of Information (AEOI) atau Sistem Pertukaran Informasi Otomatis
akan diberlakukan oleh perbankan dunia. Bagi negara yang tidak patuh mengenai
AEOI ini akan mengalami kesulitan dalam mematuhi ketentuan Bank international
for settlement dan terhambat dalam ikut clearing international. Data perbankan
nantinya tidak lagi menjadi sebuah kerahasiaan dan dapat diakses oleh otoritas
negara manapun di dunia. Otoritas pajak masing-masing negara akan diberikan
keleluasaan mengecek dana wajib pajak lewet sistem itu, yang selama ini
ditempatkan di negara lain.
Untuk menarik peluang berlakunya
AEOI tahun 2017, Indonesia sedang mempersiapkan revisi UU Pajak yang berkaitan
dengan Amnesty TAx. Tujuannya agar pemilik dana lebih memilih menempatkan dananya
di Indonesia. Dengan pulang kampungnya uang orang Indonesia di luar negeri maka
akan memperkuat likuiditas dalam negeri dan meningkatkan aliran modal ke dalam
negeri. Secara moneter akan memperkuat neraca modal Idnonesia dan tentu akan membuat
mata uang stabil. Itu sebabnya disamping keringanan pajak pemilik dana juga dapat menikmati yield lebih baik di
bandingkan dana ditempat di luar negeri. Rencananya tahun ini akan diterapkan
kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty untuk wajib pajak yang belum
memenuhi kewajiban. Dalam kebijakan tersebut, wajib pajak hanya perlu membayar
tebusan dengan tarif rendah, yang dihitung berdasarkan nilai dana yang dibawa
pulang. Tebusan akan terhitung penerimaan pajak, sedangkan dana yang masuk bisa
ditempakan di berbagai instrumen keuangan. Bagi pemilik dana hanya punya dua
pilihan: Pulanglah ke Indonesia, bawa uang yang ditempatkan di luar negeri itu
dan Negara akan beri keringanan pajak. Namun
lebih senang dana ditempatkan di luar negeri, juga silahkan. Namun tidak ada
keringanan pajak dan pajak tetap harus dibayar. Anda tidak bisa menghindar. Atau
tanamkan dalam usaha yang bisa meningkatkan angkatan kerja dan mendatangkan
laba...
Sekali lagi inilah Cara smart Jokowi
dan konsisten untuk menarik dana yang tidur di luar negeri. Diketahui dalam RPJMN 2015-2019, kebutuhan dana pemerintah Rp 5500 triliun. Sumber dananya dari APBN 40% dan APBD 9,9%. Sisanya adalah dari BUMN 19% dan kalangan swasta 31%.Boleh kita punya ambisi besar, tapi kalau kita nggak punya sumber dana ya percuma. Sektor keuangan itu darah dari perputaran ekonomi. Pesta
usai..saatnya kerja untuk indonesia yang lebih baik.
2 comments:
kok pilih nama blognya culas ? :)
Semoga dana nganggur benaran pulang kampung ....
Post a Comment