Friday, June 26, 2015

Kemitraan dengan China..?

Minggu lalu tamu saya datang dari China.Mereka adalah buyer yang berniat membeli  kue yang diproduksi oleh pabrikan yang berlokasi di Bandung dan juga berniat menjajaki proyek kerjasama di Bandung. Mereka datang satu team sebanyak 5 orang. Rencana kami berangkat dari hotel jam 7 pagi menuju Bandung.  Jam  6.30 pagi saya  sudah di Hotel untuk menjemput mereka. Ketika saya datang mereka sedang sarapan pagi. Mereka sarapan cepat sekali.Sekedar mengisi perut. Jam 7 langsung berangkat sesuai jadwal. Dalam perjalanan kami  berhenti di rest area untuk bertemu dengan pihak pabrikan yang akan mengantar kami menuju pabrik. Selama di tempat area itu, sambil menunggu pihak pabrikan datang,mereka menolak untuk duduk  minum  kopi atau makan di restoran.Mereka tetap berdiri diluar restoran. Diantara mereka tidak ada yang berbicara.Mereka nampak focus dengan program hari ini untuk meninjau pabrik. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Bandung. Sesampai di pabrik mereka nampak tampa lelah melakukan negosiasi untuk mendapatkan peluang membeli produk pabrikan dalam jumlah besar. Setelah usai negosiasi kami melanjutkan bertemu dengan walikota Bandung.  Teman saya yang mendampingi saya berkata tentang kesannya terhadap relasi saya itu “ mereka sangat disiplin dan focus. Sangat efisien dengan waktu dan focus untuk mencapai hasil”.

Saya pernah bertemu dengan pemilik pabrikan minuman kemasan.Punya kesan tersendiri terhadap mitranya dari China.Dulu dia pernah beli mesin dari  China.Sesuai kontrak bahwa kapasitas mesin itu sebesar katakanlah 100.000 krat. Tapi nyatanya setelah mesin di instal hanya mencapai produksi setengahnya.Dia protes kepada penjual mesin di China. Pihak china mendatangkan pekerja inti ke Pabrikan tersebut. Apa yang terjadi ? mesin mampu bekerja dalam kapasitas sesuai spec dari mesin yaitu 100.000 krat perhari. Lantas dimana letak perbedaan dari tenaga china dengan karyawan pabriknya ? menurutnya tenaga kerja China bekerja dengan cepat dan efisien sekali. Ketika istirahat mereka tidak meninggalkan pos-nya. Mereka makan dari lunch box.Makan mereka cepat sekali dan setelah itu mereka mencuci lunch box tersebut dan menyimpannya di ransel. Kembali kerja dengan konsentrasi tinggi tanpa ada sedikitpun mereka bicara.Mereka sangat menguasai pekerjaannya.Artinya 1 orang China sama dengan 2 orang Indonesia. Bahkan di bidang kontruksi 1 orang china sama dengan 5 orang buruh Indonesia. Teman saya berusaha mendidik karyawannya untuk bekerja sesuai dengan etos kerja dari China namun tidak mudah.Karena budaya kita masih sulit menganggap bekerja itu bagian dari perjuangan akan masa depannya. Buruh Indonesia masih menganggap kerja sebagai cara mendapatkan makan , bukan tanggung jawab kepada perusahaan. Bahwa bila perusahaan untung maka mereka punya masa depan lebih baik.

Kini muncul berita begitu hebatnya tentang ketakutan pekerja China akan menyerbu datang ke Indonesia sehingga merebut kesempatan kerja orang Indonesia. Apalagi ada berita bahwa China akan mengirim 10 juta orang china datang ke Indonesia. Saya tidak tahu bagaimana berita ini diplesetkan seakan ada rencana besar aneksasi China terhadap Indonesia.  Ini jelas salah besar. Untuk diketahui bahwa Undang Undang China melarang rakyatnya menetap tetap di negeri orang.Adapun rencana 10 juta orang China akan masuk ke Indonesia , maka itu bukan tujuan menetap.itu adalah quota exit permits yang diberikan pemerintah China kepada setiap Negara tujuan kunjungan rakyat China. Ingat bahwa China masih menerapkan UU mengenai Exit Permits bagi warganya untuk keluar negeri. Adapun tujuan kunjungan itu dibatasi dibidang pendidikan, kebudayaan dan wisata. Bagaimana dengan banyak pekerja china masuk dalam proyek di Indonesia ? Itu karena projek tersebut berkaitan dengan B2B dimana pihak china tidak mau rugi. Mereka harus memastikan proyek tersebut dapat selesai sesuai jadwal sehingga dapat menghasilkan revenue untuk mengembalikan investasi.  Atau proyek itu berkaitan dengan skema inkind loan atau pinjaman diberikan dalam bentuk barang.Pihak China terpaksa menggunakan pekerjanya agar standard kualitas dan waktu pengerjaan dapat selesai sesuai kontrak. Jadi ini murni karena komitmen bisnis yang harus mereka selamatkan.

Untuk diketahui bahwa kebijakan internasional china dilarang memberikan pinjaman langsung atau dalam kuridor G2G yang berhubungan dengan Politik.China memastikan dirinya sebagai Negara yang melarang melakukan agenda internasionalisasi seperti Amerika dengan jargon demokratisasi. Komunisme China adalah idiologi tertutup yang dilarang dijual kemanapun. Makanya komunisme china berbeda dengan Negara lain. Kalaupun ada perjanjian G2G itu lebih kepada saling memahami kebijakan masing masing Negara. Bahwa China masuk ke suatu Negara selalu dalam kuridor B2B.Contoh bila China memberikan pinjaman maka yang melaksanakan itu adalah BUMN yang bekerja sesuai dengan SOP bisnis. Kalaupun mereka memberi pinjaman kepada Amerika maka itu yang melakukan adalah BUMN sepeti China Investment Corporation (CIC) untuk membeli surat utang ( Tbill ) Amerika melalui pasar uang terbuka.Menurut teman yang bekerja di bidang Private equity di Hong Kong , bahwa mengapa terjadi kampanye antipati terhadap China di Indonesia karena Indonesia terbiasa bekerja sama lewat skema hutang politik lewat G2G dengan Jepang, Amerika , Eropa dan ini berlangsung bertahun tahun sehingga menimbulkan hutang diatas Rp.3000 triliun tanpa menghasilkan hal yang signifikan terhadap pembangunan nasional karena budaya korup pejabat Negara serta elite politik yang bekerjasama dengan pengusaha culas.

Upaya pemerintah menggandeng China bukan hanya era Jokowi tapi juga era SBY. Hanya saja era SBY tidak terjadi deal meluas karena era SBY lebih memilih skema Inkind loan melalui BUMN china dibidang investasi dan keuangan, dimana beban ada pada APBN. Namun di Era Jokowi skema yang ditawarkan atas dasar B2B murni.  Antara BUMN china dengan BUMN Indonesia.Apapun resiko menjadi resiko business, bukan resiko politik. Tidak akan menganggu posisi APBN. Kapanpun pemerintah sebagai regulator bisa menguasai proyek tersebut bila peraturan yang diatur oleh UU dilanggar. . Kita sudah menjalin kerjasama dengan Amerika sejak era Soeharto dan hasilnya 90% sumber Migas dikuasai Amerika. Kita sudah kerjasama dengan Jepang sejak era Soeharto dan kini 90% kendaraan yang ada dijalanan buatan jepang dan kita belum juga mandiri.Kenapa ? karena kita terjebak dengan budaya berhutang dan terima jadi tanpa mau bekerja keras menjadi bangsa produsen. Jadi daripada kita mengutuki sesuatu karena dasar paranoid mengapa kita tidak meniru budaya kerja keras dan disiplin bangsa china lewat kemitraan atas dasar B2B..Agar kelak kita bisa menjadi tuan dinegeri ini.Yakinlah bangsa ini tidak akan besar karena retorika dan sikap paranoid. Bangsa ini besar karena sikap terbuka melihat kebenaran darimanapun sumbernya dan mendapatkan hikmat atas setiap peluang kemitraan global untuk menjadi lebih baik..

1 comment:

Traveling Nicolas said...

Konten yang ada memang menunjukkan betapa bangsa kita dari sejak merdeka, jalan orba hingga kepemimpinan SBY hingga Jokowi masih memakai pola lama..
harapan rakyat kebanyakan serta kaum terpelajar generasi muda usia 30 - 40 an menginginkan ada perubag=han mendasar thd kebijakan yg memperkuat potensi SDM anak bangsa...
Namun ironisnya justru kebijakan yang diambil oleh pemegang kekuasaaan seakan akan tdk sanggup untuk lepas dari cengaman pada pemodal asing,... misal potensi pengembangan mobil listrik,,, mati suri atau bs dikatakan ...hampir mati... kebijakan swasembada beras...tdk kunjung ada hasil yang memuaskan,,,retorika sdh bertahun tahun...swasembata gula..kita punya lahan perkebunan tebu...namun sulit berkembang...dll...????

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...