Monday, June 29, 2015

Identitas

Ditengah suara sumbang tentang Aseng yang konotasinya etnis china,saya  sempat diajak diskusi teman etnis China soal kebangsaan ini.Dia berbicara panjang lebar.Saya hanya diam untuk menjadi pendengar yang baik.  Setelah usai bicara dia bertanya kepada saya “ Apakah kamu orang minang. Tentu dengan bangga kamu menjawabnya  ? “ Saya ketawa masam. Jawab saya: ”Saya tak tahu apa kah saya orang minang , atau bukan orang minang.”. Dia bingung. Tapi saya mengerti kenapa dia bingung. Berada di Singapura (atau Malaysia) saya sering sekali menemui percakapan macam itu: orang akan secara tersirat atau tersurat menyebut seseorang dan mengaitkannya dengan ”bangsa Cina” atau ”bangsa Melayu” atau ”bang sa” apa saja dengan suatu sifat yang mereka anggap khas pada ”bangsa” itu.  Berada di dua negeri ini, di mana ethnisitas menguasai kebijakan politik dan kehidupan sehari-hari, tendensi itu tampak sudah jadi bagian bahasa yang otomatis. Tak mengherankan bila di sana saya selalu dipandang dan diletakkan dalam satu kotak identitas. Khususnya yang terkait de ngan ”perkauman”. Kalau saya bergerak dari kotak itu, orang hilang akal. Seperti halnya tuan rumah saya malam itu. Di Indonesia agak lain soalnya. Bagi saya, yang mengganggu di sini adalah bagaimana identitas diterjemahkan dengan istilah yang seakan-akan keramat, yakni ”jati diri”. Saya selalu berkeberatan tentang ini, karena tak ada yang keramat di dalamnya. Bahkan ketika orang mengatakan telah menemukan ”jati diri”, orang sebenarnya tak tahu bahwa ”diri” yang ”(se)-jati” mustahil didapat.

”Diri” atau ”aku” lahir selamanya tak pas, bahkan terbelah. Pendekar psikoanalisis Prancis, Lacan, menemukan bahwa kesadaran akan ”aku” dimulai ketika seorang bocah berada dalam ”tahap cermin”. Si bocah melihat bayangannya di cermin, dan ia diberi tahu bahwa itulah dirinya: utuh, rata, stabil. Padahal, pada ketika itu juga, dan untuk seterusnya, ada yang tak tampak pada cermin: bawah-sadarnya, gejolak biologisnya, kedalaman impian dan traumanya. Cermin mengeliminasi itu semua. Sebuah kesatuan atau Gestalt pun muncul. Itulah yang, kata Lacan, ”melambangkan posisi permanen dari ‘aku’”. Ketika kemudian si bocah diberi nama oleh si ayah bapak yang menguasai bahasa identitas pun dikukuhkan. Tapi dengan itu identitas sebenarnya tak pernah datang sendiri. Ia dirumuskan oleh nama dan bahasa sebuah bangunan simbol yang disusun masyarakat. Identitas tam pak sebagai perbedaan, dan perbedaan tampak karena perbandingan. Perbandingan selamanya mirip mata rantai yang tak putus-putusnya antara X dan lain-lain di dunia. Di sini, saya selalu ingat James Baldwin. Pengarang da ri New York ini ia hitam, gay, dan melarat mening galkan Amerika dan hidup selama 10 tahun di Eropa. Kemudian tulisnya: ”Aku bertemu dengan banyak sekali orang selama di Eropa. Aku bahkan berjumpa dengan diriku sendiri.” Kesadaran akan diri sendiri itu sekaligus kesadaran akan orang lain. Bahkan sifatnya mengandung antagonisme. ”Identitas ditanya hanya ketika ia terancam,” kata Baldwin, ”… atau ketika si orang asing datang memasuki gerbang.”

Dalam Mein Kampf, ada satu cerita Hitler. Ketika ia masih muda, pada suatu malam ia berjalan di pusat kota Wina. Di sana ia bertemu dengan sesosok bayangan berkaftan hitam dan berambut hitam dikepang. ”Yahudikah ini?” Hitler bertanya pada diri sendiri. Setelah ia amati lebih jauh, ia bertanya kembali dalam hati: ”Orang Jermankah ini?” Hitler tak bertanya apakah si bayangan itu seorang seniman atau seorang profesor. Ia mempersoalkan identitas ethnisnya karena baginya itulah yang terpenting. Tapi dengan itu ia menganggap identitas adalah sesuatu yang dibawa dari lahir karena antagonisme yang diyakininya adalah sesuatu yang permanen. Baldwin, yang terlunta-lunta, orang yang dipojokkan dalam kerangkeng identitas (hi tam, gay, asing), menampik itu. Baginya iden titas lebih mirip ”garmen yang menutupi ketelanjangan diri”. Baginya, lebih baik gar men itu dikenakan dengan agak longgar, seperti pakaian di padang pasir: akan tampak, atau akan dapat diperkirakan, diri yang telanjang yang terbungkus di sana. Bahkan bagi Baldwin, orang harus punya ”kekuatan untuk mengganti jubahnya”. ”Anda orang minang…,” kata tuan rumah saya, dan saya tersenyum masam. Saya seperti Baldwin: bagi saya, yang penting bukanlah identitas, yang menyetrap saya dalam sebuah kotak dan seperangkat baju resmi. Bagi saya, yang penting adalah manusia sebagai agency, pelaku. Politik identitas sejak 1970-an punya peran dalam pembebasan orang hitam dan perempuan dan mungkin minoritas lain yang tak diakui. Tapi politik identitas selamanya mengacaukan kenyataan bahwa identitas itu se sekali perlu (ketika ia ”terancam”) tapi tak pernah benar-benar hadir.

Ia konstruksi atas multiplisitas yang inkonsisten, yang serabutan. Untuk meminjam kata-kata Alain Badiou da lam konteks lain, identitas adalah hasil ”compter-pou run”, ”menghitung buat jadi satu”. Dengan kata lain, dengan meneguhkan identitas, aku meletakkan diri sebagai pemersatu dari segala yang carut-marut dan tak terduga dalam diriku. Maka aku pun jadi Sang Tunggal: di luarku, terkadang terasa mengancam, bergelombang perbedaan-perbedaan yang membentuk hidup nun di sana dan hidup dalam hidupku. Dan identitas itu adalah bagian dari paranoiaku.@

Friday, June 26, 2015

Kemitraan dengan China..?

Minggu lalu tamu saya datang dari China.Mereka adalah buyer yang berniat membeli  kue yang diproduksi oleh pabrikan yang berlokasi di Bandung dan juga berniat menjajaki proyek kerjasama di Bandung. Mereka datang satu team sebanyak 5 orang. Rencana kami berangkat dari hotel jam 7 pagi menuju Bandung.  Jam  6.30 pagi saya  sudah di Hotel untuk menjemput mereka. Ketika saya datang mereka sedang sarapan pagi. Mereka sarapan cepat sekali.Sekedar mengisi perut. Jam 7 langsung berangkat sesuai jadwal. Dalam perjalanan kami  berhenti di rest area untuk bertemu dengan pihak pabrikan yang akan mengantar kami menuju pabrik. Selama di tempat area itu, sambil menunggu pihak pabrikan datang,mereka menolak untuk duduk  minum  kopi atau makan di restoran.Mereka tetap berdiri diluar restoran. Diantara mereka tidak ada yang berbicara.Mereka nampak focus dengan program hari ini untuk meninjau pabrik. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Bandung. Sesampai di pabrik mereka nampak tampa lelah melakukan negosiasi untuk mendapatkan peluang membeli produk pabrikan dalam jumlah besar. Setelah usai negosiasi kami melanjutkan bertemu dengan walikota Bandung.  Teman saya yang mendampingi saya berkata tentang kesannya terhadap relasi saya itu “ mereka sangat disiplin dan focus. Sangat efisien dengan waktu dan focus untuk mencapai hasil”.

Saya pernah bertemu dengan pemilik pabrikan minuman kemasan.Punya kesan tersendiri terhadap mitranya dari China.Dulu dia pernah beli mesin dari  China.Sesuai kontrak bahwa kapasitas mesin itu sebesar katakanlah 100.000 krat. Tapi nyatanya setelah mesin di instal hanya mencapai produksi setengahnya.Dia protes kepada penjual mesin di China. Pihak china mendatangkan pekerja inti ke Pabrikan tersebut. Apa yang terjadi ? mesin mampu bekerja dalam kapasitas sesuai spec dari mesin yaitu 100.000 krat perhari. Lantas dimana letak perbedaan dari tenaga china dengan karyawan pabriknya ? menurutnya tenaga kerja China bekerja dengan cepat dan efisien sekali. Ketika istirahat mereka tidak meninggalkan pos-nya. Mereka makan dari lunch box.Makan mereka cepat sekali dan setelah itu mereka mencuci lunch box tersebut dan menyimpannya di ransel. Kembali kerja dengan konsentrasi tinggi tanpa ada sedikitpun mereka bicara.Mereka sangat menguasai pekerjaannya.Artinya 1 orang China sama dengan 2 orang Indonesia. Bahkan di bidang kontruksi 1 orang china sama dengan 5 orang buruh Indonesia. Teman saya berusaha mendidik karyawannya untuk bekerja sesuai dengan etos kerja dari China namun tidak mudah.Karena budaya kita masih sulit menganggap bekerja itu bagian dari perjuangan akan masa depannya. Buruh Indonesia masih menganggap kerja sebagai cara mendapatkan makan , bukan tanggung jawab kepada perusahaan. Bahwa bila perusahaan untung maka mereka punya masa depan lebih baik.

Kini muncul berita begitu hebatnya tentang ketakutan pekerja China akan menyerbu datang ke Indonesia sehingga merebut kesempatan kerja orang Indonesia. Apalagi ada berita bahwa China akan mengirim 10 juta orang china datang ke Indonesia. Saya tidak tahu bagaimana berita ini diplesetkan seakan ada rencana besar aneksasi China terhadap Indonesia.  Ini jelas salah besar. Untuk diketahui bahwa Undang Undang China melarang rakyatnya menetap tetap di negeri orang.Adapun rencana 10 juta orang China akan masuk ke Indonesia , maka itu bukan tujuan menetap.itu adalah quota exit permits yang diberikan pemerintah China kepada setiap Negara tujuan kunjungan rakyat China. Ingat bahwa China masih menerapkan UU mengenai Exit Permits bagi warganya untuk keluar negeri. Adapun tujuan kunjungan itu dibatasi dibidang pendidikan, kebudayaan dan wisata. Bagaimana dengan banyak pekerja china masuk dalam proyek di Indonesia ? Itu karena projek tersebut berkaitan dengan B2B dimana pihak china tidak mau rugi. Mereka harus memastikan proyek tersebut dapat selesai sesuai jadwal sehingga dapat menghasilkan revenue untuk mengembalikan investasi.  Atau proyek itu berkaitan dengan skema inkind loan atau pinjaman diberikan dalam bentuk barang.Pihak China terpaksa menggunakan pekerjanya agar standard kualitas dan waktu pengerjaan dapat selesai sesuai kontrak. Jadi ini murni karena komitmen bisnis yang harus mereka selamatkan.

Untuk diketahui bahwa kebijakan internasional china dilarang memberikan pinjaman langsung atau dalam kuridor G2G yang berhubungan dengan Politik.China memastikan dirinya sebagai Negara yang melarang melakukan agenda internasionalisasi seperti Amerika dengan jargon demokratisasi. Komunisme China adalah idiologi tertutup yang dilarang dijual kemanapun. Makanya komunisme china berbeda dengan Negara lain. Kalaupun ada perjanjian G2G itu lebih kepada saling memahami kebijakan masing masing Negara. Bahwa China masuk ke suatu Negara selalu dalam kuridor B2B.Contoh bila China memberikan pinjaman maka yang melaksanakan itu adalah BUMN yang bekerja sesuai dengan SOP bisnis. Kalaupun mereka memberi pinjaman kepada Amerika maka itu yang melakukan adalah BUMN sepeti China Investment Corporation (CIC) untuk membeli surat utang ( Tbill ) Amerika melalui pasar uang terbuka.Menurut teman yang bekerja di bidang Private equity di Hong Kong , bahwa mengapa terjadi kampanye antipati terhadap China di Indonesia karena Indonesia terbiasa bekerja sama lewat skema hutang politik lewat G2G dengan Jepang, Amerika , Eropa dan ini berlangsung bertahun tahun sehingga menimbulkan hutang diatas Rp.3000 triliun tanpa menghasilkan hal yang signifikan terhadap pembangunan nasional karena budaya korup pejabat Negara serta elite politik yang bekerjasama dengan pengusaha culas.

Upaya pemerintah menggandeng China bukan hanya era Jokowi tapi juga era SBY. Hanya saja era SBY tidak terjadi deal meluas karena era SBY lebih memilih skema Inkind loan melalui BUMN china dibidang investasi dan keuangan, dimana beban ada pada APBN. Namun di Era Jokowi skema yang ditawarkan atas dasar B2B murni.  Antara BUMN china dengan BUMN Indonesia.Apapun resiko menjadi resiko business, bukan resiko politik. Tidak akan menganggu posisi APBN. Kapanpun pemerintah sebagai regulator bisa menguasai proyek tersebut bila peraturan yang diatur oleh UU dilanggar. . Kita sudah menjalin kerjasama dengan Amerika sejak era Soeharto dan hasilnya 90% sumber Migas dikuasai Amerika. Kita sudah kerjasama dengan Jepang sejak era Soeharto dan kini 90% kendaraan yang ada dijalanan buatan jepang dan kita belum juga mandiri.Kenapa ? karena kita terjebak dengan budaya berhutang dan terima jadi tanpa mau bekerja keras menjadi bangsa produsen. Jadi daripada kita mengutuki sesuatu karena dasar paranoid mengapa kita tidak meniru budaya kerja keras dan disiplin bangsa china lewat kemitraan atas dasar B2B..Agar kelak kita bisa menjadi tuan dinegeri ini.Yakinlah bangsa ini tidak akan besar karena retorika dan sikap paranoid. Bangsa ini besar karena sikap terbuka melihat kebenaran darimanapun sumbernya dan mendapatkan hikmat atas setiap peluang kemitraan global untuk menjadi lebih baik..

Sunday, June 7, 2015

Masa depan Ekonomi kita cerah...

Kedepan ekonomi akan sangat cerah.Kata teman saya waktu makan malam. Mengapa? Bukankah saat sekarang tekanan ekonomi Indonesia cukup serius. IHSG yang terus melorot. Kurs rupiah yang melemah dan daya beli masyarakat menurun. Kata teman lain yang juga hadir dalam makan itu.Dia termasuk pesimis akan masa depan ekonomi. Keadaan ekonomi sekarang tidak datang dengan sendirinya. Tapi by process sejak 2011 terjadi penurunan harga komoditas utama dipasar Internasional. Dampaknya rencana ekspansi bisnis terhenti. Keadaan Ini baru terasa dua atau tiga tahun kemudian , ya sekarang era Jokowi..Akibat investasi menurun terjadi pengaruh berganda di masyarakat. Daya beli menurun,itu sudah pasti. Untunglah Kabinet Jokowi bertindak cepat dengan smart. Pertama yang dilakukan merubah APBN agar lebih besar ruang fiscal.Dengan ruang fiscal besar, pemerintah bisa segera leading dengan menggantikan posisi dunia usaha yang masih wait see untuk melakukan ekpansi investasi akibat harga komoditas yang anjlok.  Pada waktu bersamaan pemerintah juga memanfaatkan peluang arus investasi dari China dan Jepang yang butuh capital outflow untuk melemahkan mata uangnya. Kebijakan investasi dan perdagangan serta pajak diperbaiki agar menarik bagi investor. Segala hambatan dihapus dan proses perizinan dipercepat. Disamping itu peran BUMN diperbesar agar leading melakukan investasi dibidang infrastruktur ekonomi.

Bagaimana hasilnya ? Tanya teman yang pesimis. Sampai dengan akhir maret tahun ini, arus investasi  sudah mencapai Rp124,6 triliun atau mengalami peningkatan 16,9% bila dibandingkan tahun 2014 era SBY di periode yang sama yakni sebesar Rp106,6 triliun. Investasi ini berasal dari penanaman modal asing (PMA) yang mencapai Rp82,1 triliun atau mengalami pertumbuhan 22,8% bila dibandingkan dengan PMA tahun sebelumnya di periode yang sama. Lalu penanaman modal dalam negeri mencapai Rp42,5 triliun yang naik 14%. Porsinya itu terdiri dari Jawa investasinya Rp69,9 triliun atau 56,1%, dan luar Jawa Rp54,7 triliun atau 43,9%.Ini luar biasa sekali. Dengan pertumbuhan investasi yang tinggi, menurut dia, akan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja baru sehingga pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,8 persen sesuai yang ditargetkan dalam APBN 2015 akan lebih mudah tercapai. Mengapa arus investasi meningkat setelah 3 tahun melambat?. Karena ancaman makro yang dikawatirkan dimasa mendatang tidak akan terjadi. Apa itu.? beban subsidi yang praktis berkurang. Sehingga APBN dimasa mendatang akan ramping dari subsidi sehingga punya ruang fiscal lebih lebar untuk ekspansi ke sector real.

Semua itu akan terasa dua tahun lagi. Pada saat itu kita akan liat Indonesia berbeda dengan era sebelumnya. Katanya dengan tersenyum.Tapi bagaimana dengan keadaan selama menanti dua tahun lagi itu?bagaimana dengan rakyat kecil? Apakah dibiarkan mereka kelaparan dan semakin miskin? saya tetap diam. Tetap menyimak sang optimis dan pesimis berdiskusi.Kami semua pengusaha. Jadi debat santai ini mengasyikan. Tidak perlu kawatir,kata teman yang otpimis, kan dibilang tadi bahwa ada ruang fiscal hampir Rp.300 triliun.Dan ini tidak dilempar keatas dalam proyek kantor pemerintah yang megah tapi dilempar ke desa sebesar 60% untuk program swasembada pangan, revitalisasi sarana produksi pertanian seperti waduk dan irigasi serta memberikan dana intensifikasi pangan.Tidak perlu kawatir dana ini akan dimakan siluman karena TNI dilibatkan sebagai bagian dari kekuatan territorial untuk mengawasi operasional crass proram jokowi ini. Juga KPK dan BPK dilibat dari awal sejak dana digelontorkan. Setiap waktu diawasi progress nya secara ketat oleh team khusus dibawah Staf Kreresidenan. Apapun  yang terjadi tetap hasilnya baik. Mengapa? Apabila dana sebesar lebih Rp.100 triliun masuk kedaerah maka mesin ekonomi akan begerak cepat,daya beli akan kembali bergairah dan secara langsung mendukung sector indusri dalam menyerap produksi.

Pada waktu bersamaan arus investasi jepang dan China dibidang insfrastruktur bersama BUMN mulai tahun ini sudah masuk tahap tender. Tahun depan investasi proyek infrastruktur dalam kuridor PPP ( Public Private Partnership ) mulai dilaksanakan dengan nilai lebih Rp 500 triliun.  Demikian teman itu berkata meyakinkan sang  pesimis. Mengapa arus investasi begitu besar ditengah ekonomi yang lesu? Kata sang pesimis. Harus diketahui bahwa mungkin kita melihat negeri ini ibarat wanita yang kumel dan bau namun bagi pengusaha asing dan local yang terbiasa hidup dalam berkompetisi dalam scale of economic, tahu bahwa Indonesia adalah wanita cantik walau kumel.Ini masalah aksesoris,lipstick. Jokowi tahu betul membuat Indonesia cantik jelita. Caranya ? Jokowi memastikan bahwa Indonesia bukan milik siapa siapa.Indonesia milik rakyat. Siapapun yang bisa menguntungkan negeri ini akan mendapatkan perlakuan sama.Tidak ada lagi hegemoni Amerika atau Eropa ,atau jepang. Siapa saja mau terlibat sesuai dengan platform politik NKRI akan didukung. Kerjasama dalam kesetaraan. Karena itu Jokowi tidak ragu membrantas mafia pangan yang dibawah kendali Amerika dan Eropa. Tidak ragu membrantas Mafia Migas yang berlindung dibalik kekuatan Amerika dan Eropa.Tidak ragu memberantas illegal fishing yang berlindung dibalik kekuatan Jepang. Freeport dan teluk Mahakam dipaksa dengan ketegasan pemerintah.Semua.Semua itu sinyal sangat positip bagi investor institusi untuk mendukung program Jokowi.

Tapi sekarang Jokowi dibawah kendali China.Kata sang pesimis. Harus diketahui, kata teman  bahwa geopolitik china itu bukan menguasai Negara lain. China tidak punya platform politik untuk menjadi penakluk seperti Amerika dan eropa Kebijakan geostrategic china hanya untuk kepentingan dalam negerinya..China hanya butuh kerjasama atas dasar B2B. China tidak akan memberikan pinjaman langsung G2G seperti jepang yang mengikat tapi kerjasama bisnis. Dan lagi pilihan China bukan saja Indonesia tapi New Guinee, Afrika, Iran, Amerika Latin, belum lagi Myanmar, Laos , Vietnam yang kekayaan alamnya tidak kalah dengan Indonesia. Jadi kalau kita tolak kerjasama dengan China , yang rugi kita sendiri.  Smart lah..Telah lebih 50 tahun kita kerjasama dengan Amerika,,Eropa, jepang.Apa yang kita dapat ?Utang yang menggunung dan kini tembus Rp.3000 triliun. Hutang ini kedepan harus dibayar dari produksi bukan dari hutang lagi agar APBN semakin sehat dan fungsi social APBN lebih optimal…Saya tersenyum,dan akhirnya tertawa.Setidaknya dalam sulit kami bisa tertawa. Karena masih ada resource untuk bertahan 5 tahun lagi dan selama itu penciuman hidung semakin dipertajam untuk menangkap peluang ambil bagian dalam program Jokowi yang mengharuskan semua orang berkompetisi..

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...