Tuesday, June 24, 2014

Prabowo menang?

Kemarin saya bertemu dengan teman.Dia executive consultant strategis khusus political advisory. Jasanya pernah dipakai oleh calon Gubernur dari Indonesia dan sukses. Dia punya afiliasi business di Indonesia. Anda tahu, kata teman saya  bahwa apabila Garindra menolak koalisi dengan Golkar dan Partai berbasis masa Islam,  Prabowo akan sangat mudah untuk menang. Mengapa ? alasannnya pertama, Prabowo secara pribadi berbeda dengan Garindra. Orang memilih Prabowo karena programnya untuk membersihkan Indonesia dari para maling yang mengakibatkan kebocoran di Republik ini sangat besar. Kedua, orang ramai sudah muak dengan politisi islam yang membawa agama tapi tetap saja maling.Orang muak dengan Golkar yang menjadi tempat on  the job training bagi calon mind corruption. Orang bosan dengan jargon “wong cilik” yang hanya melahirkan grombolan terpidana korupsi kasus Miranda Gultom. Ketiga, orang memimpikan pemimpin yang tegas dan berani karena sudah bosan selama dua periode dipimpin oleh presiden yang lemah dan ragu bertindak sehingga terkesan lambat. Dengan ketiga alasan ini sudah cukup efektif menarik massa swing voter yang berjumlah 42% dan ditambah kekuatan kader Garindra sebesar 11,81%. Jadi dapat dianalisa perjuangan memenangkan Prabowo sebagai Capres lebih terukur tingkat keberhasilannya, dan bukan tidak mungkin Swing voter ini bisa menarik pemilih dari partai yang lain untuk menentukan pilihan kepada Prabowo. Apalagi bila Prabowo bersedia datang ke Komnas HAM untuk mengklarifikasi keterlibatannya dengan kasus penculikan aktifis dan kerusahaan Mei 1998.

Tapi , demikian lanjut teman saya, bergabungnya Golkar, PAN, PPP, PKS ,PBB, dengan Garindra untuk mendukung Prabowo sebagai capres , maka semua peluang Prabowo untuk menang semakin kecil. Mengapa? Swing Voter itu bukan orang bodoh. Umumnya mereka walau mungkin bukan orang kaya tapi mereka pemilih cerdas yang tidak bisa dibohongi dengan pencitraan atau apapun.Mereka punya cara tersendiri untuk menghukum  capres yang kata dan perbuatan tidak sama. Bagaimana mungkin Prabowo meyakinkan dia akan menutupi kebocoran anggaran dan kekayaan negara sementara partai pendukungnya semua terlibat kasus tindak pidanan korupsi. Bukan hanya kadernya tapi Pimpinannya. Surya Dharma Ali, Ketua PPP menjadi tersangka Korupsi dana Haji. Hatta Rajasa Ketua PAN, menjadi target penyelidikan KPK dalam  kasus Mafia minyak dan hibah Kereta Api dari Jepang. Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta, terlibat dalam penggarapan proyek pengadaan benih kopi di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2012-2013. ARB , Ketua Golkar, tersangkut skandal Lapindo dan kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang melibatkan tiga perusahaannya PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resources.yang sampai kini belum tuntas. MS Ka'ban, Ketua PBB , sejak 11 Februari 2014 dicekal  tidak boleh keluar negeri. Hal ini karena kasus dugaan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tahun anggaran 2006-2007 dengan tersangka Anggoro Widjojo.

Anda bisa bayangkan betapa buruknya partai pendukung Prabowo. Kalaulah yang tersangkut KPK itu adalah kader partai biasa , itu bisa dimaklumi namun ini terjadi pada Ketua Umum yang seharusnya  mencerminkan keteladanan sesuai dengan idiologi partai. Swing Voter tahu tentang ini.  Bahwa para petinggi partai itu merapat ke Prabowo karena mengharapkan jabatan menteri dan uang agar masalah mereka dapat selesai. Apalagi semua Partai yang kini mendukung Prabowo adalah Partai yang menginginkan perubahan UU  tentang KPK, yang tentu ingin menjadikan sistem peradilan kita seperti Era Soeharto dimana kekuasaan mengendalikan hukum. Tidak akan mungkin ada lagi  hukum bisa menyeret besan Presiden masuk bui. Dengan demikian janjinya untuk menutupi kebocoran semakin mempertegas itu hanya tinggal cerita sebagai alat jualan agar orang memilihnya. Namun swing voter tidak akan terpengaruh. Karena setiap dia berbicara selalu ada orang disampingnya , dibelakangnya, yang sedang tersangkut kasus dengan KPK. Semakin keras Prabowo berbicara dengan janjinya semakin keras Swing voter tertawa. Ini sangat menyedihkan. Seharusnya sikap dan niat Prabowo untuk membersihkan Indonesia dari korupsi dan kebocoran menjadi trigger untuk membuat orang  ramai memilihnya namun kini malah jadi bahan tertawaan. Bahkan para partai pendukungnya ikut memberikan komentar bahwa kata kata Prabowo soal kebocoran itu tidak sepenuhnya benar.  Apa engga lucu!

Bisakah Prabowo tegas?  Tanya saya karena hanya itu yang tersisa hal positif dari Prabowo. Teman saya dengan tersenyum mengatakan bahwa Prabowo tidak pernah bisa mandiri bersikap. Itu bukan hanya soal urusan priibadi sampai kepada urusan business dan politik. Apapun keputusannya sejak era Soeharto sampai kini, ia sangat tergantung dengan adiknya Hashim. Bahkan dengan vulgar Prabowo mengakui bahwa dia hanyalah wayang dan Hashim dalangnya. Ditambah lagi bahwa Prabowo terlilit hutang gigatik. Sebetulnya Prabowo tidak perlu terjebak hutang kalau dia tidak mengikuti kebijakan business Hashim. Namun karena itu Prabowo melaui perusahaan yang dipimpinnya harus menanggung hutang sebesar lebih dari Rp.14 triliun. Berkat Pengadilan Niaga, Prabowo diselamatkan dari kebangkrutan dan harus melunasi hutang itu dalam 15 tahun. Pikirlah,kata teman saya bagaimana Prabowo bisa tegas dengan asing sementara dia berhutang dengan lembaga keuangan asing. Tidak ada kamusnya orang berhutang dan terjebak Riba bisa bersikap tegas. Umumnya mereka yang terlilit hutang itu sangat lemah, dan cenderung mengekor karena berharap belas kasihan dari kreditur. Para partai pendukungnya adalah mereka yang berpengalaman menjatuhkan Soeharto dan Gus Dur.  Kasus penculikan aktifis 1998 dan Chaos mei 1998 yang belum pernah tuntas secara hukum akan menyandera Prabowo dihadapan Partai Koalisinya yang kapan saja bisa diledakan untuk melengserkannya sebagai presiden terpilih. Ini semakin memperjelas bahwa Prabowo tidak mungkin bisa tegas dihadapan Partai Koalisinya.

Apakah ini disadari oleh Prabowo? Teman saya dengan tersenyum mengatakan bahwa Prabowo utamanya Hashim masih percaya dengan teori tentang social loyalty, dikenal dengan Europe model yang mengatakan variable identitas sosial adalah faktor lain penentu perilaku pemilih dalam pemilihan. Artinya dalam teori ini pemilih tidak lebih sebagai alat penegasan pemilih ( voters affirmation ) terhadap loyalitas sosial tertentu seperti agama, etnisitas komunitas dimana mereka dilahirkan, atau kesamaan profesi dll. Itulah dasarnya mengapa Prabowo mau menerima koalisi dari partai yang berbasis agama dan kelompok pekerja.  Padahal teori ini sudah tidak efektif lagi. Karena hanya nampak lebih ramai ditataran elite ( patron ) yang belum tentu menjangkau pemilih dari semua lapisan. Kelemahan ini dibaca dan dipelajari dengan cermat oleh team Jokowi dengan membentuk sukarelawan. Saat sekarang jumlah group Sukarelawan tembus mencapai 750,000. Para group sukarelawan ini tidak dibayar dan mereka akan bergerak lebih sistematis diakar rumput dibandingkan dengan mesin partai. Lebih efektif dibandingkan dengan Ormas yang lebih banyak acara seremonial. Makanya jangan terkejut bila hasil survei Litbang Kompas menunjukkan, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla masih memimpin popularitas dukungan masyarakat dengan 42,3 persen, unggul dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang dipilih oleh 35,3 persen. Dengan sisa waktu tidak lebih 3 minggu , rasanya hampir tidak mungkin Prabowo bisa menyalip Jokowi, karena 7% itu sangat besar.

2 comments:

Zakki said...

Bang Erizeli.. itu juga yang jadi ganjalan buat ane.
Bagaimana bisa orang" yang puunya "problem" ( menurut saya ) dan bahkan saling berseteru pada awalnya, tapi bisa duduk-duduk rapi dalam satu buah gerbong koalisi? deal apakah yang mengikat mereka? mampukah seorang PS menjadi masinis dari gerbong ini?

Erizeli Bandaro said...

Saya yakin PS tidak akan mampu mengendalikan koalisinya.Mengapa? 1.Ini bukan sistem parlementer tapi presidentil dimana koalisi tidak mengikat secara hukum.Kapanpun koalisi dapat bubar.Sehingga kalau PS jadi presiden maka partai koalisiya dapat bermain dua kaki untuk mengontrol PS.Kalau PS menolak dan bersikap keras maka 2. PS akan dilengserkan sama seperti mereka melengserkan Gus DUR dan Soeharto sebelumnya. Alasanya sederhana, kasus HAM prabowo sampai kini belum diselesaikan di pengadilan dan kapanpun bisa diangkat sebagai cara melengserkan prabowo..dan tentu wakilnya ( Hatta ) akan jadi Presiden dan wapres akan tentu ARB. Dengan dua alasan itu PS sadar bahwa dia nothing.Dia akan dikendalikan sepenuhnya orang koalisinya. Anda bisa bayangkan "orang bermasalah" mengendalikan presiden....

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...