Wednesday, August 24, 2011

Pemimpin

Setiap manusia terlahir sebagai pemimpin. Khalifah dimuka bumi. Demikian ketetapan Allah kepada manusia. Setidaknya kepemimpinan ditingkat terkecil di rumah tangga dimana Ayah dan Ibu adalah pemimpin bagi putra putrinya. Lantas apa itu Pemimpin. Banyak literature tentang kepemimpinan , bahkan Thomas Wren (editor) dalam The Leader’s Companion; Insight on Leadership Through the Ages (1995), menyertakan juga kajian-kajian filsafat (termasuk filsafat moral), psikologi, sastra, sosiologi, administrasi, manajemen, politik, bahkan kebudayaan. Begitu luasnya lingkup kepemimpinan itu. Namun bila diringkas maka kepemimpinan itu seperti kata Plato, dalam Republic bahwa pemimpin adalah orang yang mengerti tentang kebenaran dan dapat membantu pengikutnya memahami apa itu kebenaran.

Aristoteles murid Plato menekankan pentingnya keseimbangan rasional, moral dan sosial pada manusia untuk dapat mencapai kebahagiaan. Pemimpin dengan rasionalitas dan moralitasnya membantu pengikutnya untuk menempatkan diri dalam kehidupan sosial dengan fungsi yang produktif. Mereka yang tidak mengetahui tentang pengetahuan yang benar, tujuan manusia dan bagaimana mencapainya tidak layak menjadi pemimpin. Bahkan lebih jauh lagi di Cina, Lao-tzu dalam kitab Tao Te Ching menunjukkan bahwa pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu meniadakan kediriannya, melepaskan egonya demi kepentingan pengikutnya. Seperti langit dan bumi yang tidak mewakili diri sendiri tetapi mewakili keseluruhan alam,. Ia adalah orang yang mewakili para pengikutnya, lebih jauh lagi mewakili harmoni semesta, mewakili Dao , tata cara alami yang sejak sediakala menata alam semesta jauh sebelum manusia ada.

Ajaran-ajaran kuno tentang pemimpin dan kepemimpinan memberi insight kepada kita bahwa karakteristik pemimpin dan kepemimpinan diturunkan dari konsep manusia, masyarakat dan tujuan masyarakat. Plato dan Aristoteles terlebih dahulu menjelaskan siapa manusia, hakikat masyarakat dan tujuan hidup manusia yang akan dicapai melalui kehidupan bersama. Lao-tzu dan Konfucius menegaskan dasar-dasar kosmologis (asal-usul alam) dan hakikat manusia sebagai bagian alam semesta bagi pemimpin dan kepemimpinan. Kisah-kisah dari Babylonia, India dan Mesir menunjukkan dasar kepercayaan tentang dewa-dewa, asal-usul alam dan manusia bagi penentuan kriteria pemimpin dan kepemimpinan. Setiap konsep pemimpin dan kepemimpinan selalu diletakkan dalam konteks kehidupan bersama.

Dan dari Babylonia, melalui catatan-catatan dalam Gilgamesh, ditunjukkan bahwa kekacauan dan kerusakan sebuah masyarakat berkorelasi positif dengan penyimpangan yang dilakukan pemimpinnya. Semakin buruk kondisi sosial-ekonomi masyarakat, semakin besar distorsi kepemimpinannya. Semakin menyimpang pemimpin dari kewajiban dan tanggung-jawabnya, semakin kacau kondisi masyarakatnya. Cerita yang sama kita temukan juga dalam Ramayana dan Mahabharata yang merepresentasikan masyarakat India, juga dalam cerita-cerita kepahlawanan Eropa. Kepemimpinan adalah sesuatu yang erat hubungannya dengan kondisi masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang bersama-sama berusaha mencapai tujuan tertentu, mencapai kesejahteraan. Walau banyak hal diketahui tentang manusia sebagai pemimpin dan kepemimpinan namun tak mudah manusia dengan pengetahuan dan bakatnya mempertahankan nilai nilai kepemimpinan untuk kesejahteraan. Mengapa ?

Nilai nilai kepemimpinan itu tidak datang dengan akal dan pengetahuan saja tapi merupakan kekuatan hati yang bersumber dari nur ilahi untuk menanamkan sepatah kata tentang cinta dan kasih sayang. Itulah yang harus dijemput oleh manusia dengan keimanan kepada Allah. Sebagaimana Rasul yang dikenal seorang pemimpin yang tanpa cacat. Seorang inovator, motivator dan mencurahkan hidupnya untuk nilai nilai cinta bagi semua. Rasanya tak perlu kita belajar banyak kecuali cukuplah menteladani Rasul sebagai seorang manusia yang berkarakter Pemimpin , yang didesign oleh Allah begitu agungnya sebagai blue print manusia menjadi bayang bayang Allah, Ia bagaikan air yang berfungsi tak lain sebagai sumber kehidupan dan menghidupkan dalam kesejukan dan kedamaian untuk semua.

Korelasi agama berkata dan budaya memakai dalam konteks kepemimpinan menjadi tak terbantahkan. Agar manusia dapat belajar dari Allah (lewat rasul) untuk menjadi manusia berkualifikasi pemimpin yang rendah hati, tidak pernah menyombongkan diri, yang menunaikan tugas dengan diam-diam tanpa berupaya mencari perhatian dan pujian publik. Menghargai prestasi orang lain dan mengabil alih tanggung jawab tanpa menyalahkan orang lain. Ia menjadi inpirasi bagi semua untuk sepatah kata tentang cinta dan kasih sayang. Menentramkan semua orang dan memberikan Hope untuk haris esok yang lebih baik. Di negeri kita agama dan budaya tak lagi seiring sejalan, maka kita miskin figur pemimpin nasional yang berkualitas "manusia" , yang memimpin dengan cinta dan kasih sayang...

Tuesday, August 16, 2011

Kemerdekaan?

Kemerdekaan itu tidak gratis. Itu harus diperjuangkan. Kakek saya dan juga kakek anda mungkin termasuk orang yang tahu arti berkorban dan paham bahwa kemerdekaaan itu tidak gratis. Ada juga teman kakek kita dimasa remajanya harus terkubur setelah darahnya menganak sungai dibumi pertiwi. Nyawa meregang dari tubuh dan sepenggal kata keluar “merdeka atau mati”. Ya masa remaja mereka , masa menebus kehormatan dan mati adalah pilihan untuk sebuah cita cita teramat mulia bagi masa depan negeri ini. Tak terbilang yang terbujur mati diseluruh pelosok negeri ,menghiasi taman makam pahlawan diseluruh provinsi di Indonesia. Mungkin inilah negeri yang paling banyak batu nisan pahlawannya, dan kebanyakan dari itu tanpa nama. Itu cerita lama sekedar mengingatkan bahwa kemerdekaan itu tidak gratis. Sadarkah mereka ?.

Mungkinkah mereka sadar ? Tapi disebelah sana mereka tertawa sambil berhitung angka pendapatan dan berkata , berapa hutan harus ditebang untuk kita berbagi. Berapa lahan tanah harus dikeruk menambang batu bara untuk kita berbagi. Berapa gunung dan bukit harus digerus serakus mesin keruk menghasilkan emas dan tembaga, untuk kita berbagi. Berapa juta barrel minyak dan berapa miliar kibik gas harus dikeluarkan dari perut bumi , untuk kita berbagi. Berapa luas lahan tani harus dianeksasi untuk Kebun juragan besar, untuk kita berbagi. Berapa luas tanah rakyat dikota harus digusur demi pembangunan rumah mewah, untuk kita berbagi. Semua sependapat selagi pendapatan sama. Paham, kan. Itu kata mereka ketika menghitung angka APBN yang hanya menyisakan 10% untuk mensejahterakan rakyat dan 90 % habis terpakai untuk membayar cicilan hutang yang melilit dan memenuhi belanja mereka yang boros , culas dan malas.

Mungkinkah mereka sadar ? Coba perhatikan sejarah. Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa kini (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing. Sebanyak 85% kekayaan migas, 75% kekayaan batubara, 50% lebih kekayaan perkebunan dan hutan dikuasai modal asing. Hasilnya 90% dikirim dan dinikmati oleh negara-negara maju. Dan PLN harus pusing mendapatkan Gas dari luar negeri untuk kebutuhan pembangkit dalam negeri.

Mungkinkah mereka sadar? Penerimaan negara dari mineral dan batubara (minerba) hanya 3 persen (21 trilyun pada tahun 2006). Padahal kerusakan lingkungan dan hutan yang terjadi sangat dahsyat dan mengerikan!. Devisa remittance dari para tenaga kerja Indonesia (TKI) saja bisa mencapai 30 trilyun pada tahun sama. Jadi kemanakah larinya hasil emas, tembaga, nikel, perak, batubara,timah,aluminium dan seterusnya, yang ribuan trilyun itu. Baiklah saya tidak ingin membuat daftar panjang tanya karena mereka tetap tidak paham. Mereka tidak akan pernah paham arti kemedekaan yang didapat dengan darah dan airmata. Bagi mereka masa lalu hanyalah cerita usang. Masa kini adalah saatnya berbagi diantara mereka. Masa depan bukan agenda mereka.

Kawan, baiknya kita sudahi disini bicara tentang Indonesia, tentang sebuah harapan. Karena berjalannya waktu , kini 66 tahun Indonesia merdeka, apa yang kita raih? Empat puluh tahun lalu pendapatan rakyat Asia Timur rata-rata sebesar US$ 100, bahkan China hanya US$ 50. Kini Malaysia tumbuh 5 kali lipat lebih besar dari pendapatan Indonesia, Taiwan (16 kalilipat), Korea (20 kalilipat), China (15 kalilipat) dan telah jadi raksasa ekonomi, politik, dan militer di Asia. Kemana hasil sumber daya alam kita yang sudah dikuras selama hampir 66 tahun ini? Ya hanya memperkaya negara Barat, Singapura, ASIA Timur dan itu semua karena segelintir orang yang tak pernah paham apa arti kemerdekaan dan tak paham apa itu amanah. Tidak ada harapan. Cukup paham, kan. ? Mereka jahat dan lebih jahat dibandingkan penjajah Belanda dulu. Demikian kata Somad yang tergusur dari lahannya akhirnya meradang mati tanpa harapan.

Siapa mereka ? tanyamu. Tentulah mereka adalah para pemimpin negeri ini. Para elite negeri bersama gerombolannya. Yang bermanis muka bak srigala berbulu domba. Yang pandai bicara economy growth demi pemerataan tapi hanya meratakan pendapatan diantara mereka. Besok 17 Agustus, seperti biasa tahun tahun sebelumnya akan ada acara detik detik kemerdekaan. Kita tidak tahu apa yang ada didalam pikiran mereka ketika menundukkan kepala disaat mengheningkan cipta atas jasa jasa pahlawan negeri ini? Lantas bagaimana dengan kita sendiri yang membiarkan ini terjadi tanpa berbuat apa apa? Kita dan mereka sama sama tidak paham makna kemerdekaan yang merupakan amanah para suhada negeri ini...

Friday, August 12, 2011

Pemekaran wilayah

Mungkin tidak banyak orang tahu bahwa pada saat sekarang jumlah Daerah Otonom di Indonesia mencapai 530 yang terdiri dari 33 provinsi, 498 kabupaten, 93 kota, 5 kota administrative dan 1 kabupaten administrative. Inilah dampak dari semangat reformasi yang diawali disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004 . Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan luas bagi daerah untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing masing. Maka jangan kaget terjadi pemekaran wilayah sebesar 65 % dibandingkan dengan jumah daerah otonom diakhir masa orde baru. Jumlah tersebut akan bertambah seandainya 178 usulan proposal pemekaran daerah yang saat ini masih dikaji DPR disetujui oleh pemerintah dan DPR sendiri. Luar biasa.

Kenyataannya kini, pemekaran daerah tidak berjalan sesuai rencana bahkan 80% dari 205 daerah pemekaran baru selama 10 tahun terakhir kurang berhasil. Penyebabnya, antara lain: pengadaan pembangunan sarana dan prasarana belum memadai, pelayanan publik belum optimal, belum selesainya dokumen Rencana Umum Tata Ruang wilayah (RUTRW), dan lain-lain. Tentu saja dengan membengkaknya daerah pemekaran di Indonesia otomatis akan menyimpan ‘bom waktu’ yang bisa meledak kapan saja sehingga menimbulkan high cost atau biaya tinggi bagi pemerintah pusat dan daerah sendiri.

Ada beberapa indikator yang bisa digunakan untuk mengukur mahalnya biaya pemekaran selama ini. Pertama, pemborosan uang negara dari APBN. Konsekuensi dari ledakan pemekaran selama 1999-2010 menyebabkan lonjakan beban APBN yang luar biasa besar. Salah satu hak keuangan paling dasar yang dimiliki pemerintah daerah adalah transfer dana APBN berupa dana alokasi umum (DAU). Besaran DAU tersebut didasarkan pada kebutuhan minimal masing-masing daerah dengan mempertimbangkan sejumlah variabel. Alokasi transfer ke daerah dari APBN terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2003 pemerintah pusat harus menyediakan DAU sebesar Rp 1,33 triliun bagi 22 daerah otonom baru hasil pemekaran yang dilakukan pada 2002. Jumlah tersebut melonjak dua kali lipat pada 2004 sebesar Rp 2,6 triliun bagi 40 daerah otonom baru (DOB). DAU pada 2005 mencapai Rp 88,76 triliun. Kemudian, dananya meningkat menjadi Rp 145,66 triliun pada 2006, Rp 164,78 triliun (2007), Rp 179,50 triliun (2008), Rp 186,41 triliun (2009), dan Rp 203,60 triliun (2010). Pada 2011, pemerintah menganggarkan DAU Rp 225,53 triliun.

Secara umum, total transfer daerah (termasuk dana bagi hasil, dana alokasi khusus, dan dana penyesuaian) sebesar Rp 150,46 triliun pada 2005 dan membengkak menjadi Rp 392,98 triliun tahun 2011. Hal ini disebabkan selama ini setiap daerah pemekaran mendapat DAU secara mandiri, lepas dari perhitungan ‘daerah induknya’. Celakanya, ketika daerah induk mendapat DAU sebesar Rp 100 miliar dan daerah itu dipecah, dana tersebut tidak lantas berkurang dan dialihkan ke daerah pemekaran. Daerah pemekaran mendapat DAU dengan formula yang mandiri.

Kedua, semakin tingginya kesenjangan kemiskinan antar-daerah. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2011 mencapai 6,5%, angka kemiskinan masih tetap tinggi. Menurut data BPS jumlah warga miskin sebesar 13,3%. Penyebarannya pun masih belum merata sehingga menyebabkan semakin tingginya kesenjangan kemiskinan antar-daerah di Indonesia. Ketiga, semakin rendahnya kinerja birokrasi. Hal ini disebabkan oleh berbagai aspek, antara lain: rendahnya kapasitas dan kualitas SDM pegawai negeri, kualitas peraturan yang rendah, pengawasan birokrasi yang lemah dan lain-lain. Akibatnya, korupsi menjamur di daerah-daerah sehingga menghambat pengusaha dalam menjalankan bisnisnya.

Yang pasati bahwa pemekaran daerah yang dilakukan sejak tahun 2000 lalu hingga saat ini tak lain hanya menambah ongkos politik tanpa ada sentuhan real bagi kesejahteraan rakyat. Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, selama empat tahun terakhir, porsi belanja pegawai selalu jauh lebih dominan dibandingkan belanja modal dan belanja barang dan jasa. Sejak 2007 hingga 2011, persentase belanja pegawai cenderung naik dari 39,91 persen menjadi 46,52 persen tahun lalu. Sebaliknya, porsi belanja modal untuk menggerakkan pembangunan cenderung turun dari sebelumnya 29,98 persen menukik ke 22,92 persen. Inilah fakta bahwa selama 10 tahun reformasi tak lebih menciptakan beban politik dengan gerombolan aparatur negara yang miskin kontribusinya bagi kemajuan bangsa.

Jalan keluarnya hanya satu yitu restruktur kelembagaan dan wilayah. Kemudian dilanjutkan dengan rasionalisasi PNS untuk menuju reformasi total birokrasi. Kalau ini tidak segera dilaksanakan maka sampai kapanpun negeri ini tidak akan pernah ada kesempatan memikirkan rakyat yang harus dipikirkan. Ditambah lagi pemekaran wilayah dan peningkatan nilai APBN /D , telah menyuburkan tindakan korupsi dan konspirasi. Inilah yang sangat berbahaya dan kalau tidak dihentikan , hanya soal waktu , ini akan menimbulkan chaos...@Data: BPS dan MenKeu

Saturday, August 6, 2011

...kesejahteraan rakyat ?

Ada cerita teman yang bergerak dibidang Kontraktor. Dia cerita bahwa dia harus melobi anggota DPR untuk meloloskan mata anggaran yang diajukan instansi pemerintah. Anggota DPR yang tahu percis bahwa loby itu atas pesanan pejabat pemerintah maka akan menggunakan kesempatan itu untuk mark up project. Maka konspirasi dibangun, pertemuan intensif diadakan secara sembunyi sembunyi dihotel berbintang. Dan jangan terkejut bila anggaran itu cukup besar, pejabat pemerintah minta pula pengusaha untuk mengatur lembaga pengawas seperti BPK dan KPK untk dilibatkan sebagai bagian dari konspirasi. Ketika masuk pembahasan legistatif sudah pasti bisa ditebak anggaran itu akan lolos. Ketika tender dilaksanakan, proses bagi membagi pendapatan semakin meluas kelevel yang lebih rendah untuk tentu akhirnya pengusaha itu sebagai pemenang project.

Itulah mengapa kasus Nazaruddin begitu hebatnya menggetarkan publik namun negara nampak tak berdaya menghadapinya. Walau sebelumnya begitu mudah para Petinggi Partai Demokrat bertemu dengan Nazaruddin di Singapore namun setelah kasus ini melebar maka Nazaruddin menjadi hantu. Ada tapi tiada. Siapakah yang mengtiadakan ittu hingga Nazaaruddin tak bisa mudah diseret ke KPK. Dibelakang Nazarudddin itu ada proses , ada sederetan nama pejabat, ada uang yang bertebaran, tentu ada kepentingan agenda. Anda bisa tebak sendiri apakah itu. Begitulah cermin betapa korupsi dinegeri ini bukan lagi korupsi tradisional tapi sudah menjadi korupsi by design. Rezim demokrasi , demokratisasi anggaran katanya, maka APBN menjadi kanal yang efektif untuk korupsi lewat sharing power , dan by design itu tercermin pada APBN.

Dari buruknya penyusunan anggaran di tingkat Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (RKKL). Berbagai kelemahan sistemis dalam pengelolaan anggaran, baik di sisi penerimaan, belanja, maupun akuntabilitas, ditentukan oleh pelaku utama, yakni yang memutuskan anggaran dan yang menggunakan anggaran. Diperkirakan ratusan triliun dari berbagai pos anggaran itu terbuang sia-sia akibat penyusunan program yang salah sasaran dan cenderung digunakan sebagai alat untuk politisasi kebijakan ekonomi guna kepentingan golongan tertentu. Data riset LSM ( FITRA) , inefisiensi anggaran negara di berbagai bidang, proses, dan tingkatan mencapai hampir 40 persen. Sebagian bilang karena lemahnya pengawasan. Walau sistem pengawasan dari sejak DPR, BPK, KPK, Irjen, BPKP, namun pemborosan terus terjadi. Ya bagaimana mau diadakan pengawasan bila antara yang mengawasi dan yang diawasi sudah terjalin konspirasi untuk kepentingan pribadi.

Yang sangat menyedihkan belanja rutin pemerintah ( belanja Pemerintah Pusat seperti subsidi BBM dan listrik, belanja pegawai, dan pembayaran bunga utang. dan Transfer ke Daerah ) terus meningkat menyedot alokasi anggaran pembangun untuk program kesejahteraan. Data Bank Dunia pada 2009, menunjukkan fungsi anggaran perlindungan sosial di Indonesia hanya dinikmati 10 persen penduduk miskin. Itu disebabkan belanja rutin pemerintah terus meningkat yang salah satu posnya adalah pembayaran bunga dan cicilan hutang. Angka pembayaran utang Rp 115,21 triliun. Sementara alokasi anggaran perlindungan sosial hanya Rp 4,58 triliun dan alokasi anggaran kesehatan Rp 13,65 triliun. Data pokok APBN 2011 terlihat defisit anggaran Rp 124,65 triliun. Angka itu didapat dari pengurangan antara pos pendapatan negara dan hibah Rp 1.104,90 trilun dan belanja negara Rp 1.229,55 triliun. Pada APBN Perubahan 2010, defisit anggaran Rp 133,74 triliun. Sebagian besar pembiayaan diperoleh dengan cara pemerintah mengeluarkan surat utang baru. Ini gali lubang tutup lubang. Inilah jebakan APBN.

Suka tidak suka, APBN tidak lagi berfungsi mensejahterakan rakyat tapi tidak lebih sebagai alat politik kekuasaan untuk kepentingan segelintir orang diatas tesis bahwa mensejahtarakan rakyat banyak tidak lah mudah dan tidak bisa cepat. Inilah membuat saya termenung dan kehabisan kata untuk mengungkapkannya. Namun ada satu tekad yang harus ditanamkan bahwa ini harus dihadapi, harus diperangi. Walau perang tak selamanya berarti bau amis darah dan misiu. Ketidak adilan tidak bisa diserahkan penyelesaiannya ditangan pemerintah lewat administrasi negara. Karena negara akan selamanya terbatas dan culas. Semuanya kembali kepada diri kita sendiri. Apakah masih tetap mempercayai ini semua sebagai sebuah system yang berproses pada perbaikan ataukah memang system ini harus dihentikan, dan diganti. Entahlah..

Tuesday, August 2, 2011

Hutang AS

Tahukah anda bahwa utang AS lebih dari USD 14 trilun atau kalau dalam rupiah kalikan saja dengan Rp. 8500 per dollar. Hitung sendiri betapa besarnya hutang negeri yang dikenal super power ini. Ya benar benar super power termasuk powernya menarik pinjaman. Pada saat sekarang perhatian dunia terfokus kepada AS yang dilanda perdebatan sengit di Parlemen soal pembatasan pagu hutang. Bila tidak tercapai kata sepakat soal pagu hutang ini maka AS akan terancam gagal bayar atas kewajibannya membayar hutang dan bunga. Di Indonesia , masalah ini tidak begitu menjadi perhatian oleh elite politik maupun masyarakat. Mungkin karena perhatian masyarakat kepada kasus skandal suap Partai Demokrat. Padahal dampak dari gagal bayarnya AS terhadap kewajiban hutang ini sangat dahsyat terhadap perekonomian dunia. Obama, mengistilahkan adalah Kiamat.

Saya tidak akan menyinggung pembahasan rinci dibalik hutang AS yang menggunung itu. Saya ingin membahas soal dana jaminan sosial yang termasuk salah satu yang terjebak dalam skema hutang AS. Sebagaimana di ketahui bahwa AS mempunyai skema dana jaminan sosial. Pemotongan gaji para pegawai setiap bulannya di kumpulkan dalam satu lembaga ( Social Security Administration ). Kemudian dana ini di investasikan dalam bentuk Surat Hutang ( social secutiry trust fund /SSTF ) yang diserap oleh Bank Central ( the Fed) . Sekilas kelihatannya investasi yang baik dan aman tanpa resiko. Setiap enam bulan sekali, the Fed akan memberikan bunga atas SSTF. Skema Ini terus berlangsung dalam irama the FED menyerap dana pensiun dan pada waktu bersamaan the Fed juga membayar bunga dan cicilan.

Dari USD 14 triliun lebih hutang AS, dua pertiga adalah hutang kepada perusahaan, negara asing seperti China , Jepang, Eropa dan lain lain. Dalam hal ini pemerintah AS mengeluarkan Tbill ( obligasi) melalui pasar uang terbuka. Jadi Tbill ini sebagai alat investasi yang likuid di pasar uang. Nah, sepertiga lagi adalah hutang kepada pegawai melalui social secutiry trust fund yang diwajibkan lewat UU. Tahun 1935 ketika awal dana jaminan social ini diperkenalkan, memungut hanya 2% dari penghasilan gaji/upah pegawai. Kini telah menjadi 12,5%. Apa artinya itu ? ketika pemerintah gagal mengelola dana jaminan social ini, maka cara menutup kerugian itu mereka menaikan jumlah premi yang harus dibayar. Begitulah kejadian terus berlangsung dari satu rezim ke rezim berikutnya. Dan kenyataannya kini SSTF yang terakumulasi begitu besar tidak lagi sebagai real asset yang bisa mendapatkan uang tunai kecuali pemeritah AS di izinkan oleh DPR untuk menaikan pagu hutang. Kalau tidak diizinkan , ya terpaksa tidak ada lagi dana untuk bayar pensiunan dan tunjangan bagi peserta jaminan sosial.

Jadi skema sistem jaminan sosial ini mirip operandi ponzi. Kenapa dibilang mirip skema ponzi ? Karena SSTF itu hanya secarik kertas yang tak laku dijual dipasar umum. Ia hanya bernilai dan berlaku bagi provider. Artinya pihak provider berhak menentukan aturan sesukannya dalam skema permainan ini. Seperti contohnya, the Fed sebagai provider bisa saja membuat aturan bunga nol persen untuk SSTF. Atau pembayaran bunga dan cicilan tidak dalam bentuk tunai tapi dalam bentuk surat hutang ( hutang dibayar hutang ). Artinya akan menambah porfollio SSTF. Cara seperti ini berlangsung dari tahun ketahun dan akhirnya menggunung hingga membuat rasio hutang pemerintah semakin tinggi sampai melewati batas pagu hutang yang ditetapkan oleh Undang Undang. Pada momen inlah masyarakat AS baru sadar bahwa selama ini mereka telah ditipu oleh rezim penguasa. Ini uang swadana masyarakat dari hasil kerja kerasnya bekerja dan bukan berasal dari pajak. Tentu publik AS berhak menuntut keberadaan dana jaminan sosial itu..

Pertanyaan terakhir adalah kemana dana jaminan sosial itu pergi ? Dana itu sudah terkuras habis untuk mengongkosi kebijakan moneter AS yang boros. The Fed dan US Treasury menempatkan diri sebagai pihak yang diperas secara sistematis oleh pemain bisnis keuangan seperti perbankan, investment banker, Perusahaan sekuritas, dan lain lain. Selanjutnya lembaga keuangan ini menjadi fuel membuat segelintir perusahaan tercantum dalam 500 fortune yang menguasai bisnis beskala dunia namun minus kontribusinya bagi pembangunan nasional AS. Dengan kenyataan ini semakin kita sadar bahwa konspirasi dari segelintir orang untuk menguasai dunia itu bukanlah mitos. Nah, sistem seperti inilah yang sekarang dipaksakan untuk ditiru oleh Indonesia lewat UU SJSN dan BPJS.

Hanya orang bebal yang masih percaya sistem Jaminan sosial berbasis asuransi kedalam satu lembaga ( BPJS ) adalah mulia. Ini tak lain adalah skema ponzi alias tekhnik penipuan tercanggih yang diperuntukan kepada orang tolol dan bodoh, untuk memperkaya para elite politik dan pengusaha hitam.

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...