Wednesday, July 13, 2011

Terjajah

Pada tahun 2002, Asian Development Bank memberikan pinjaman lunak kepada Pemerintah Indonesia untuk mendukung Program Financial Governance and Social Security Reform ( FGSSR) senilai USD 250 juta. Saya ingat ketika bantuan ini diberikan, salah satu teman aktifis berkata bahwa ada dua agenda besar dari program ini, yaitu mereform koperasi dan jaminan social. Bantuan ini sebagai kelanjutan dari tekanan international lewat IMF , Worldbank yang digagas oleh OECD dalam blue print Economic reform untuk Indonesia. Benarlah, setelah itu , Amandemen UUD 45 pasal 33 terjadi dengan menghapus kata Koperasi. Koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi rakyat yang berlandaskan kepada kekeluargaan telah terhalau di repubik ini. Semua harus mengacu kepada system ekonomi pasar. Tak ada lagi kedudukan istimewa bagi rakyat yang lemah untuk bersaing karena keterbatasan modal , tekhnologi. Semua harus berorientasi kepada laba . Kebijakan-kebijakan fital mulai dari perpajakan koperasi, KUR, dana bergulir, kredit ketahanan pangan, hanya diberikan kepada koperasi yang sudah memenuhi persyaratan dinyatakan viable (sehat) dan sustainable (berkelanjutan). Diluar itu, silahkan minggir. Pembinaan kepada yang tak layak, tak ada lagi. Hukum pasar, free entry free fall.

Padahal dalam sistem ekonomi negara kita dikenal tiga kamar, yaitu BUMN, Perseroan ( PT) dan Koperasi. Ketiga hal ini di rancang untuk menjadi tiga pilar kekuatan ekonomi nasional sesuai amanat UUD 45 dan Pancasila. BUMN hanya diarahkan menguasai sumber daya alam , industri strategis dan jasa pelayanan umum. Disini negara bertanggung jawab mengelola resiko untuk kepentingan rakyat. PT ( perseroan ) ditujukan kepada mereka yang mampu dari segi permodalan, terkhnologi untuk bersaing di pasar. Koperasi, ditujukan kepada mereka yang miskin dan lemah dari segi permodalan dan tekhnologi. Ketiga jenis usaha ini merupakan strategi nasional untuk melahirkan keadilan dibidang ekonomi. Negara harus tampil menjadi pembina yang adil. Kalau pra syarat program binaannya sama dengan BUMN dan Perseroan , maka ini jelas tidak adil. Sama saja menyamakan standard assessment tanpa peduli siapa yang dibina. Hakikat koperasi mengelola mereka ( anggota ) yang lemah melalui gerakan gotong royong dan kekeluargaan, telah terhalau dalam UU. Closed file.

Soal ekonomi , Negara tak lagi peduli kepada azas kekeluargaan. Bagaimaan dengan jaminan sosial ? Terkait dengan sumber pembiayaan, menurut UU SJSN, sumber pembiayaan jaminan sosial berasal dari peserta. Namun, jaminan sosial itu disebut sebagai asuransi wajib. Dengan demikian, setiap orang harus menjadi peserta. Bagaimana dengan yang tidak mampu? Menurut UU itu, biaya akan dibayar negara, tetapi hanya pada tahap awal bagi jaminan kesehatan. Pada tahap-tahap selanjutnya, semua peserta harus membayar (Pasal 17 ayat 4 dan ayat 5 UU SJSN). Dengan melihat sistem kepesertaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem jaminan sosial yang baru itu lebih mundur daripada mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial yang dilakukan BUMN. Jamsostek, misalnya, menjamin pekerja dan anggota keluarganya. Padahal, menurut UU SJSN, hanya peserta yang berhak mendapat jaminan sosial. Maka, jika anggota keluarga buruh ingin mendapatkan jaminan sosial, mereka harus menjadi peserta dan membayar terlebih dahulu. UU itu sama dengan sistem asuransi pada umumnya, yang memobilisasi dana masyarakat dan menggunakannya untuk kepentingan investasi.

Nah kini sedang di bahas RUU Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial yang rencananya akan disyahkan tahun ini juga. RUU ini memungkinkan terjadinya merger semua BUMN Pelaksana Jaminan sosial seperti Jamsostek dan lainnya kedalam DJSN ( Dewan Jaminan Sosial Nasional ). Jika melihat ketentuan Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 UU SJSN mengenai kewenangan DJSN, kedudukan BPJS bukan lagi BUMN, melainkan lembaga otonom yang berhak mengelola dana jaminan sosial, termasuk dapat menginvestasikannya untuk kegiatan bisnis (Pasal 7 UU SJSN). Ini sama saja privatisasi terselubung. Kelak, bila RUU BPJS ini disyahkan maka seluruh rakyat akan menjadi konsumen asuransi terbesar nomor 5 didunia. Akumulasi dana dari premi asuransi tentu beskala raksasa. ini tentu pula akan menjadi fuel bagi dunia usaha BUMN dan Perseroan ( Swasta dan Asing ) untuk meningkatkan kedigdayaannya menguasai sumber sumber ekonomi nasional.

Dibidang ekonomi dan social , seluruh rakyat sudah menjadi bagian dari teori ekonomi pasar. Rakyat adalah mereka yang mampu bayar dan memenuhi prinsip prinsip ekonomi kapitalis. Kedudukan istimewa bagi rakyat yang lemah bersaing karena keterbatas modal , tekhnologi, pasar, untuk dilindungi oleh Negara lewat kebijakan pro rakyat, tak lagi mendapat tempat didalam undang undang. Hampir semua sumber daya alam kita dikuasai oleh para pemodal domestic dan asing, sementara rakyat terpinggirkan. Pada Era Reformasi , kebijakan yang dihasilkan oleh rezim merupakan puncak buah karya konspirasi antara asing dan elite politik. Benar benar buah karya yang sangat dahyat untuk melahirkan sebuah komunitas terjajah lahir batin oleh segelintir orang. Lebih hebat dan lebih jahat dibandingkan Cultursstelsel ( kerja paksa ) dizaman kolonialis Belanda. lebih jahat dari komunisme ( kerja kolektif ). Sangat jahat dan sangat zolim.!

No comments:

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...