Monday, December 15, 2008

Air


70% planet bumi ini diliputi oleh air tapi 97%nya adalah air laut yang tidak bisa diminum. Juga tidak bisa digunakan untuk irigasi atau industri. Dari sejumlah itu hanya tersedia 3% sumberdaya air dan hanya 1% yang siap diminun. Sebagaimana emas atau minyak, dengan kelangkaan resource yang ada , maka tak pelak lagi Air adalah lahan business yang menggiurkan.. Apalagi mineral water kemasan, kalau dihitung hitung harganya lebih mahal dari harga crude oil atau CPO. Sebagaimana emas atau minyak, dengan kelangkaan resource yang ada , maka tak pelak lagi Air adalah lahan business diadab ini...

Indonesia menyadari bahwa pengadaan Air adalah tanggung jawab Negara. Karenanya pengelolaannya haruslah oleh Negara lewat PDAM.. Karenanya tariff harus disesuaikan dengan kemampuan rakyat untuk membayarnya. Inilah penyebab sebagian besar PDAM sebagai pengelola Air Minum mengalami kerugian dan tak mampu membayar hutannya. Pemerintah melihat bahwa hal ini disebabkan oleh management PDAM yang tidak professional. Buruknya management PDAM tidak lepas dari sikap pemerintah sendiri , yang memang tidak serius memberikan layanan terbaik terhadap barang public ini.. Dari cara pemilihan direksi, system gaji, SDM, infrastruktur, permodalan dan lain sebagainya dibiarkan apa adanya. Semua tercermin dari layanan dari PDAM kepada public yang juga apa adanya. Mungkin karena PDAM tujuannya social maka dikelolapun secara amatir. Inilah yang salah kaprah. Padahal layanan terbaik kepada konsumen ( rakyat) juga adalah intangible earning bagi pemerintah sebagai bagian dari Public Service Obligation ( PSO).. Bukan hanya laba dalam bentuk uang.

Kita ingin bertanya , apakah yang dimaksud dengan professional adalah mengelola PDAM layaknya business komersial lainnya? USAID termasuk lembaga yang sangat bersemangat untuk merekomendasikan agar Air sebagai suatu komoditi yang harus dikelola secara business murni. Anggaran subsidi pengadaan Air harus dihapuskan dalam APBN. Kalau tidak maka Negara tak layak menerima pinjaman kepada asing. Padahal dibanyak Negara masih menganggap bahwa Air adalah barang public yang harus dilindungi oleh Negara. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab social Negara terhadap kebutuhan esensi manusia. Termasuk Indonesia , dimana UU mengamanahkan bahwa Tanah , Air harus dikuasai Negara untuk kepentingan rakyat banyak.

Program penyehatan dan revitalisasi PDAM yang dilakukan oleh pemerintah dengan menghapus hutang PDAM serta memberikan kewenangan kepada PEMDA untuk menjamin hutang PDAM kepada pihak lain, sudah merupakan indikasi bahwa Air sudah menjadi komoditas. Sama seperti minyak dan lainnya. PDAM harus mampu mendatangkan kontribusi bagi Negara dalam bentuk LABA. Walau tidak ada aturan yang mengatakan privatisasi namun structure PDAM dengan kebijakan ini sudah mengarah kepada privatisasi. Harus dikelola secara professional dan business oriented.

Satu lagi bukti bahwa dinegeri ini secara berlahan lahan, system sudah mengarah kepada neoliberal dimana Negara berusaha untuk menghapus barang public dalam APBN dan menggantinya sebagai resource baru mendatang pemasukan. Negara sudah layaknya Corporate yang hanya berhitung cost and revenue. Nothing to free. Dengan situasi ini , maka rakyat miskin yang tak mampu membayar maka jangan berharap untuk mendapatkan Air Minum yang sehat. Layanan terbaik hanya untuk mereka yang mampu membayar.

1 comment:

Anonymous said...

Kalau pemerintah Arab Saudi kehilangan kendali dan menkomersilkan air zamzam gimana ya..?

Negara puritan tidak bisa jadi negara maju.

  Anggaran dana Research and Development ( R&D) Indonesia tahun   2021 sebesar 2 miliar dollar AS, naik menjadi 8,2 miliar dollar AS (20...