Tuesday, October 18, 2016

Dua tahun Jokowi..?


Kemarin teman dari Tokyo dan Hong Kong datang ke Jakarta. Dia sempat bilang bahwa setelah sekian puluh tahun Indonesia merdeka, akhirnya rakyat Indonesia bisa mendapatkan pemimpin yang benar benar bekerja untuk rakyat. Walau kondisi ekonomi dunia tidak mendukung tekad besarnya namun setiap hari pergerakan jelas. Mengapa? Menurutnya ada tiga hal yang sulit di lakukan oleh Jokowi ketika duduk sebagai presiden. Pertama, ruang fiskal yang kecil sehingga sulit melakukan eskpansi pembangunan, khususnya pembangunan insfrastruktur. Sementara tanpa insfrastruktur hampir sulit memenangkan kompetisi global. Maklum Indonesia termasuk negara dengan tingkat ongkos logistik yang tertinggi, dan semua itu akibat dari insfrastruktur ekonomi tidak memadai. Kedua, parlemen di kuasai oleh lawan politiknya sehingga sulit baginya mendapatkan dukungan untuk melancarkan agendanya. Maklum hampir semua kebijakan nasional tanpa persetujuan DPR hampir tidak mungkin bisa jalan. Ketiga, pertumbuhan ekonomi yang berorientasi konsumsi. Ini harus di rubah menjadi produksi. Tanpa reformasi anggaran dan pajak hampir tidak mungkin bisa lolos dari jebakan anggaran dan penerimaan negara yang sudah terbukti membuat Indonesia renta dengan faktor eksternal. Tapi hanya dalam dua tahun, Jokowi berhasil mengatasi ketiga kendala sekaligus. Dan sekarang dia terus bergerak tanpa terbendung oleh faktor apapun untuk melancarkan agendannya. Hebat! 
Benarkah ? Dengan perbaikan ruang fiskal melalui efisiensi APBN khususnya belanja rutin, ruang fiskal agak melebar sehingga dapat di alokasikan untuk pembangunan insfrastruktur. Di samping reformasi anggaran , pajakpun di reformasi terus agar semakin luas potensi pajak masuk ke kas negara, yang berikutnya berhasil menggolkan UU Tax Amnesty. Dalam hal infrastruktur ekonomi, Jokowi berhasil meningkatkan anggaran. Pada 2015, alokasi anggaran infrastruktur mencapai Rp290 triliun atau melonjak 63 persen di bandingkan di tahun 2014 yang merupakan penghujung pemerintahan SBY. Tahun 2016 anggaran infrastruktur melonjak menjadi Rp.314 triliun dengan rasio 3,3% dari PDB. Walau awal awal kekuasaanya realisasi anggaran melambat karena adanya perubahan nomenklatur kementrian. Namun selanjutnya pembangun di percepat. Realisasi proyek terjadi di mana mana. Yang mankrak di selesaikan. Yang  sudah di rencanakan era SBY di eksekusi. Makanya jangan kaget BUMN di bidang kontruksi kebanjiran pekerjaan dan nilai saham mereka di bursa semakin anyar. Walau keadaan ekonomi melesu , namun likuiditas nasional meningkat akibat adanya dana repatriasi dari adanya Tax Amnesty. Ini bisa jadi fuel bagi pertumbuhan sektor real di masa mendatang.
Kalau tadinya DPR di kuasai oleh KMP namun berlalunya waktu, dengan kesabaran , kecerdasaan berselancar dalam perbedaan, konsisten dengan agendanya, Jokowi berhasil menarik lawan politiknya berada di barisannya. Kini diatas 50% suara DPR ada di barisannya. Sehingga tidak sulit bagi Jokowi untuk melancarkan agendanya. UU Tax Amnesty yang sempat tertunda di DPR, akhirnya di syahkan. Revisi UU Minerba dan lain lain bisa di lakukan sesuai agendanya, yang pro rakyat dan pro pertumbuhan. Reformasi Migas dan Pendidikan yang merupakan hal yang sangat vital dapat segera di laksanakan. Karena keduanya merupakan agenda nasional Jokowi untuk mengamankan penerimaan negara di bidang SDA yang selama ini di kuasai oleh oligarki dan memastikan program pendidikan nasioanl sesuai dengan agenda revolusi mentalnya. Agar di masa depan Indonesia punya kemandirian , bukan hanya platform penguasaan SDA yang adil tapi juga SDM indonesia di design atas dasar kemandirian. Ini akan terus berproses. 
Dengan suksesnya Jokowi mengatasi dua hal tersebut, maka agenda reformasi APBN yang merukan kebijakan nasional dapat terus di laksanakan. Dari reformasi APBN ini memaksa pengguna anggaran harus professional. TIdak ada lagi pos anggaran hanya menumpuk di bank karena realisasi rendah dengan banyak alasan. Beberapa PEMDA yang menempatkan dana di Bank karena belum tersalurkan, di tarik ke pusat. Alokasi dana pendidikan yang belum sesuai dengan peruntukan dan standar kepatuhan, di tunda penggunaannya. Melalui pendekatan tarif komoditas utama seperti CPO , Mineral dan lainnya di kenakan pajak ekspor agar pengusaha terpacu untuk membangun industri pengolahan dan downstream. Pada waktu bersamaan pajak impor di tingkatkan agar Curent account tidak terlalu besar defisit. Teman saya orang Jepang sempat nyeletuk soal ini, bahwa inilah yang sesungguhnya revolusi mental. Merubah mindset elite politik yang hidup di comfort zone untuk mau berubah demi rakyat dengan cara memaksa siapapun harus mau kerja keras dan smart serta efisien. Makanya benturan satu sama lain terus terjadi, ketika parlemen di kuasai, ektra parlemen muncul semakin intens merongrong ke wibawaan dan kebijakannya. Itu di hadapi dengan tenang. 
Jokowi tidak akan bisa di hentikan kecuali dia terbukti melakukan korupsi. Soal ini Jokowi sangat keras terhadap dirinya, bahkan kepada keluarganya sendiri , dia menjauhkan mereka dari kekuasaannya. Kadang demi prinsipnya, ia berani berseberangan dengan elite partai pendukungnya. Tapi justru keteguhan hatinya jauh dari korupsi itulah membuat dia di lindungi Tuhan dalam melancarkan agendanya, walau karena itu tidak sepi dari serangan lawan politiknya. Karena Tuhan bersamanya, yang jauh mendekat, yang dekat merapat, tantangan menjadi peluang dan kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik di mudahkan Tuhan. 

Thursday, October 6, 2016

Indonesia unggul.


Kemarin, dua hari lalu ketika di Beijing. Saya bertemu dengan teman saya. Dia tertarik untuk ikut tender pengambil alihan Pembangkit listri geothermal yang merupakan portfolio milik Cevron. Yang saya tahu ada dua konglomerat China yang sudah masuk list peserta tender. Dalam list itu masuk juga nama Pertamina, PLN dan Medco. Teman saya bertanya sejauh mana kemungkinan bisa menang. Saya hanya angkat bahu. Karena portfolio ini yang paling menguntungkan bagi CEVRON. IRR yang tinggi diatas rata rata. Belum lagi fuel yang di hasilkan oleh panas bumi yang ada di Indonesia dan Philipina sangat besar. Tentu akan banyak trilion dollar pemain yang mau ambil bagian. Namun tidak nampak TNC dari Amerika dan Eropa. Kemana mereka ? Ini bukannya mereka tidak tertarik tapi karena financial resource sudah mengering. Bank yang ada di Eropa dan AS termasuk papan atas sibuk mengatasi bleeding akibat dana menumpuk namun sulit di salurkan akibat aturan ketat OJK agar mereka lebih mengutamakan kesehatan NPL daripada melakukan ekspansi kredit. Dan lagi CEVRON melepas asset terbaiknya untuk menyelesaikan NPL nya di bank dan membayar uang pesangon untuk PHK massal demi merampingkan perusahaan.
Saya tidak membahas mengenai proses pelepasan asset terbaik milik Cenvro itu. Saya ingin menyampaikan bahwa betapa krisis global sekarang yang di picu oleh jatuhnya Lehman, dan kemudian berlanjut jatuhnya secara tajam harga komoditas dunia, termasuk Minyak. Petronas mencatat penurunan laba yang significant. Sekarang mengikuti langkah  Cevron yaitu melakukan restruktur business dan rasionalisasi asset agar cost bisa di tekan untuk bertahan di tengah harga minyak yang tak cukup memberikan laba. Ini bukan saja berdampak kepada business utama minyak tapi juga downstream dan supply chain serta usaha jasa pendukungnya. Satu demi satu rontok , ada yang berusaha bertahan dengan menggalang sinergi namun tak lebih hanya menunda ke bangkrutan. Arab Saudi yang merupakan eksportir minyak terbesar dunia, sekarang mengalami defisit anggaran 16% dari GDP. Memotong secara drastis anggaran kesehatan dan pendikan sampai 35%. Membatalkan proyek kemanusiaan untuk program rumah murah sebesar USD 20 miliar. Tahun tahun kedepan Defisit akan semakin membesar. Kecuali Arab mau melakukan restruktur APBN secara significant dan reorientasi revenue dari crude oil ke Industry. Venezuela yang tadinya membanggakan kepemimpinan sosialis yang pro rakyat , harga minyak , sudah lebih dulu tumbang dengan ratapan pemuja sosialisme. 
Likuiditas mengering. Daya beli yang di picu oleh semangat menumput stok sudah tidak ada lagi karena tidak ada lagi bank yang biayai stok. Aturan bursa komoditi semakin ketat sehingga tidak mungkin instrument sintetik dapat di pakai untuk membeli dan kemudian menjual untuk profit taking. Bukan hanya bisnis yang bertumpu kepada komoditas yang tumbang, juga banyak industri yang gulung tikar. Ada juga yang bertahan dengan melakukan penurunan kapasitas produksi dengan korban PHK yang tak bisa di elakan. Semua sedang berproses kepada tahap penyesuaian ( adjustment economic ) agar tercapai titik ke seimbangnan real. Mengapa ?  Pertumbuhan economy yang di capai negara maju dalam tiga dasawarsa sebelumnya di sebabkan oleh nafsu untuk meningkatkan pendapatan di luar daya serap pasar yang sebenarnya. Bukan hal yang aneh, banyak orang punya kendaraan lebih dari 1, rumah lebih dari 1, TV lebih dari satu di rumah, Gadget lebih dari satu, dan banyak lagi konsumsi terjadi bukan karena kebutuhan tapi karena keinginan yang tak terpuaskan. Semua itu tidak di bayar dari pendapatan real tapi dari berhutang. Karena negara memberikan peluang pertumbuhan lewat konsumsi dengan kemudahan berhutang.
Dari keadaan tersebut diatas, kita termasuk bersyukur karena BUMN sebagai tulang punggung negara dalam program stimulus ekonomi cepat di antisipasi dari proses kebangkrutan seperti halnya Cevnron, Petronas, dan banyak lainnya. Karena  pemerintah sejak 2015, 2016 cepat melakukan restruktur permodalan melaui Penyertaan Modal Negara (PMN) dan cepat pula melakukan restruktur APBN dari konsumsi ke produksi. Sampai kini proses restruktur APBN terus berlangsung termasuk perluasan penerimaan pajak lewat program Tax Amnesty. Apa hasilnya? Pertamina mencatat laba signifiacant di bandingkan sebelumnya, bahkan dengan percaya diri untuk ambil alah porfolio milik Cevron, PLN juga mencatat laba dengan efisiensi hebat sehingga punya kemandirian untuk ambil alih pembangkit listrik swasta yang lesu darah, dan melakukan ekspansi membangun  25,000 MW untuk program 32,000 MW. Di tengah negara negara kesulitan likuiditas dengan cadangan devisa drop, devisa kita tetap bertahan ,  bahkan berpotensi meningkat akibat capital inflow dari adanya progra Tax Amnesty. Teman di Beijing bilang, Indonesia bisa bertahan bahkan berpotensi memenangkan persaingan global karena struktur biaya coporate memang rendah dan kapasitas nasional corporate juga rendah. Jadi gejolak pasar uang dan komoditi sebagai hantu menakutkan bagi corporate dan negara yang rakus tidak terjadi bagi Indonesia…

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...