Monday, June 29, 2009

Lembaga Baru

Ketika rezim Soeharto jatuh, maka orang kampus tampil dipanggung politik. Semua yang berbau Orba adalah salah tapi orang Orba bukanlah salah. Ini sebagai sebuah bentuk kompromi oportunis karena chaos adalah ketakutan bagi siapa saja. Negeri ini dimana sang visioner sudah lama mati , yang ada hanyalah ruang bisik bisik para elite untuk memilah mana yang perlu dikoreksi dan mana yang tidak. Tapi image harus dibangun untuk label sebuah nama “reformasi” yang pro demokrasi. Maka UUD 45 di amandement. Hasilnya Lembaga Baru pun bermunculan sebagai suatu bentuk reformasi. Namun pada kenyataannya adalah bukannya demokrasi dari rakyat untuk rakyat tapi dari pasar untuk pasar.

BP-MIGAS dibentuk. Berharap ada kepastian dari dunia usaha untuk datang mengelola sumber daya alam migas kita. Seakan Departemen terkait soal MIGAS kurang demokratis untuk mengorganisirnya. BP-MIGAS memang berhasil mendatangkan investor Migas dari hulu sampai kehilir. Dan akhirnya kita mengetahui bahwa MIGAS sudah menjadi komoditi business bagi pemodal siapa saja. Namun , anehnya catatan eksport MIGAS yang dibuat Bea Cukai tidak sama dengan data produksi BP MIGAS. Hak Angket soal MIGAS kandas dimakan kompromi. Keliatan esensi pengawasan nol dan kecuali kemudahan pelepasan resource kepada asing.

Jalan Toll itu bagus katanya walau ini hasil rezim Soeharto.. Karena negara cukup atur tanpa harus keluar modal melayani kebutuhan public. Ada banyak peminat untuk masuk dalam investasi ruang public ini karena ada hak atas nama negara intuk menjadi pemungut pajak langsung bagi pengguna jasa. Namanya Toll seharusnya jalan alternative tapi disini jalan itu menjadi jalan utama untuk membangun trans java yang padat traffic. Untuk melayani para investor yang butuh keamanan dan kenyamanan makan negara membentuk BPJT ( Badan Pengelola Jalan Tol ). Lembaga ini menjadi otoritas untuk menentukan siapa yang layak mendapatkan hak konsesi jalan toll dan sekaligus sebagai lembaga regulator yang berhubungan dengan tariff dan menentukan ruas jalan mana yang tepat untuk dibangun jalan tol. Terbukti , semua ruas selagi investor berminat membangun jalan Tol ya dibuka. Walau kenyataannya tidak ada investor yang berminat masuk kewilayah yang trafficnya rendah.

Menjelang masa akhir Jabatan DPR , kini sedang dipaksa untuk menyelesaikan RUU OJK ( Otoritas Jasa Kuangan ). Menurut para elite politik dan pemerintah bahwa idealisme pendirian OJK ini sangat tepat untuk mengintergarasikan kebijakan dibidang keuangan, perbankan dan pasar modal. Juga memberikan peran BI lebih focus menjaga posisi moneter yang berhubungan dengan pengendalian inflasi lewat operasi pasar uang. Inggeris yang memilik lembaga sejenis ini , kenyataannya tidak berfungsi dengan baik untuk menciptakan system pengawasan dibidang keuangan, perbankan, pasar modal. Terbukti ketika dihadapkan oleh krisis financial, Bank Central nya terpaksa mem bail out perbankannya. Kelak lembaga ini akan copy paste dengan apa yang sudah terjadi di Inggeris dimana bank centralnya hanya menjadi sapi perahan tanpa berdaya mengatur dan mengawasi.

Banyak lagi lembaga yang didirikan selama era reformasi. Seperti KPK, yang hanya mengejar pejabat public korup tapi tak berdaya menghadapi pengusaha asing yang melakukan kontrak karya dengan negara. Padahal kejahatan asing melalui kontrak karya jauh lebih besar dibanding korupsi pejabat public. PPATK ( Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan ), hanya bekerja berdasarkan delik aduan. Tidak efektif membendung pengusaha yang melarikan dananya ke luar negeri. Tugasnya tak lebih mengawasi unqualified receiver fund sebagai bentuk kepatuhan terhadap Partiot Act dan Money Laundry International law. Tapi asing bebas bawa dana masuk dan tidak perlu ditelusuri asal usul uangnya. SMECO atau Badan Nasional Usaha Kecil , dibentuk agar kelak tidak perlu ada lagi jabatan menteri yang mengurus UKM. Soal UKM bukan lagi urusan politik. Itu urusan pasar. Biarkan pasar yang berbicara dan mengurusnya. KPPU ( Komisi Pengawasan Persaingan Usaha ) dibentuk tapi gagal melindungi pedagang tradisional yang terjepit oleh kekuatan pedagang retail raksasa.

Hal tersebut diatas berlum termasuk lembaga baru yang berupa badan Usaha dibidang asuransi ( simpanan di bank/LPS ), Perbankan ( Pembiayaan Eksport/Bank Export ) , Lembaga Penjamin investasi, Pembangunan infrastruktur. Sementara yang sudah ada justru diprivatisasi bila menguntungkan asing/swasta. Dibidang penegakan hukum, ada MK dan KY tapi hukum tidak juga tegak. Tentu semua lembaga itu menguras anggaran yang tidak sedikit. Dan sekaligus memberikan kesempatan bagi elite partai untuk duduk dilembaga baru itu dengan limpahan facilitas dan kehormatan. Hasilnya jauh idealisme moralitas negara melindungi rakyat.

Padahal esensi reformasi bukanlah perluasan kelembagaan tapi lebih daripada itu adalah penegakan hukum yang efekfive dan itu hanya melalui reformasi birokrasi , rasionalisasi dan reorientasi PNS dari birokrasi menjadi meritokrasi. China ketika melakukan reformasi DENG, memberhentikan 50 juta Pegawai Negeri yang unqualified dan pada waktu bersamaan meningkatkan qualifikasi PNS serta tentu juga meningkatkan standar gajinya dan penerapan perang anti korupsi dengan sangsi hukuman mati. Lebih dari 10,000 BUMN yang tidak efisien ditutup ( bukan dijual ) dan yang ada dilipatgandakan kekuatannya sebagai agent of development dibidang industri hulu , perbankan dan yang berhubungan dengan sumber daya alam. Lihat hasilnya….

Monday, June 15, 2009

Kebenaran ?

Belakangan ini ada perang informasi antara Pemerintah dengan masyarakat. Ini berkaitan dengan data yang dipublikasikan dan pernyataan pejabat yang berbeda. Pernyataan dari Sri Mulyani adalah sebagai berikut : Penambahan utang Indonesia selama periode 2004-2008 mencapai US$ 8,61 miliar atau sekitar Rp 86 triliun, lebih rendah dibandingkan penambahan utang pada periode 2001-2004 yang sebesar US$ 17,81 miliar. Mana yang benar data yang dipublikasikan atau pernyataan dari Sri Mulyani ?

Sementara Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, realisasi utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau obligasi hingga saat ini mencapai Rp943 triliun, naik Rp281 triliun dari Rp662 triliun lima tahun lalu. Pada saat yang sama, realisasi utang pemerintah berupa utang luar negeri mencapai Rp752 triliun, naik Rp139 triliun dari Rp613 triliun pada 2004. Perhitungan akumulasi total utang baik surat utang maupun utang luar negeri ini menyebabkan total stok utang pemerintah dalam lima tahun terakhir bertambah sekitar Rp420 triliun, dengan ratarata tambahan per tahun Rp84 triliun. Kalau diperhitungkan hutang yang belum direaliasasikan ( outstandaing loan ) maka jumlah lebih besar lagi.

Kita ingin bertanya, mana data dan informasi yang benar ? Apakah pernyataan atau publikasi resmi department keuangan ?

Kemudian , kita kemarin mendapatkan berita bahwa total hutang kita turun drastis bila dibandingkan dengan PDB. Beritanya seperti ini : Pada 2001 total PDB Indonesia adalah Rp 1.466 triliun, dan pada 2004 bertambah menjadi Rp 2,295 triliun. "Sementara dengan penambahan utang US$ 8,61 miliar sepanjang 2004 sampai 2008, total PDB kita di 2008 adalah Rp 2.648 triliun,"

Nah mari kita lihat data PDB berdasarkan Biro Pusat Statistic Tahun 2008 PDB Nominal : Rp 4.954 Trilyunm PDB Riil (Konstan) : Rp 2.082 Trilyun. Tahun 2004 PDB Nominal : Rp 2.303 Trilyun PDB Riil (Konstan) : Rp 1.660 Trilyun.

Kembali berdasarkan data hutang versi pernyataan Menkeu. Percentasi hutang dengan PDB rill maka hasilnya sebagai berikut.: Tahun 2004 : Rasio Hutang terhadap PDB Riil adalah 76,8%. Tahun 2008 : Rasio hutang terhadap PDB Riil adalah 77,9%. Bisa dilihat kalau rasionya toh sama saja atau lebih besar sedikit antara tahun 2004 dengan 2008. Ya memang benar ada penurun drastic terhadap PDB Nominal dimana Tahun 2004 : Rasio Hutang terhadap PDB Nominal adalah 55,3%.Tahun 2008 : Rasio hutang terhadap PDB Nominal adalah 32,7%. Tapi semua orang yang pernah mengenyam pendidikan di fakultas ekonomi tahu sekali bahwa PDB Nominal tidak pernah diperhitungkan karena belum memasukkan factor inflasi dan lain. Yang jadi pegangan adalah PDB riil.

Nah , mana yang benar ? Keliatannya menjelang pemilu terjadi pengaburan informasi dan membuat orang bingung. Inilah kalau kejujuran diabaikan demi menciptakan kebohongan demi kebohongan untuk akhirnya menjadi kebenaran …Seharusnya kebenaran itu tidak berpihak…

Wednesday, June 10, 2009

ABRI kusayang, Negeriku Malang

Anggara pertahanan Singapore USD 6,3 Billion dan Malaysia USD 3,2 Billion sementara Indonesia sebesar USD 3,6 Billion. Indonesia menempati rangking no. 33 anggaran pertahanannya di negara negara dunia. ni berdasarkan data dari U.S. Military Spending vs. the World dan Center for Arms Control and Non-Proliferation, February 22, 2008. Bandingkan dengan Singapore yang penduduknya 3,7 juta jiwa dengan luas secuil kepulauan , kita masih jauh ketinggalan. Juga bila dibandingkan dengan Malaysia kita masih lebih besar sedikit tapi luas kepulauan kita jauh lebih besar dibandingkan Malaysia , begitu juga personal militernya.

Tahun 2003, CGI sebagai lembaga donor Indonesia menegaskan tentang kebijakan anggaran pertahanan bahwa Anggaran pertahanan bukan variabel independen karena harus dihitung dengan memperhitungkan (1) pertumbuhan ekonomi dan (2) tingkat ancaman yang dihadapi suatu negara. Kalau pertumbuhan ekonomi tinggi, otomatis belanja pertahanan akan meningkat. Kemudian setelah CGI dihapus, berlanjut dengan IMF dan world bank. Ketentuannya tetap sama. Bahwa indonesia harus memperhitungkan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan anggaran pertahanannya. Sementara yang dimaksud dengan ancaman adalah faktor internal dan bukan external. Negara donor lebih menekankan anggaran pertahanan untuk menghadapi gerakan separatis yang tidak terorganisir dengan baik dan karena itu tidak diperlukana peralatan canggih.

Juga direncanakan untuk menghapus secara bertahap system komando territorial seperi KODIM, KOREM, KODAM , karena tidak lagi sesuai dengan semangar reformasi dan demokratisasi. Penghapusan ini diharapkan berlansung selama sepuluh tahun dan akan menghemat anggaran tidak sedikit. Pemangkasan struktur teritorial juga sekaligus bisa memberikan keleluasaan kepada Kepolisian untuk bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keamanan internal. Kalau pun perlu bantuan, pasukan tempur seperti Kostrad dan Kopassus bisa dikerahkan dengan cepat. Itulah kebijkan dasar System Pertahanan kita di era reformasi. TNI kita hanya di design untuk menjadi SATPAM rakyatnya sendiri yang mau brontak atau jadi bodyguard Polisi menghadapi rakyat. TNI tidak lagi didesign untuk menjaga kedaulatan negara atau mengawal polik negara yang bebas dan aktif di forum nternational untuk tegaknya keadilan didunia.

Makanya kita sedih melihat bagaimana mungkin negara tetangga dapat merpemainkan kita dengan “go back to door” atau populernya “gobaksodor” kapal perang Malaysia yang secara berulang kali memasuki batas wilayah NKRI sekitar pulau Ambalat untuk memprovokasi kapal perang Indonesia yang sedang menjaga pulau yang berpotensi kaya minyak itu. Kita sedih melihat TNI AL berupaya dengan gagah berani mengejar tapi apa daya kalah cepat karena kapalnya memang tidak didesign melawan kekuatan asing yang kuat dan canggih. Didalan negeri satu demi satu prajurit terbaik TNI gugur sia sia karena dimakan peralatan yang sudah tua.

Inilah harga yang harus kita terima bila kepentingan nasional dan kedaulatan negara masuk dalam wilayah pertimbangan ekonomi semata. Andai kita dulu merebut kemerdekaan karena pertimbangan ekonomi mungkin sampai saat ini kita belum merdeka dan Irian belum akan berada dalam pelukan ibu pertiwi. Tapi karena zaman, kita lupa dan lupa.

Saturday, June 6, 2009

System Eknomi ?

Ketika neoliberal dikoreksi lewat intervensi negara, ketika sosialisme dikoreksi lewat intervensi pasar oleh kapitalisme, maka sesungguhnya dalam putaran waktu selama era pencerahan terbukti sudah bahwa konsep secular memang impotent untuk mensejahterakan rakyat. Yang terjadi kini adalah system gado gado. Memilih yang baik dan membuang yang buruk tapi sebetulnya yang baik dan buruk itu sendiri berada diwilayah abu abu. Makanya tak ada system yang sesungguhnya baik melainkan sebuah upaya ekperiment politik untuk menjadi pemangsa.

Itulah sebabnya Hatta sebagai bapak pendiri bangsa ini bersama sama dengan intelektual dibidang ekonomi, budaya, social ketika mendirikan republic ini sampai pada satu kesimpulan tetang ekonomi pancasila. Apapun konsep ekonomi itu harus berbasis kepada kekuatan kolektif bangsa untuk melahirkan keadilan dbidang ekonomi untuk mencapai masyarakat sejahtera. Bagi Hatta ada tiga pilar kekuatan ekonomi yaitu Koperasi, PT Persero) dan BUMN. Ketiga ini harus menjadi kekuatan kaki segitiga untuk menopang bangun ekonomi bangsa melawan segala bentuk kekuatan asing yang ingin menguasai Indonesia melalui neocolonialism.

Bagi Hatta, Rakyat yang lemah akan ilmu, modal serta pasar harus diperkuat keberadaannya. Caranya adalah menggunakan kekuatan budaya dan agama. Maka koperasi dinilai tepat untuk basis ekonomi rakyat. Ini adalah kekuatan kolektif rakyat untuk mengurus dirinya sendiri dalam memenuhi permintaan dan penawaran dbidang barang, jasa maupun modal. Wilayah ini harus dikawal ketat oleh negara agar tidak sampai dimasuki oleh kekuatan PT ( kapitalis ) maupun BUMN. Keberadaan PT dan BUMN harus menjadi sinergi bukan aneksasi. Buknakah tugas negara melindungi komunitas mayoritas, apalagi mereka tergolong lemah.

Bagi yang mempunya kemampuan ilmu , modal serta tekhnologi yang besar, diberi kesempatan untuk tampil menciptakan laba secara sendiri sendiri ( CV) atau kelompok ( Firma atau PT), Wilayah ini dimungkinkan terjadinya akumulasi modal ( tabungan dan pasar modal , pasar uang ) dan kompetisi. Tujuannya agar dapat dilahirkan distribusi ( barang, modal ) dan tekhnologi yang efisen. Tugas negara menjaga wilayah ini agar terjadi persaingan yang sehat untuk menghindarkan monopoli , oligopoly dan lain sebagainya yang dapat mengganggu kekuatan ekonomi rakyat.

Sementara sarana dan prasarana ekonomi meliputi jalan, jembatan, kerata api, pelabuhan Listrik, Air Bersih, Pendidikan, Kesehatan ( rumah sakit ), Telekomunikasi, industri strategis yang berhubungan dengan Industri hulu harus dikuasai oleh negara melalui BUMN. Karena wilayah ini menuntut resiko management yang tinggi untuk tercapainya peran sebagai penyangga ekonomi nasional atau sebagai public Service obligation ( PSO). Peran sosialnya sangat tinggi untuk mendukung kekuatan ekonomi rakyat ( koperasi ) dan Swasta (PT, CV, Firma ) makanya negarapun ( BUMN) diberi hak untuk menguasai seluruh sumber daya alam seperti MIGAS, Sumber daya Mineral dan lain sebagainya.

Sebetulnya konsep segitita sebagai pondasi ekonomi nasional ini telah dituangkan dalam UUD 45 . Walau diungkapkan dengan bahasa philosopyi hukum namun uraian tekhnisnya sangat luas. Berbagai buku tentang Ekonomi Pancasila ini ditulis oleh Hatta, Kemudian para pengikutinya seperti Sri Edi Swasono ( menantu Hatta ) , Mubyarto juga mendedikasikan hidupnya mengkampanyekan tentang ekonomni Pancasila. Bahkan dijadikan bacaan wajib bagi mahasiswa fakultas ekonomi. Jadi adalah bohong besar bila Ekonomi Pancasila ini tidak modern. Terjadinya bias ekonomi pancasila dan akhirnya melahirkan system kapitalisme karena ketidak sabaran para elite poltik untuk mendidik rakyat yang sebagian besar masih terbelakang dbidang pendidikan. Mereka ingin cepat melesat seperti negara lain walau untuk itu harus mengorbankan semua resource demi mendapatkan capital ( hutang ) membangun negeri.

Jadi system ekonomi kapitalisme yang memberikan peran seluas mungkin bagi modal untuk berpartisipasi disemua sector termasuk privatisasi BUMN dan sumber daya alam, tak lebih karena jebakan hutang dalam APBN. Makanya yang merasa terjebak selalu bilang tidak ada system ekonomi yang seratus persen liberal atau sosialis. Semuanya abu abu. Padahal sejatinya kita sudah punya system ekonomi yang tepat , berakar dalam semangat budaya kebersamaan. Tapi tak ada yang mau mengakui ini secara jujur untuk melakukan koreksi total demi cita cita pendiri bangsa ini. Yang nampak mengetahui persis permasalahan ini adalah PRABOWO. Akankah...? Alangkah indahnya bila SBY-Budiono yang menyadari ini karena mereka didukung oleh partai Islam.

Bukan sistem yang salah tapi moral.

  Kita pertama kali mengadakan Pemilu tahun 1955. Kalaulah pemilu itu ongkosnya mahal. Mana pula kita negara baru berdiri bisa mengadakan pe...