Thursday, December 18, 2008

Saatnya...


Catatan akhir tahun..



Keterpurukan bangsa kita terjadi ketika masuknya kolonialisme dengan system kapitalisme dan materialisme. Para sultan dan Radja dinina bobokan oleh berbagai kemudahan oleh para colonial dengan upeti dan suap. Sehingga membuat mereka berjarak dengan rakyatnya. Para Raja atau Sultan seakan menutup mata membiarkan rakyatnya dijadikan kuli murah. Tak terbilang kekayaan alam negeri ini dikurasi dan hasilnya dikirim ke keluar negeri. Sementara rakyat hidup dalam gelimang penderitaan dan tekanan ditengah pesta dansa para bangsawan raja.

Kini setelah berabad abad berlalu, terdengar suara “ Kita tidak bisa melepaskan diri dari globalisasi” . Begitu keyakinan para petinggi kalau bicara didepan public. Dengan bahasa tegas kita dapat memaknainya bahwa kita tidak lagi merdeka dalam arti sesungguhnya. System dunia sudah terbentuk sedemikian rupa hingga kita sudah on trap dengan system tersebut. Tapi pejabat public dengan tangkas menolak kalau dibilang kita didikte oleh asing. Kita merdeka! Benarkah ? mengapa setiap kebijakan terhadap APBN kita tidak pernah bisa melepaskan diri dari recomendasi organisasi international.

Mengapa kita selalu berusaha untuk menjalin sinergi dengan jepang untuk arus export dan import ? Karena GNP jepang adalah USD 4,5 Triliun sedangkan kita hanya USD 350 billion atau GNP kita hanya 8% dari GNP Jepang. Jadi alasan kuat untuk memanfaatkan jepang sebagai mitra. Mengapa kita begitu saja percaya dengan rekomendasi USAID ? karena GNP AS yang mencapai USD 14 Trilion maka GNP kita hanyalah 2,5%. Artinya kita butuh AS untuk menjamin financial resource. Mengapa kita begitu getol mendekati China ? Karena. GNP China yang USD 3 trillion maka GNP kita hanya 12 %. Dengan demikian ada alasan untuk mendapatkan alternative resource bantuan. Mengapa kita begitu tidak tegas terhadap Eropa, ? Karena Europe dengan GNP USD 15 trilion maka GNP kita hanya 2,3 %.

Data tersebut berbicara dengan alasan yang significant. Memang dari segi ekonomi berdasarkan data data makro maka we are nothing dibandingkan negara seperti China, Jepang, Eropa , US. Tak ada alasan lain kecuali pejabat public hanya percaya dengan kekuatan ekonomi negara lain untuk mengatasi pembangunan nasional. Bertahun tahun berlalu sejak era orde baru dan reformasi. Dari President ke president berikutnya , silih beganti, namun platform tetap sama bahwa bantuan asing adalah mutlak. Ketergantungan adalah No Alternative To Objection ( NATO) untuk menjaga kesinambungan pembangunan tapi sebetulnya menjaga kesinambungan rezim.

Ketika global crisis terjadi , kita terkena imbasnya. Maka pejabat public berkata “ kita hanya terbawa banjir bandang dari AS.” Artinya kalau AS krisis maka kitapun harus ikut krisis. Namun ketika AS dan negara maju lainnya berjaya kita tetap saja sulit dengan lilitan hutang yang mencekik.. Sementara ketika krisis terjadi , semua negara maju seperti Eropa, China, Jepang, AS, dengan mudahnya melepas dana untuk mem bail out pasar dan melancarkan program stimulus dengan jumlah yang luar biasa besarnya. Bahkan AS, untuk bail out sector keuangan saja nilainya diatas USD 700 billion atau dua kali dari GNP kita. China melepas dana sebesar USD 342 billion untuk program stimulus atau sama dengan GNP kita. Sementara kita untuk program stimulus sebesar Rp. 120 triliun atau setara dengan USD 10 billion , kita harus mengotak atik ABPN dengan mengorbankan subsidi sektoral serta memohon dengan merendahkan bahu agar mendapatkan pinjaman dari asing…

Kita belum begitu pulih dari akibat krisis 1998 , kini kita dihadapkan keadaan didepan yang semakin sulit. Tahun tahun kedepan memang mengerikan . Akan banyak Perusahaan Sekuritas yang menjerit karena redemption reksadana. Akan banyak debitur yang gagal bayar bunga dan cicilan karena pangsa pasar menciut akibat semakin banyaknya OKB yang bangkrut. Akan banyak PHK karena pabrik kesulitan pasar dan permodalan.

Dengan keadaan ini, apakah kita masih percaya dengan asing ? Mengapa kita lupakan bahwa negeri ini dari awalnya sebelum era kolonialisme sudah lebih dulu berjaya dan menjadi bangsa yang besar. Candi Borobudur sebagai salah satu bangunan keajaiban dunia adalah bukti bahwa bangsa ini mempunyai budaya tinggi didunia. Kejayaan Majapahit sampai ke Campa dan lainnya adalah bukti kita bangsa besar. Harusnya keadaan sulit sekarang ini menyadarkan para elite untuk merubah paradigmanya. Saatnya kembali kepada budaya dan agama untuk mengangkat batang terendam. Menjadi bangsa yang besar dari kekuatan
sendiri. Lapar demi kehormatan adalah lebih baik daripada kenyang tergadaikan...

8 comments:

Anonymous said...

Bung Zuli...
Kalau pemerintah tidak mau..apa yang mesti dilakukan...? Mungkin kita harus membuat diri kita sendiri menjadi MAGNET..sehingga mampu membuat yang lain menempel ke kita..

Anonymous said...

Apa yang harus kita harus perbuat agar kita mandiri di bidang industri pendukung teknologi energi dan transportasi..?

Anonymous said...

Bung Eri,
Ada satu sikap inferior complex dari sebagian kita bahwa "kita tak mampu" untuk mandiri. Karena semua tekhnologi ada di Barat. Sekarang kita balik. Apa yang dapat dilakukan oleh jepang dan Taiwan , singapore karena semua sumberdaya pendukung industri ada negara lain.Tapi mereka berkata " kita mampu mandiri ". Ada satu analogi kalau ingin pakai kopiah maka pakailah ukuran kepala kita. Membangun juga harus sesuai dengan ukuran dan kebutuhan bangsa kita. Untuk apa kita bangun industri migas kalau toh semua tekhnologi dari asing dan hasilnya 90% dibelanjakan untuk asing pula. Sementara rakyat hanya dapat secuil. KIta bangun jalan besar agar arus transfortasi cepat. Tapi hasilnya BMW, Mercedes, Toyota dll yang berkeliaran dijalan jalan. Dan akhirnya macet dan tetap tak juga cepat. Padahal tadinya rakyat aman aman saja dengan angkutan sepeda dan bus seta Kereta Api sebagai angkutan barang. Rakyat kita sebagian terbelakang ilmu tapi mereka kaya akan budaya untuk menjadi komunitas yang kuat. Apakah ilmu lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan budaya religius yang mengutamakan kebersamaan; berlapang dalam kesulitan, berbagi dalam kelebihan, toleran. Tapi budaya religius inilah yang sengaja dikaburkan oleh pihak asing agar orang pintar negeri ini dapat diperalat untuk menzolimi rakyat bodoh. Walau rakyat diam tapi justru diamnya itulah yang membuat mereka sangat kuat.

Anonymous said...

Tahun 2010 MRT Project rencananya akan dimulai konstruksinya..apakah industri penunjang untuk teknologi transportasi ini akan sama nasibnya dengan TOYOTA, IPTN dan PAL..?

Erizeli Bandaro said...

Dulu zaman Soehato sudah ada yang dinamakan Industri strategis yang meliputi industri hulu dan teknologi tinggi serta persenjataan. Industri ini didukung langsung oleh negara. Karena alasan yang sangat strategis begi kepentingan nasional, yang meliputi kemandirian dibidang riset dan aplikasi teknologi tinggi dan digantara, Indusri hulu, Pertahanan. Diantaranya adalah IPTN, PAL , PINDAD, KS, dll.

Program tersebut tertuang dalam GBHN sebagai amanat dari rakyat kepada president untuk dilaksanakan. Setiap perundingan international dalam Forus IGGIdan kemudian CGi, para diplomat kita selalu berlindung dengan UU negara donor harus ikuti program yang ditentukan oleh rakyat atau pinjaman ditolak. Karena sikap tegas, pinjaman tetap didapat.

Ketika kekuasaan jatuh ketangan kelompok politisi amatir reformis, maka WORLDBANK dan IMF meminta agar indonesia mematuhi semua ketentuan yang ada didalam SAP. Diantaranya adalah penghapusan seluruh atau sebagian ekspansi negara dibidang industri strategis. SAP ini langsung disetujui.Maka sejak itulah kita tak lagi punya landasan untuk mandiri dibidang indusri strategis.

Untuk memperkuat SAP maka tahun 2007 bulan maret UU penanaman modal disyahkan. Maka secara hukum tak lagi ada tanggung jawab negara dibidang kemandirian tersebut. Semuanya diserahkan kepada swasta atau lewat privatisasi. Nah apakah dengan keterbasan dana riset swasta dan mayoritas penduduk masih dibawah garis kemikinan akan mampu bersaing dengan asing?

Nah apabila yang strategis sudah tidak ada maka yang pendukungpun otomatis tergilas. Rencana kemandirian indusri otomotive pun sudah dihapus.Pabrik mobil Timor sudah jadi besi tua. PN Garam sudah dibubarkan. Bayangkan negara yang punya luas laut begitu besarnya engga punya pabrik Garam. APa jadinya kalau garam import ternyata hasil rekayasa industri..kan bisa bahasa bagi generasi mendatang yang kekurang yodium..

Kemandirian bukan berarti anti asing. Bukan. Kemandirian yang dimaksud adalah sinergi. Tak ada aneksasi satu sama lain. Asing harus menghormati kita kalau mereka mau ambil untung di negeri kita. Kehormatan tersebut adalah menempatkan kepentingan nasional diatas segala galanya. Kalau asing tidak mau maka tidak usah dilayani. Kita harus belajar dari china dan India , ternyata mampu mandiri dalam bersinergi degan asing...

Anonymous said...

Berarti UUD 45 harus diubah menjadi ...BUMI, LAUT dan UDARA dan ISINYA DIKUASI OLEH NEGARA ASING UNTUK KEMAKMURAN NEGARA ASING

Anonymous said...

Bung Zeli..
1. Maksudnya SAP itu apa ya..?

2. Mengenai nasib petani garam..mungkin mereka yang berpendapat..
Kenapa terlalu mempermasalahan garam. Nilai tambah garam tidak seberapa. masih banyak komoditi lain yang lebih menjanjikan seperti bahan-bahan tambang, kayu dan ikan...
Gimana..apa iya..?

Anonymous said...

Yang dimaksud Bung Zeli SAP itu adalah Structural Adjustment Program. Merupakan program dari IMF dan World Bank sebagai paradigma baru system pembangunan yang mengarah kepada NEOLIBERAL..anda baiknya baca dech semua artikel yang ada di blok bung zeli, semua lengkap.

Masa depan IKN?

  Jokowi mengatakan bahwa IKN itu kehendak rakyat, bukan dirinya saja. Rakyat yang dimaksud adalah DPR sebagai wakil rakyat. Padahal itu ini...