Joseph Stiglitz pernah berkata bahwa
SDA adalah kutukan bagi Indonesia. Karena SDA itulah Indonesia selalu jadi
rebutan asing. Akibatnya indonesia tidak pernah bisa merdeka dari kekuatan
asing. Karena SDA itulah membuat para pemimpin hilang visi dan hilang
kreatifitas untuk mandiri. Karena SDA
itulah yang membuat para elite malas dan doyan korup. Akibatnya selalu terjajah
dan miskin. Betapa tidak? Di Bumi ini hanya 17% lahan yang bisa ditanami
pangan, dan 42% nya ada di Indonesia.Seharusnya Indonesia sebagai lumbung
pangan dunia. Tapi apa kenyataannya? Indonesia hidup dari import pangan. Indonesia mempunya SDA Gas nomor dua terbesar
didunia tapi sampai hari ini PLN harus import Gas untuk kebutuhan pembangkit
karena GAS yang ada dijual ke Jepang, China dan Korea. Indonesia adalah negara konsumen kendaraan
nomor 5 terbesar didunia tapi dari lima negara itu hanya indonesia yang tidak
mampu membuat kendaraan dengan local content diatas 90%. Sebagian besar Kapal
Modern Penangkapan Ikan yang beroperasi di laut Indonesia dikuasai oleh Asing.
Negara kita kaya akan sumber daya laut namun Industri pengalengan ikan terpaksa
import ikan segar untuk bahan baku produksinya. Setiap jengkal peluang yang
berhubungan dengan SDA pastilah ada asing yang mengontrolnya. Indonesia hanya
mendapat sedikit dan yang banyak tentu asing. Bagi Jokowi bahwa SDA itu adalah
berkah Allah dan mengelolanya tidak hanya diperlukan orang pintar tapi lebih
dari itu adalah orang yang bermental baik. Ia harus petarung yang handal dan
mandiri.
Diperkirakan lebih dari Rp.300
triliun pendapatan sektor laut hilang begitu saja. Sementara dari sektor MIgas
sedikitnya Rp.1000 triliun terjadi loss oportunity setiap tahun. Sudirman Said
dipilih Jokowi sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Alumni
STAN, dikenal sebagai aktifis anti korupsi yang juga pendiri MTI ( masyarakat
transfransi Indonesia ). Dialah yang kali pertama mencetuskan ide pemberantasan
Mafia MIGAS. Dia juga berpengalaman sebagai executive financial company. Mengapa dia ? Karena misi ESDM adalah memastikan tidak ada lagi
kebocoran dan menggalang pendanaan secara mandiri melalui rekayasa pendanaan
tanpa tergantung dengan private investor. Menteri Kelautan dan Perikanan
diserahkan kepada Susi Pudjiastuti. Dia seorang pengusaha yang sukses dibidang
Perikanan dan Penerbangan. Misi Jokowi dengan slogan Jalesveva Jayamahe, “justru dilaut kita jaya” diserahkan bukan kepada Doktor Kelautan,
bukan pula kepada birokrat tapi kepada orang "gila " yang hanya
lulusan SMP namun terbukti berani gila "melawan arus” untuk sukses
memanfaatkan sumber daya laut. Jokowi mempercayakan ESDM bukan kepada insinyur Tambang sebagaimana
biasanya tapi kepada Ahli Auditor dan Financial. Dari penunjukan kepada kedua
orang ini jelas sekali bahwa pengelolaan ESDM dan Kelautan tidak lagi
berhubungan dengan how to play tapi berhubungan dengan go to play.Kedua orang ini punya rekam jejak yang bersih dan pemain yang hebat serta diakui oleh dunia bisnis. Cukup sudah SDA kita serahkan pengelolaannya kepada orang pintar lulusan universitas terbaik tapi akhirnya jadi pasien KPK.
Hal yang tidak pernah dilakukan
oleh Indonesia dibidang ESDM adalah menjadikan Indonesia sebagai player di
business MIGAS. Padahal kita memiliki potensi buyer yang sangat besar dan kini
termasuk konsumen migas nomor lima didunia. Kita juga memiliki potensi resource
MIGAS yang sangat besar dan masuk dalam kelompok negara produsen MIGAS didunia.
Dengan potensi itu anehnya Down stream Industry MIGAS tidak tumbuh. Sebagian
besar kebutuhan produk derivative MIGAS kita impor. Business jasa MIGAS seperti perkapalan ,
procurement ,Bunker Oil ( terminal BBM) migas tidak berkembang. Sebagian besar
jasa business MIGAS kita dapatkan dari asing. Kalau ditanya mengapa business migas
kita terpuruk dan akhirnya hanya menempatkan Indonesia penerima jasa bagi hasil
dari kedigdayaan asing mengelola business migas.? Jawabannya adalah sumber daya
MIGAS dikelola oleh orang bermental birokrat yang miskin visi business. Tentu
jangan berharap program MIGAS melahirkan kemandirian disegala bidang. Karena
mindset pengelolanya adalah mindset broker. Kebijakan dibuat tidak berspektrum jauh
kedepan. Dapatkan hari ini habiskan hari ini.! Dari mindset seperti inilah tumbuh mafia
MIGAS. Dari hulu sampai hilir. Dari kepala sampai ekor. Dari produksi sampai
distribusi. Semua mata rantai adalah sumber kebocoran yang membuat pengusaha
lokal dan asing menikmati laba tak terbilang dan membuat penguasa kaya raya
dari komisi dan suap. Selain itu sektor Sumber daya mineral seperti Batu Bara, nikel,emas dan lain lain harus ditingkatkan nilai tambahnya dengan memastikan terjadi pengolahan dalam negeri sehingga indonesia diuntungkan dari pajak ekspor serta memberikan kesempatan meluasnya angkatan kerja akibat tumbuhnya industri hilir dari keberadaan industri hulu barang tambang.
Juga samahalnya dengan Mafia
perikanan yang bersumbunyi di balik elit birokrasi, elit partai politik, maupun
oknum aparat keamanan, mulai dari urusan perizinan hingga perdagangan ikan ke
luar negeri. Dengan dukungan para
birokrat dan elite politik serta aparat keamanan, mafia ini melakukan
manipulasi sejak dari perizinan. Untuk mengurangi kewajiban membayar pajak/retribusi
perizinan, mereka memanifulasi bobot kapal yang diajukan izin. Karena adanya ketentuan
Pemerintah bahwa setiap usaha penangkapan ikan harus punya Unit Pengolahan Ikan
(UPI). Tujuannya agar semua ikan yang dieksport harus melalui Indonesia.
Sehingga pajak eksport masuk ke negara. Namun mereka membuat UPI abal abal untuk mengelabui hasil tangkapan yang sebenarnya. Setiap
tahun, Indonesia mampu menangkap 800 ribu ton ikan tuna. Namun, yang dijual ke
pasar internasional melalui pelabuhan eksport
hanya 100 ribu ton. Padahal hanya sebagian kecil yang dikonsumsi rakyat Indonesia. Ternyata,
700 ribu ton ikan tuna itu dijual ke pasar internasional melalui Thailand. Bukan rahasia
umum bahwa 90% kapal berbendera Indonesia itu para ABK nya adalah asing. Artinya
usaha penangkapan ikan itu sepenuhnya dibawah kendali asing. Setiap izin satu kapal, pengusaha lokal
mendapatkan fee dari asing sedikitnya USD 100,000 perbulan. Ada ribuan kapal yang menjarah laut
Indonesia. Hitunglah berapa komisi haramnya. Ini belum termasuk kerugian negara akibat penyalah gunaan subsidi BBM untuk kapal nelayan yang mencapai Rp.11 triliun pertahun. Sementara pemasukan negara berupa PNBP hanya Rp.300 miliar/tahun. Padahal satu
kali melaut kapal modern itu paling sedikit nilai tangkapannya mencapai USD 2
juta ( Rp. 20 milliar).
Tugas Sudirman Said dan Susi
Pudjiastuti teramat berat karena sektor MIGAS dan Perikanan dikuasai oleh MAFIA
yang berpuluh tahun dari era Soeharto sampai era SBY menikmati rente business
tak terbilang. Walau rezim berganti namun elite partai tidak berubah dan tentu
para elite itu tidak akan mau kehilangan financial resource nya. Namun dibawah presiden dan wakil presiden dari
kalangan pengusaha sukses yang bukan elite partai, kita berharap semoga bila
Presidennya bersih dan bawahannya juga bersih serta sistem yang ketat dari segala tindak korupsi maka Indonesia punya harapan. We have a hope. !
No comments:
Post a Comment