Saturday, April 26, 2014

Pemilih dan terpilih...

Winston Churchill  hampir tidak percaya ketika dia kalah dalam Pemilu paska perang dunia kedua tahun 1945. Padahal reputasinya sedang tinggi sekali karena dia berhasil membawa inggeris bersama Amerika keluar sebagai pemenang dalam perang dunia kedua melawan jerman. Peranannya sebagai ahli strategi, orator, diplomat dan politisi terkemuka menjadikan Churchill salah satu dari tokoh paling berpengaruh di dunia ketika itu. Mengapa rakyat pada akhirnya lebih memilih Partai Buruh dibandingkan dia? Rakyat memang terpesona dengan cerita dan berita kehebatan Churchill namun pada akhirnya rakyat tidak hidup dalam jargon dan retorika pemikiran Churchill. Rakyat tidak bisa menerima seorang pemimpin yang hidup dalam mimpinya dan berharap meraih kenyataan dari mimpi itu. Rakyat  ingin hidup dalam dunia nyata.Nyatanya perang dunia kedua hanyalah ambisi Churchill yang akhirnya membuat Inggeris bangkrut terlilit hutang akibat perang yang menurut sebagian besar rakyat inggeris, tak ada gunanya. Andaikan Churchill mau menerima konsep perdamaian dengan Hitler, perang tidak perlu terjadi. Korban akibat perang ,tidak perlu ada.  Namun yang terjadi terjadilah. Churchill merasa rakyat terlalu bodoh untuk memberikan mandat kepada Partai buruh yang hanya pandai mengeluh setiap hari. Bukan soal mengeluh atau apa, tapi justru buruh yang banyak berkorban untuk ambisi perang Churcill. Pemilu adalah pengadilan terbaik dihadapan Rakyat tentang siapakah yang dipercaya. Rakyat bersikap dan Churchill harus kalah.

Ada tiga teori tentang loyalitas pemilih dalam pemilihan umum. Yang partama adalah teori Identification atau Michigan Model ( 1997) yang menjelaskan bahwa pemilih mengindentifikasikan diri dengan partai politik yang mereka dukung. Artinya pemilih menentukan pilihannya sesuai dengan paham partai tersebut ( demokrat, sosialis atau nasionalis ). Kedua, adalah pendekatan social loyalty, dikenal dengan Europe model yang mengatakan variable identitas sosial adalah faktor lain penentu perilaku pemilih dalam pemilihan. Artinya dalam teori ini pemilih tidak lebih sebagai alat penegasan pemilih ( voters affirmation ) terhadap loyalitas sosial tertentu seperti agama, etnisitas komunitas dimana mereka dilahirkan, atau kesamaan profesi dll. Ketiga, adalah teori kompetensi dan integritas calon. Artinya pemilih lebih tertarik pada kualitas kandidat yang berlaga dipemilihan atau isu kampanye yang dikomunikasikan pasangan calon, tanpa mempersoalkan identitas sosial kandidat.  Di Indonesia sejak menerapkan pemilihan langsung, sejak  Pacasila dinyatakan ramai ramai sebagai dasar Partai maka teori pertama tidak lagi berlaku. Namun kelihatannya ada sebagian elite partai  masih percaya dengan social loyality. Nyatanya walau sudah menjadikan partainya berazaskan islam , tetap tidak berhasil menjadi pemenang walau mayoritas penduduk beragama islam. Teori ketiga , juga tidak efektif terbukti banyak tokoh hebat seperti Amin Rais gagal jadi capres. Banyak artis dan tokoh tenar juga gagal ke Senayan. Mungkin ada benarnya Fukuyama dalam tesisnya yang terkenal “the End of History” sebagai akhir dari sejarah. Bahwa konflik ideologi telah hilang dan digantikan dengan alasan-alasan demokratik yang rasional. Semakin maju orang berpikir semakin rasional dia bersikap, yang tentu tidak  mudah ditaklukan dengan magic word bernuasa agama, sosialis,nasionalis. 

Seorang teman nampak geram karena Aceng Fikri yang jelas jelas amoral karena menceraikan istri nikah sirinya karena alasan subjective dan akhirnya dilengserkan sebagai bupati oleh kekuatan politik DPRD. Nyatanya kini terpilih sebagai anggota DPD (Senator) mewakili Jawa Barat.  Padahal untuk menjadi anggota DPD lebih berat dibandingkan menjadi anggota DPR.  Aceng Fikri harus mendapatkan suara diatas 1 juta pemilih dan dia berhasil meraih 1.139.556 suara. Ini bukan hal yang sederhana. Sementara banyak artis tenar, tokoh masyarakat,elite partai gagal meraih suara untuk duduk di Senayan, bahkan enam anggota keluarga keraton Solo juga gagal menjadi legislatif padahal  secara defacto  mereka keluarga terhormat di Solo. Ada apa ini? Memang demokrasi liberal adalah system yang memastikan tidak ada superioritas. Semua pemilih dan dipilih adalah equal. Pemilih tidak bisa didikte dalam bentuk apapun karena kebebasannya dijamin oleh undang undang. Karenanya sehebat apapun anda dengan visi nasionalis, agamais, sosialis ,moralis pada akhirnya anda harus membuktikan dihadapan pemilih  bahwa anda memang patut dipilih untuk mewakili mereka.  Kata kata tetaplah kata kata, niat tetaplah niat namun pada akhirnya orang memilih anda karena memang anda pantas dipilih. Mungkin saja ada kecurangan dalam Pemilu dan itu tidak bisa dihindari namun yang harus diingat bahwa pemilu itu memungkinkan by system orang bebas mengawasi dan memastikan orang tidak bebas mencurangi. Kalaupun ada pelanggaran , tidaklah massive. Itu rasio yang tidak significant sehingga bisa merubah pilihan mayoritas.

Apakah ini sehat untuk kehidupan bernegara? Bagi orang yang senang dihormati oleh orang banyak karena patron , primordial (emosi keagamaan, profesi, etnis) maka demokrasi liberal sangat tidak nyaman. Apalagi  terbiasa dengan memaksa orang patuh secara totaliter atas kebenaran dari persepsi atas nama agama atau idiologi, tentu demokrasi liberal bukan system yang baik. Bahkan Soekarno merubahnya menjadi demokrasi terpimpin. Soeharto merubahnya menjadi Demokrasi Pancasila. Yang pasti ketika mereka bersandar kepada ketidak-setaraan , pada saat itu mereka berlaku menjadi penjajah atau tiran.Atas nama Pancasila , Soeharto menjadikan lawan politiknya pesakitan. Atas nama Revolusi, Soekarno menjadikan lawan politiknya pesakitan. Demokrasi liberal seakan memberikan isyarat kepada siapapun kalau ingin terpilih maka mereka harus bisa menaklukan hati pemilih. Satu satunya yang membuat orang takluk hatinya adalah apabila “diberi”. Namun pemberian yang tidak ikhlas mudah ditebak menjadi pemberian yang memalukan. Banyak caleg yang memberi ketika masa kampanye tapi tetap gagal mendapat korsi.  Pemilih punya prinsip ambill uangnya tapi jangan pilih orangnya. Jadi tidak seratus persen pemilih itu orang bodoh yang mudah dibeli. Mereka cerdas dan tahu bagaimana harus memilih. Ketika pemilu rakyat yang buta hurup namun tidak buta hati,tidak sulit menilai Partai mana yang peduli kepada mereka dan mana yang hanya retorika. PDIP dan Garindra menjadi pilihan utama Rakyat Jakarta karena mereka bisa merasakan hasil yang dicapai oleh Jokowi dan Ahok selama hampir 2 tahun memimpin Jakarta.

Yang pasti mereka yang bisa menaklukan hati pemilih itu kebanyakan adalah bukanlah orang kaya raya atau keluarga keraton tapi malas bersosialisasi dengan rakyat banyak. Bukan Da'i yang hanya datang kalau dikasih uang saku. Atau ulama yang rajin nulis buku tapi miskin spiritual sosialnya. Bukan aktifis yang hanya sibuk onani tentang konsep pemikiran hebatnya  namun hidup bergantung dari donasi orang lain.  Bukan ketua LSM yang hanya sibuk jadi pengamat di mediamassa dan menerima bayaran karena itu. Bukan ekonom / budayawan/ sosiolog/insinyur yang hanya sibuk berceloteh dan menghujat pemerintah tapi miskin tindakan dan tidak pernah bisa mandiri. Mereka yang terpilih  itu adalah orang biasa saja namun dia selalu dekat kepada rakyat dan ikut terlibat dalam karya nyata membantu rakyat tentang bagaimana menyelesaikan masalah keseharian. Tentu itu tidak dilakukan hanya ketika menjelang Pemilu tapi memang sudah menjadi kesehariannya selalu ada untuk orang banyak. Yang pasti mereka ini dimanapun berada selalu menentramkan. Mereka bagian dari rakyat dan akrab lahir batin. Karena itupula demokrasi liberal lambat namun pasti menciptakan kekuasaan berdasarkan kerakyatan yang rasional, dan tentu hanya masalah waktu liberalisme akan tereliminasi dengan sendirinya. Karena demokrasi dan liberalisme ibarat air dan minyak.Tidak akan pernah bersatu. Marx pernah berkata bahwa demokrasi yang sesungguhnya adalah masa depan dari masyarakat komunis dimana kekuasaan akan kembali pada rakyat dan rakyat-lah yang akan mengatur diri mereka sendiri. Ya hanya mereka yang akrab lahir batin dengan rakyatlah yang berhak memimpin dan dipilih...

Sunday, April 20, 2014

Koalisi Islam...

Dulu ketika Mursi  terpilih sebagai President Mesir, Partai Kebebasan dan Keadilan (Ikhwanul Muslimin) sebagai pendukungnya meraih suara 36,6 persen di Parlemen , diikuti partai garis keras Nour Salafi dengan 24,4 persen. Partai Islam moderat Wasat mendapat 4,3 persen. Jadi partai-partai Islamis memimpin dengan 65 persen suara. Ini super majority sehingga kelompok-kelompok liberal tidak bisa berbuat apa-apa di Parlemen. Tapi ketika Mursi bertekad untuk membersihkan Mesir dari Hakim yang korup, membersihkan birokrasi yang korup, menegakkan syariah islam justru terjadi perpecahan dalam barisan koalisi partai Islam. Karena memang awalnya kemenangan IM  dalam pemilu demokratis tidak didukung sepenuhnya oleh kekuatan islam didalam parlemen dan diluar parlemen juga tidak ada dukungan dari komponen perjuangan umat Islam lainnya,seperti, Hizbuttahrir, Salafiyyun, Jamaah Jihad, Jamaah Islamiah, dan lain lain. IM juga tidak bisa meyakinkan kelompok sekular dan katolik ,Islam liberal untuk mendukung agendanya. Berbeda dengan Erdogan di Turki yang sangat piawai mengelola konplik perbedaan tanpa mengorbankan visi misinya untuk Islam, dan memang kekuatan Partai AKP sangat solid persatuannya. Dalam hal Mursi di Mesir, memang tidak adanya persatuan diatara partai islam dan pejuang islam serta gagal meyakinkan kelompok sekular bahwa Islam itu the best way. Mursi dijatuhkan oleh Militer karena memaksakan agendanya tanpa ada dukungan penuh dari semua kekuatan. Dimanapun memang militer memungkinkan mengambil alih kekuasaan apabila pemerintah melanggar UUD dan keamanan dan ketertiban nasional terancam.

Pada suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasul tentang perbuatan yang paling bernilai dihadapan Allah. Kemudian Allah menurunkan surat Al- Ashaff (61):4 “ Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang orang yang berperang dijalan Nya dalam barisan yang teratur seakan akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. Penjelasan lebih lanjut tentang barisan yang rapat dan kuat itu dapat dibaca dalam permulaan surat Al Shaff 37:1-3): “Demi ( rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar benarnya,. Demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar benarnya perbuatan dosa. Dan demi ( rombongan) yang membacakan pelajaran “. Kekuatan barisan ini dapat terjelma apabila didukung oleh tiga unsur yaitu pertama, kekompakan yang membuat kita sangat solid. Kedua , orientasi ketuhanan( tauhid) yang membuat kita hanya tunduk dan patuh kepada Allah dan ketiga , komitment kepada kebenaran yang membuat kita selalu menyeru dan berpihak kepada kebaikan dan kemaslahatan umat. Ketiga unsur ini hanya mungkin berjalan apabila ada sikap disiplin atau istiqamah. Islam mengajarkan latihan disiplin dalam ritual sholat berjamaah dan tepat waktu. Syekh Mushthafa Al-Maraghi seorang ahli tafsir mengatakan bahwa pengertian Shaff itu sendiri bermakna disiplin yang tertuang dalam sikap istiqamah ( konsisten ) dalam visi dan misinya. “Orang-orang kafir satu dengan lainnya saling tolong menolong. Wahai kaum mukmin jika kalian satu dengan lainnya  tidak saling tolong menolong, maka akan muncul kekacauan dalam barisan kalian dan kerusakan yang besar di muka bumi” (QS Al-Anfal:73).

Displin menjaga persatuan dan kesatuan adalah kunci sukses menjadi pemenang. Itulah sebabnya Rasul pernah mengingatkan kaum muslimin agar disiplin “ Sebaik bainya amalan ( ibadah ) adalah amal yang dilakukan dengan disiplin tinggi meskipun itu kecil” makanya kita dianjurkan untuk belajar dari lebah dan barisan malaikat. Tanpa disiplin yang tinggi mempertahan barisan yang kuat maka selama itupula kita tidak akan pernah menjadi subject ( fa’ih) tetapi selamanya akan menjadi object penderita ( maf’ah) seperti yang sekarang terjadi setelah era reformasi. Karenanya wacana untuk adanya koalisi Partai Islam di Parlemen sangat menggembirakan. Ada harapan akan datangnya kemenangan, dan terlebih lagi bila semua kekuatan ormas islam juga bersatu untuk mendukung koalisi Partai Islam itu. Kalau berdasarkan quick count suara partai Islam mencapai 32 % namun kemungkinan real count akan mencapai 40% kursi di Parlemen. Ini sudah bisa dikatakan super majority. Walau  Golkar dan PDIP, GARINDRA, DEMOKRAT adalah partai sekular namun sebagian besar anggota DPR dari partai tersebut adalah alumni HMI yang pemahaman Islamnya tidak perlu diragukan. Mereka akan mudah memahami perjuangan Koalisi partai islam di Parlemen dan tentu akan mendukungnya. Yang pasti bila terjadi koalisi partai islam maka ajang pemilu Capres akan semakin ketat karena partai lain sulit mendapatkan koalisi memenuhi ambang batas 20% untuk mengajukan Capres.

Semoga pengalaman di Mesir dapat dijadikan pelajaran bagi para pemimpin partai dan ormas Islam di Indonesia. Juga pengalaman terdahulu dengan Poros Tengah dan akhirnya menjatuhkan serta mempermalukan pemimpin yang dipilih ( Gus Dur) jangan lagi terjadi. Bahwa apa yang terjadi pada Mursi di Mesir bukanlah karena demokrasi buruk tapi memang akhlak pejuang islam buruk. Sulit bersatu dan dipersatukan walau kiblat mereka sama. Mereka merasa yakin bahwa mereka paling benar dibandingkan golongan lainnya dan paling berhak untuk memimpin perjuangan atas nama Allah dan Rasul. Padahal keyakinan mereka itu bukanlah Rukun Iman yang tak boleh dibantah tapi hanyalah teori yang belum tentu benar. Mengapa persatuan dan kesatuan sangat sulit dicapai oleh kekuatan kelompok yang berjuang atas nama Islam? Karena sebetulnya mereka tidak sedang berjuang atas nama Islam tapi berjuang untuk kepentingan nafsunya. Itu saja.!Kalau mereka berjuang karena Allah dan mencintai Allah, maka tidak ada alasan untuk tidak bersatu. 

Wednesday, April 16, 2014

PDIP dan Asing...?

Setelah Pemilu Legislative yang berdasarkan hasil quick count  PDIP sebagai pemenang,muncul black campaign tentang PDIP. Bahwa PDIP tersandera dengan asing dan JOKOWI menyerahkan lehernya kepada Asing. Apalagi kebetulan sebagai Gubernur DKI, Jokowi menghadiri acara Welcome Party dirumah salah satu pengusaha.Acara ini khusus untuk Dubes AS Scot Marciel yang baru untuk Indonesia. Saya ingin meluruskan anggapan terhadap PDIP walau saya sendiri bukanlah pendukung PDIP.  Platform  PDIP itu adalah kemandirian sebagaimana  ajaran Bungkarno tentang berdikari. Ajaran berdikari ini akan dijaga dengan jiwa dan raga oleh Megawati. 

Baiklah, saya masih ingat ketika tahun 2002 dimana Pertamina menggelar tender untuk pengadaan kapal tanker jenis VLCC (Very Large Crude carrier). Kebetulan saya diminta teman mendampingi perusahaannya untuk ikut tender tersebut. Untuk diketahui bahwa pengadaan tanker menggunakan skema BBHP ( bareboat hire purchasing ). BBHP adalah bukan kontrak kepemilikan tapi kontrak sewa dalam rentang waktu lama. Setelah kontrak sewa habis, pihak penyewa berhak membeli dengan harga yang disepakati didepan. Berbeda dengan time charter dimana penyewa tidak bertanggung jawab atas biaya operasional. 

Dalam BBHP, penyewa bertanggung jawab atas segala biaya operasional termasuk bunga bank serta margin keuntungan dari pihak yang menyewakan. Namun selama kontrak BBHP, penyewa berhak mengarahkan kemana kapalnya akan berlayar dan dimana pelabuhannya.  Jadi pihak yang menyewakan mendapatkan keuntungan netto dari penyewaan kapal sementara kapalnya sendiri dibayar penuh oleh penyewa setelah kontrak selesai. Hebat,kan!

Namun karena kondisi keuangan pertamina yang parah akibat pemerintah gagal membayar susbidi minyak membuat Pertamina limbung dan mengancam kelangsungan distribusi BBM. Sementara sumber APBN semakin menyempit akibat penghentian ladang minyak Exxon di Riau dan Natuna serta block Cepu. Sementara Freeport yang juga memberikan sumber devisa dihentikan operasinya karena dianggap melanggar AMDAL. Tekanan dari IMF begitu kerasnya kepada Megawati, juga World bank dengan ancaman akan menghentikan bantuan dana. Karena itupula Megawati memutus kontrak dengan IMF. Megawati tahu dibalik skema BPPN ada IMF, namun dia tidak berdaya. Proses penarikan dana BLBI dan KLBI dilakukan melalui skema BPPN dan Megawati tidak bisa menghentikan karena sudah ada ketetapan DPR/MPR tentang itu. 

Apa yang bisa dilakukan oleh Megawati dengan kelangkaan dana tersebut? Pertamina harus melakukan restruktur biaya operasional. Semua kebijakan perusahaan yang berhubungan visi harus dievaluasi agar focus kepada penyelamatan cash flow jangka pendek. Salah satunya adalah meninjau ulang visi Pertamina menjadi World Class Oil Trading Company dengan cara menjual kontrak BBHP. Hasil evaluasi bahwa kontrak BBHP atas VLCC dalam jangka panjang merugikan Pertamina secara financial dan melepas kontrak BBPHP kepada pihak lain akan mendatangkan cash flow bagi Pertamina walau pertamina belum mengeluarkan uang satusenpun karena kapal tersebut belum selesai dibangun di galangan Kapal Hyundai Korea. Pelepasan kontrak BBHP ini dikawal ketat oleh Pemerintah dan dilakukan secara transparance melalui investment consultant independent Goldman Sachs. Pembelinya , orang indonesia juga.

Mengapa kontrak BBHP bisa dijual dan mendatangkan keuntungan bagi pertamina? Sebagaimana saya katakan bahwa BBHP itu menyewa kapal pada kurun waktu tertentu dan setelah selesai kontrak berhak membeli dengan harga ditetapkan didepan. Harga beli kapal itu menjadi sangat murah karena kebetulan setelah itu harga baja melambung tinggi karena terjadi pembelian besar besaran baja oleh china dipasar dunia. Sebetulnya yang dijual itu adalah opsi beli yang belum ada barangnya. Karena itu pertamina mendapatkan uang tunai sebesar kurang lebih USD 50 juta. Jadi tidak ada kerugian negara,bahkan negara diuntungkan.

Bagaimana dengan pelepasan Indosat? Kebijakan menjual BUMN adalah bagian dari rekontruksi dan privatisasi BUMN dalam jangka panjang yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini harus mendapat persetujuan dari DPR RI. Indosat dijual melalui lelang terbuka diatas harga pasar. Pembelinya bukan asing/Singapore. 

Saya dapat katakan ini karena  Sales and Purchase Agreementnya (SPA) atas Indosat tidak kepada STT Singapore tapi ke Indonesian Communication Limited (ICL). ICL itu hanyalah virtual company di negara bebas pajak yang terdaftar di BVI, Mauritius. Saya cek di business registry BVI Mauritus, tidak ada menyebutkan ICL sebagai anak perusahaan STT Singapore. ICL dimiliki oleh orang Indonesia sendiri. Namun ICL menunjuk Asia Mobile Holding Pte sebagai anak perusahaan STT Singapore sebagai operator alasannya bahwa STT Singapore dikenal sebagai the best operator telecomunication didunia. Terbukti benarlah, lima tahun setelah itu Indosat dijual kepada Qatar Telecom dengan harga Rp. 16 triliun atau tiga kali lipat dari harga ketika di beli pada tahun 2002 yang senilai USD 627 juta atau  lebih Rp. 5 triliun.

Pelepasan BCA melalui Skema BPPN atas dasar ketatapan DPR/MPR. Banyak pihak mengatakan bahwa BCA dimiliki oleh Farallon dari Amerika. Itu tidak benar !  Farallon yang dimaksud adalah Farallon Capital Management LLC yang berdasarkan  Securities & Exchange Commission,  merupakan perusahan go-public dengan nomor 0000909661. Namun di dalam situs SEC dan di 20-F FCM bagian daftar subsidiaries tidak terdapat nama FarIndo Investment maupun BCA sebagai anak perusahaan. 

Farindo investment adalah Special Vehicle Company yang sahamnya dimiliki oleh Group Djarum. Team Megawati berhasil menggiring lelang tersebut sehingga tidak jatuh kepada asing tapi kepada orang Indonesia sendiri. Memang yang beli adalah orang Indonesia yan etnis China tapi mereka warga negara Indonesia,dan mereka tumbuh bukan karena dadakan atau OKB tapi dari proses panjang berjuang dari generasi ke generasi. Apakah itu salah? mereka juga bayar pajak dan sebagian kita atau keluarga kita bekerja dengan mereka.

Begitupula mengenai LNG Tangguh dilakukan demi kepentingan nasional.Ingatlah bahwa PDIP itu partai yang berbasis idiologi dan neocolonialism adalah musuh laten bagi idiologi PDIP. Semoga kita bisa bijak bersikap terhadap PDIP khususnya Megawati. Karena fitnah itu dosa. Mari kita kawal yang benar itu benar dan yang salah itu salah...

Saturday, April 12, 2014

Siapa yang menang?

Dua hari lalu saya bertemu dengan teman yang saya tahu bahwa dia agent dari intel negara namun dia sendiri tidak mau membenarkan kalau saya klarifikasi. Dia sangat hemat berbicara namun bila berdiskusi dia lebih suka membawa kita berpikir secara rasional atas masalah yang dibentangkannya. Seperti yang dia katakan bahwa pada saat sekarang hasil quick count Pemilu Legislatif memastikan tidak ada super majority. Suara terdistribusi secara merata. Walau ada yang disebut pemenang dengan skor tertinggi namun tidak significant untuk bisa mengontrol parlemen. Nah bila kelak terpilih Presiden ,bagaimana pemerintah itu kelak? Tanyanya. Saya terdiam. Dia tetap tersenyum memandang saya. Tentu Pemerintahan tidak akan efektif. Kata saya. Dia mengangguk sambil memperlihatkan jempol jarinya. Kalau pemerintahan lemah apa jadinya ? tanyanya lagi. Tidak ada keputusan yang bisa dibuat dengan cepat dan akurat. Semuanya akan menjadi transaksional. Kata saya dengan kening berkerut. Dia tersenyum mendengar jawaban saya. Lantas siapakah yang diuntungkan dari situasi ini? ya meraka yang tetap ingin system demokrasi ini ada. Mereka yang tak ingin ada kekuatan yang ingin mengembalikan UUD 45 dan Pancasila sesuai dengan aslinya. Mereka yang tak ingin kekuatan islam bisa mengontrol kekuatan di Parlemen. Ini bagian dari operasi inteligent yang rumit sehingga membuat Pemilu bukan sebagai alat perubahan nilai secara legitimate tapi hanya menghasilkan lembaga yang lemah untuk berhadapan dengan kekuatan modal. Setidaknya bisa meredam agama dan idiology untuk berbuat dengan idealismenya. 

Saya hanya membayangkan andaikan Jokowi terpilih sebagai Presiden ,apa yang bisa dia lakukan dengan program Indonesia hebat  bila PDIP hanya 20% di DPR. Andai terpilih , apa yang bisa dilakukan oleh Prabowo dengan program pro rakyatnya bila korsi Garindra di DPR hanya 11%. Apa yang bisa dilakukan oleh Ical bila terpilih menjadi presiden bila suara Golkar hanya 15%. Pemilihan presiden kelak benar benar hanyalah lelucon termahal namun tidak lucu. Karena walau presiden dipilih langsung oleh rakyat dan andai 100% rakyat memilihnya menjadi presiden , dia tetap tidak akan efektif sebagai presiden.Karena dia harus tunduk pada system balance power dengan DPR yang dikuasai oleh banyak partai. Ini akan sangat melelahkan. Dengan hak yang ada pada DPR maka DPR bisa melakukan apa saja untuk adu kekuasaan dengan presiden seperti misal DPR bisa menghentikan pembahasan APBN dan pemerintahan bisa stuck seperti yang dilakukan oleh Parlement di Amerika. Atau kalau Presiden berani melakukan tindakan revolusioner merubah UUD dan berniat membubarkan Parlemen karena tidak mendapat dukungan dari Parlemen maka militer bisa mengambil alih kekuasaan sesuai UU. Karena walau militer tidak berpolitik namun secara konstitusi, militer bisa mengambil alih kekuasaan bila Presiden menggunakan kekuasaanya melebih UUD. Jadi kesimpulannya, kata saya , siapapun yang terpilih jadi presiden jangan dituntut dia dengan janjinya seperti katanya dalam Pemilu karena presiden bukanlah satu satunya penentu agenda tapi mereka yang ada di parlemen juga ikut menentukan. Teman saya mengangguk.

Nah, lanjut teman saya, saat sekarang sedang berlangsung renegosiasi KK Tambang, termasuk eksistensi Freeport dan Newmont. Sebelum Pileg terdengar rasa optimis bahwa renegosiasi KK Tambang akan selesai setelah  Pileg. Namun setelah Pileg keadaan menjadi lain. Freeport tidak melihat sebelah mata lagi kepada pemerintah sekarang. Makanya Freeport belum menyepakati poin divestasi, sementara Newmont masih belum menyepakati soal perluasan luas wilayah dan penerimaan negara. Keadaan menjadi stuck. Saya tahu itu karena salah satu fund manager dari Cooper Network mengatakan bahwa keliatannya petinggi Freeport dan Newmont di Washington lebih pede menyelesaikan perundingan dengan pemerintah baru.  Saya tidak tahu mengapa. Namun ada yang bilang bahwa ini soal kalkulasi bisnis. Lebih murah ongkos lobynya setelah pemerintah baru daripada sekarang. Karena pemerintah baru lebih lemah dibandingkan pemerintah sekarang. Sehingga tidak sulit menekan pemerintah melalui parlemen. Bagaimana dengan bangun koalisi? Sistem ketata negaraan kita bukanlah Parlementer tapi presidentil. Kesepakatan koalisi tidak mengikat secara undang undang sehingga tidak ada pelanggaran hukum bila anggota koalisi ingkar janji. Pengalaman terdahulu, koalisi tidak pernah kompak mengawal pemerintah SBY makanya president lambat mengambil keputusan.

Siapakah pemenang sesungguhnya dalam pemilu saat ini ? Ya Kapitalisme! Rich Dad’s , Conspiracy of the rich , dari Robert T. Kiyosaki menyebutkan ada empat hal yang membuat demokrasi harus dipertahankan oleh kapitalisme yaitu perlunya uang sebagai kekuataan dan karenanya perlu inflasi untuk memeras rakyat, perlu hutang untuk menggadaikan resource dan perlunya konsumsi untuk membuat orang tergantung terhadap pasar. Sebuah sistem nilai yang hebat tentang konspirasi orang kaya dan penguasa untuk menjajah yang lemah. Jadi yang diuntungkan dari Pemilu saat ini demokrasi tetap exist karena tidak ada super majority yang bisa menghapusnya. Bagi kapitalisme ini kemenangan yang mudah karena orang Indonesia sangat mudah diprovokasi untuk lupa musuh yang sebenarnya. Mudah diadu domba, sehingga antara mereka saling menghujat dan merasa paling benar, saling tidak mempercayai sehingga persatuan mereka pecah. Di dalam system persatuan umat pecah, dan diluar system juga pecah. Dan anehnya mereka tidak sadar sedang diobok obok dan  masing masing mereka masih yakin bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar walau kenyataanya besok mereka harus siap dengan kenaikan BBM dan kenaikan semua kebutuhan pokok. Karena pasar butuh margin dan mereka  semua harus bayar itu. Engga ada yang gratis.Tentu akan bertambah orang miskin yang tak mampu membeli dan itulah korban dari umat yang tak bisa bersatu untuk tegaknya keadilan bagi semua. Kini saya tak bisa lagi meminta kepada Allah kecuali berdoa “Allahumma, la ilaha illa anta. Subhanaka, inni kuntu minazzhalimin. Saya dan anda  memang zalim ..

Monday, April 7, 2014

Harapan...

Negeri ini hanya dikuasai oleh Partai.Para politisi menipu rakyat dengan istilah pemilihan langsung tapi nyatanya Partai menciptakan sekat antara rakyat dengan anggota dewan. Bila anggota partai terlalu setia kepada rakyat maka dia akan di PAW kan oleh Partai alias dipecat dan diganti dengan anggota partai lainnya yang tidah pernah ikut pemilu. Sehebat apapun Presiden yang dipilih namun ketika dia berkuasa, dia harus tunduk dengan politik keseimbangan ( Balance power). Dia harus mendengar apa kata DPR dan berdamai dalam perbedaan kepentingan. Ini bukan berdamai dengan satu partai seperti di China yang mudah diluruskan bila bengkok tapi ini berdamai dengan lebih dari satu partai dan ratusan orang berjas mahal di Parlemen, yang selalu kusut bertikai bila “pendapatan tidak sama”. Apa yang unik dari system demokrasi ini adalah semua orang tidak bisa mengclaim dia paling benar,dia paling bersih dan dia paling berkuasa. Semua dalam posisi sejajar. Para pejuang Agama memang tidak suka dan bahkan membeci Demokrasi liberal. Mereka inginkan kekuasaan seperti Imam Masjid. Satu tanpa dipersekutukan. Bila ia rukuk semua rukuk. Tapi bagi kaum sekular punya alasan lain bahwa kalau anda yakin dengan keyakinan anda mengapa anda tidak buktikan rakyat banyak akan mendukung anda lewat sistem demokrasi langsung.? Bila anda menang , anda bisa merubah system negara ini. Tapi anda hanya bisa marah dan menghujat orang lain sementara riak anda hanya bisa menggoyang sampan berukuran kecil. Tidak significant! karena rakyat banyak tidak mudah dibohongi lagi dengan jargon apapun termasuk agama.

Ada yang berkata bahwa revolusi sudah dekat. Ada pertanda, mereka yakin. Saya dapat memakluminya karena memang begitu adanya. Tapi bukan berdasarkan kegerahan dan kemarahan. Sederhananya, karena begitu berat dan parah yang dihadapi oleh rakyat akibat system yang terjebak dengan hutang sehingga terjajah oleh kapitalisme; doyan belanja namun lemah berproduksi.Kaya sumber daya alam tapi miskin penguasaan sumber daya alam. Negeri ini seperti orang sakit mental.Lihatlah dalam kampanye Pemilu semua partai sepakat untuk tidak bicara jujur tentang APBN yang terjebak hutang, tentang 90% sumber daya alam dikuasai Asing, dan tidak ada satupun partai berani berkata “Go to hell Freeport”. Tidak ada.! Dalam situasi ini, rakyat berharap ada partai dan pemimpin dengan keras berkata “revolusi system menuju negara berketuhanan yang berkeadilan. Para elite partai harus memperlihatkan niatnya yang sungguh sungguh untuk memimpin perubahan. Tapi hal itu sama sekali tidak terlihat.  Semua sepakat bahwa Pemilu adalah saatnya menari diatas panggung bersama artis dangdut. Berkata memuji  diri sendiri dan kemudian memberikan hadiah bola sepak kepada rakyat dan menebar uang receh dengan tak lupa menjanjikan kenaikan gaji dan penghasilan kepada rakyat. Padahal rakyat tidak butuh bola sepak, gaji naik, rakyat butuh mencari rezeki mudah dan ketika berbelanja harga terjangkau. Ya keberpihakan system melawan pemodal. Itulah yang paling sulit di delivery oleh politisi.

Ditengah situasi dimana perasaan dasar akan keadilan sosial kurang diperhatikan, semuanya bisa sangat mudah meledak, elite politik negeri ini tidak punya reputasi lagi dengani janjinya. Padahal setelah reformasi kekuatan dan reputasi rakyat terangkat sebagai bangsa yang berani melakukan perubahan tapi justru kekuatan dan reputasi elite politik dari tahun ketahun semakin anjlok sampai pada titik kolong rumah. Itulah mimpi buruk yang hanya menunggu waktu saja untuk menjadi nyata. Lantas siapakah kelak yang akan tampil setelah rezim demokrasi culas ini tumbang karena revolusi sosial ? Gerombolan Tiran yang menjadi ciri rezim ini, mengajak kita berpikir bahwa amandaemen UUD 45 akan langsung dibuang ke keranjang sampah sejarah. Suatu struktur yang dibuat oleh para pendiri negara ini akan mendapat tempat kembali. Para politisi diharamkan bicara terus kecuali menggerakan mesin partainya untuk menggalang massa berpartisipasi menjalankan kebijakan pemerintah. Tidak boleh ada lagi jual beli pasal UU di DPR , tidak boleh ada lagi voting,. Semua partai boleh bicara di DPR dengan visi yang sama dan berdebat untuk mempertajam visi kebangsaan , bukan untuk saling menjatuhkan.  President haruslah menjadi suatu lembaga yang tak tertandingi selama masa kekuasaannya dan harus siap mempertanggung jawabkan kekuasaannya menjelang akhir masa jabatannya. Tapi saya kawatir akan muncul kembali single power seperti Soeharto yang di create oleh elite untuk berlindung dari kesalahan dan kebobrokan. Kita miskin calon pemimpin yang sesuai dengan amanah UUD 45 dan Pancasila. Dimana amanah besar harulah dipegang oleh orang yang punya nurani besar dan jiwa besar menghadapi tantangan ditengah peradaban dunia yang carut marut. Samahalnya ada yang gamang dengan negara Islam karena tidak mudah mendapatkan pemimpin berakhlak Al Quran seperti sahabat Rasul.

Lantas apa jadinya bila revolusi tidak terjadi ? Jawabannya adalah kemungkinan besar adalah munculnya kelompok yang memiliki bakat kepemimpinan dan keahlian yang bergabung dalam komunitas tersendiri melawan system yang ada. Ini seperti gerakan The Tzu Chi di Taiwan. Mereka tidak melawan penguasa. Tidak membungkus diri dengan ideology atau agama. Mereka tampil sebagai kelompok yang tidak mermpermasalahkan perbedaan agama , mahzab dan ras. Mereka hanyalah kumpulan orang biasa yang berdakwah lewat keteladanan akhlak islami. Keseharian mereka adalah menebarkan akhlak kasih sayang dengan prilaku adab agar pemerintah mendengar mereka. Dengan itu mencoba menjangkau rakyat tertindas lewat berbagai program kemandirian dalam semangat gotong royong, dengan satu keyakin bahwa bukan kerja besar yang utama tapi cinta besar dibalik perbuatan. Siapakah mereka ini? Mereka adalah anak anak muda cemerlang yang lahir dari rakyat jelata dari kelas tertindas. Mereka mendidik dirinya sendiri untuk unggul dan mandiri.  Tak ubahnya seperti pemuda Masri di Sumatera Barat yang tak lulus SD namun mampu mendirikan 900 bank dan menjadi mentor bagi kaum duafa untuk mandiri. Mereka akrab dengan komunitasnya. Paham betul mengelola kebutuhan rakyat lewat pengalaman tempaan spiritualnya tanpa terpengaruh oleh buku buku teks dari Barat. Mereka tidak hanya diam. Slogan mereka adalah ” jangan hanya mengutuk kegegelapan, mari nyalakan lilin". Mereka juga tahu bahwa pekerjaan menyalakan lilin akan makan waktu lama untuk memberikan dampak nyata.

Tentu saja, setiap orang tahu bahwa perjalanan masih sangat jauh sebelum mereka akhirnya sukses. Mungkin mereka gagal. Namun mereka telah membangkitkan harapan.. Seperti apa yang dikatakan oleh Lu Xun, penulis China ” harapan adalah seperti jalan didaerah pedalaman, pada awalnya tidak ada jalan setapak, semacam itu, namun banyak orang berjalan diatasnya, jalan itu tercipta...

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...