Saturday, November 29, 2014

Investasi Asing...

Waktu kunjungan ke Pyongyang, saya didampingi oleh teman yang juga pejabat China. Pejabat Korea utara dengan bangganya menceritakan bahwa Korut adalah negara berdaulat dimana semua sumber daya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk seluas luasnya bagi kesejahteraan rakyat. Kami menutup diri dari dunia luar. Tidak ada orang asing menguasai SDA seperti di Korea selatan, katanya. Dari kendaraan yang melaju ke Hotel, saya meliat dipinggir jalan orang berjalan dengan wajah tanpa harapan. Nampak miskin dengan senyum dipaksakan sambil membungkuk ketika kendaran dengan plat nomor penguasa melintas. Usai kunjungan dan kembali ke Beijing ,teman saya meminta kesan saya terhadap Pyongyang. Saya hanya mengatakan singkat bahwa di negeri itu tidak ada peradaban.Teman saya tersenyum. Menurutnya kesalahan terbesar dari Korea Utara adalah menjadikan satu gerombolan berkuasa penuh menentukan apa saja demi tegaknya sebuah kekuasaan termasuk menempatkan seseorang sebagai diktator, untuk itu mereka menggunakan komunisme sebagai Idiologi. China pernah mengalami kesalahan seperti itu ketika era Mao. Untuk membangun peradaban ada dua prinsip yang harus disadari bahwa pertama, Bumi ini milik Tuhan, katanya. Kita berbeda dan terpecah belah karena adanya paham nasionalisme. Alangkah buruknya bila karena sebuah pemikiran imajiner tentang nasionalisme membuat kita tertutup dari dunia luar. Kemitraan dengan dunia luar itu mutlak. Itu sebabnya Era Deng, China membuka diri dengan dunia luar. Saat itulah kita meyakinkan pada diri kita bahwa kita bagian dari dunia luar. Banyak hal yang china miliki tapi juga banyak yang tidak dimiliki.Kemitraan dengan asing adalah saling melengkapi agar setiap bangsa bisa mendapatkan kemakmuran dari keterbatasannya.

Prinsip kedua adalah memastikan pembangunan itu karena adanya emansipasi dari rakyat. Proses pembangunan juga adalah proses emansipasi. Tugas negara menjaga proses emansipasi itu dengan cara yang benar dimana kebaikan diutamakan dan keadilan  tegak. Itu sebabnya China memilih jalan industrialiasasi sebagai visi. Semua sumber daya alam harus diolah didalam negeri. Tidak semua SDA itu dikelola oleh Negara , ada banyak yang dikelola oleh Private lokal maupun asing namun dipastikan negara berkuasa atas kebijakan bagaimana SDA itu dikelola. Kebijakan dasarnya adalah memastikan transfer technology terjadi dan distribusi kesempatan meluas. Karenanya pemerintah China membangun infrastruktur ekonomi, jalan, pelabuhan, bandara, dan lain lain agar koneksitas antara wilayah dapat melahirkan sinergi dibidang ekonomi. Dalam perkembangan berikutnya, pemerintah juga tidak melarang bila karena pertumbuhan ekonomi itu, swasta lokal maupun asing ingin mendapatkan keuntungan dari peluang pengadaan sarana umum dengan skema  Public Private Partnership (PPP) seperti Jalan Toll, Kereta Api ekspress, bandara, dll. Namun negara membatasi konsesi bisnis PPP itu dengan aturan yang jelas dan tegas. Sehingga ada kepastian hukum bagi investor dan juga bagi public yang diwajibkan membayar atas sarana umum itu. Jadi membangun itu bukan masalah apakah harus negara menguasai semua dan mengelolanya kemudian dibagikan kepada rakyat seperti ala sosialis komunis. Bukan pula menyerahkan semua sumber daya kepada dunia usaha seperti ala kapitalis liberalisme. Bukan begitu!. Kita perlu kapitalisme demi terlaksananya emansipasi rakyat membangun  namun kita butuh sosialisme agar negara hadir disetiap ruang itu demi tegaknya keadilan sosial. Jadi ya seperti sosial demokrat.

Apa yang dilakukan oleh china dalam membangun tidak jauh berbeda dengan Malaysia, yaitu visi industrialisasi. Sebagai ngara agraris, malaysia mengelola Perkebunan Sawit menerapkan tekhnologi dan padat modal. Hubungan antara petani dengan pengusaha besar diatur dalam sinergi yang kokoh.Sebagian besar perkebunan sawit dimiliki dan dikelola oleh petani dan negara bersama pengusaha besar sebagai pembina untuk tersedianya tekhnologi tanam yang mampu meningkatkan produksi dan kemudian membangun industri hulu untuk mengolah  CPO menjadi ethyl ester, Fatty acid, dan glycerine. 70% dari CPO ini diolah didalam negeri. Dari industri hulu CPO ini mengakibatkan terjadi arus investasi dari dalam  dan luar negeri untuk membangun industri yang membutuhkan bahan baku ethyl ester, Fatty acid, dan glycerine,seperti industri pangan (minyak goreng dan margarin), industry sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (biodisel). Karena visinya industri , walau Indonesia memiliki lahan sawit terbesar didunia, yaitu mencapai kurang lebih 18 juta hektar. Sementara Malaysia hanya 6 juta hektar.Tapi jumlah produksi kelapa sawit yang dihasilkan Malaysia per tahunnya, ternyata hampir dua kali lipat lebih besar dari Indonesia. Tapi Malaysia hanya menjual 30% saja dari total produksi CPO nya sementara Indonesia mengeksport 70% lebih CPO nya. Ketika harga export CPO jatuh , indonesia meradang nestapa namun malaysia tetap melaju karena 70% CPO diolah didalam negeri untuk menghasilkan produk bernilai tambah.

Sebetulnya Indonesia mempunyai banyak sekali peluang untuk tumbuhnya industrialisasi. Zaman Soeharto , kekuasaan dikelola dengan cara totaliter dan  semua SDA dikuasai negara. Namun tidak ada keadilan terhadap distribusi barang dan modal. Penguasaan ekonomi lebih kepada kroni penguasa yang bersenggama dengan asing. Industri tumbuh tapi hanya sebagai tukang jahit yang memanfaatkan upah murah. Pihak asing mendapatkan keistimewaan dari negara untuk mengelola SDA namun dieksport tanpa diolah didalam negeri. Ketika reformasi,kekuasaan dikelola dengan demokratis namun juga tidak ada keadilan distribusi barang dan modal. Penguasaan ekonomi dikuasai oleh pasar sementara rakyat banyak hanya jadi konsumen yang dijejali barang import. Terjadilah deindustrialiasi. Saat sekarang itu ingin dirubah oleh Jokowi. Di Forum APEC Dalam investment expose dihadapan CEO APEC, jokowi menawarkan investasi di Indonesia bukan karena pengurasan SDA untuk diangkut keluar tapi diolah didalam negeri dalam visi industrialisasi. Dengan prinsip negara akan menjadi leading untuk terjaminnya ketersediaan bahan baku, sumber daya manusia yang berkualitas, dan infrastrutur ekonomi yang meluas. Hanya dengan cara itu Indonesia bisa mengeskalasi pertumbuhan ekonominya yang setiap tahun berpacu dengan pertumbuhan angka kelahiran 3,5 juta, 1 juta angkatan kerja baru, harus membayar kesalahan rezim sebelumnya dengan angsuran hutang dan bunga sebesar Rp 154 trilun! setiap tahunnya. Ini bukan kerja mudah seperti mimpi sosialis dimana negara menguasai semua namun akhirnya negara ( elite ) mengambil semua dengan membagi secuil kepada rakyat. 

Ya, betul kata teman itu bahwa kita butuh pemimpin yang mengerti kapitalisme namun mempunyai hati sosialis. Bukan soal pilihan apa yang tepat sebagai idiologi tapi siapa pemimpin dibalik idiologi itu. Baik buruknya peradaban tergantung dari akhlak pemimpin yang kita pilih. Semoga Jokowi adalah pilihan yang tepat. Kepada Allah kita berserah diri...

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...