Kemarin saya bertemu dengan
teman.Dia executive consultant strategis khusus political advisory. Jasanya pernah
dipakai oleh calon Gubernur dari Indonesia dan sukses. Dia punya afiliasi
business di Indonesia. Anda tahu, kata teman saya bahwa apabila Garindra menolak koalisi dengan
Golkar dan Partai berbasis masa Islam,
Prabowo akan sangat mudah untuk menang. Mengapa ? alasannnya pertama,
Prabowo secara pribadi berbeda dengan Garindra. Orang memilih Prabowo karena
programnya untuk membersihkan Indonesia dari para maling yang mengakibatkan
kebocoran di Republik ini sangat besar. Kedua, orang ramai sudah muak dengan
politisi islam yang membawa agama tapi tetap saja maling.Orang muak dengan
Golkar yang menjadi tempat on the job
training bagi calon mind corruption. Orang bosan dengan jargon “wong cilik”
yang hanya melahirkan grombolan terpidana korupsi kasus Miranda Gultom. Ketiga,
orang memimpikan pemimpin yang tegas dan berani karena sudah bosan selama dua
periode dipimpin oleh presiden yang lemah dan ragu bertindak sehingga terkesan
lambat. Dengan ketiga alasan ini sudah cukup efektif menarik massa swing voter
yang berjumlah 42% dan ditambah kekuatan kader Garindra sebesar 11,81%. Jadi
dapat dianalisa perjuangan memenangkan Prabowo sebagai Capres lebih terukur
tingkat keberhasilannya, dan bukan tidak mungkin Swing voter ini bisa menarik
pemilih dari partai yang lain untuk menentukan pilihan kepada Prabowo. Apalagi
bila Prabowo bersedia datang ke Komnas HAM untuk mengklarifikasi
keterlibatannya dengan kasus penculikan aktifis dan kerusahaan Mei 1998.
Tapi , demikian lanjut teman
saya, bergabungnya Golkar, PAN, PPP, PKS ,PBB, dengan Garindra untuk mendukung
Prabowo sebagai capres , maka semua peluang Prabowo untuk menang semakin kecil.
Mengapa? Swing Voter itu bukan orang bodoh. Umumnya mereka walau mungkin bukan
orang kaya tapi mereka pemilih cerdas yang tidak bisa dibohongi dengan
pencitraan atau apapun.Mereka punya cara tersendiri untuk menghukum capres yang kata dan perbuatan tidak sama.
Bagaimana mungkin Prabowo meyakinkan dia akan menutupi kebocoran anggaran dan
kekayaan negara sementara partai pendukungnya semua terlibat kasus tindak
pidanan korupsi. Bukan hanya kadernya tapi Pimpinannya. Surya Dharma Ali, Ketua
PPP menjadi tersangka Korupsi dana Haji. Hatta Rajasa Ketua PAN, menjadi target
penyelidikan KPK dalam kasus Mafia
minyak dan hibah Kereta Api dari Jepang. Jaksa Penuntut Umum pada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Presiden Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) Anis Matta, terlibat dalam penggarapan proyek pengadaan benih kopi di
Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2012-2013. ARB , Ketua Golkar, tersangkut
skandal Lapindo dan kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang melibatkan tiga
perusahaannya PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resources.yang
sampai kini belum tuntas. MS Ka'ban, Ketua PBB , sejak 11 Februari 2014 dicekal
tidak boleh keluar negeri. Hal ini
karena kasus dugaan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tahun anggaran 2006-2007 dengan tersangka
Anggoro Widjojo.
Anda bisa bayangkan betapa
buruknya partai pendukung Prabowo. Kalaulah yang tersangkut KPK itu adalah
kader partai biasa , itu bisa dimaklumi namun ini terjadi pada Ketua Umum yang seharusnya mencerminkan keteladanan sesuai dengan
idiologi partai. Swing Voter tahu tentang ini.
Bahwa para petinggi partai itu merapat ke Prabowo karena mengharapkan
jabatan menteri dan uang agar masalah mereka dapat selesai. Apalagi semua
Partai yang kini mendukung Prabowo adalah Partai yang menginginkan perubahan
UU tentang KPK, yang tentu ingin
menjadikan sistem peradilan kita seperti Era Soeharto dimana kekuasaan
mengendalikan hukum. Tidak akan mungkin ada lagi hukum bisa menyeret besan Presiden masuk bui.
Dengan demikian janjinya untuk menutupi kebocoran semakin mempertegas itu hanya
tinggal cerita sebagai alat jualan agar orang memilihnya. Namun swing voter
tidak akan terpengaruh. Karena setiap dia berbicara selalu ada orang
disampingnya , dibelakangnya, yang sedang tersangkut kasus dengan KPK. Semakin
keras Prabowo berbicara dengan janjinya semakin keras Swing voter tertawa. Ini sangat
menyedihkan. Seharusnya sikap dan niat Prabowo untuk membersihkan Indonesia
dari korupsi dan kebocoran menjadi trigger untuk membuat orang ramai memilihnya namun kini malah jadi bahan
tertawaan. Bahkan para partai pendukungnya ikut memberikan komentar bahwa kata
kata Prabowo soal kebocoran itu tidak sepenuhnya benar. Apa engga lucu!
Bisakah Prabowo tegas? Tanya saya karena hanya itu yang tersisa hal
positif dari Prabowo. Teman saya dengan tersenyum mengatakan bahwa Prabowo tidak
pernah bisa mandiri bersikap. Itu bukan hanya soal urusan priibadi sampai
kepada urusan business dan politik. Apapun keputusannya sejak era Soeharto
sampai kini, ia sangat tergantung dengan adiknya Hashim. Bahkan dengan vulgar
Prabowo mengakui bahwa dia hanyalah wayang dan Hashim dalangnya. Ditambah lagi
bahwa Prabowo terlilit hutang gigatik. Sebetulnya Prabowo tidak perlu terjebak
hutang kalau dia tidak mengikuti kebijakan business Hashim. Namun karena itu
Prabowo melaui perusahaan yang dipimpinnya harus menanggung hutang sebesar
lebih dari Rp.14 triliun. Berkat Pengadilan Niaga, Prabowo diselamatkan dari
kebangkrutan dan harus melunasi hutang itu dalam 15 tahun. Pikirlah,kata teman
saya bagaimana Prabowo bisa tegas dengan asing sementara dia berhutang dengan
lembaga keuangan asing. Tidak ada kamusnya orang berhutang dan terjebak Riba
bisa bersikap tegas. Umumnya mereka yang terlilit hutang itu sangat lemah, dan
cenderung mengekor karena berharap belas kasihan dari kreditur. Para partai
pendukungnya adalah mereka yang berpengalaman menjatuhkan Soeharto dan Gus Dur. Kasus penculikan aktifis 1998 dan Chaos mei
1998 yang belum pernah tuntas secara hukum akan menyandera Prabowo dihadapan
Partai Koalisinya yang kapan saja bisa diledakan untuk melengserkannya sebagai
presiden terpilih. Ini semakin memperjelas bahwa Prabowo tidak mungkin bisa
tegas dihadapan Partai Koalisinya.
Apakah ini disadari oleh Prabowo?
Teman saya dengan tersenyum mengatakan bahwa Prabowo utamanya Hashim masih
percaya dengan teori tentang social loyalty, dikenal dengan Europe model yang
mengatakan variable identitas sosial adalah faktor lain penentu perilaku pemilih
dalam pemilihan. Artinya dalam teori ini pemilih tidak lebih sebagai alat
penegasan pemilih ( voters affirmation ) terhadap loyalitas sosial tertentu
seperti agama, etnisitas komunitas dimana mereka dilahirkan, atau kesamaan
profesi dll. Itulah dasarnya mengapa Prabowo mau menerima koalisi dari partai
yang berbasis agama dan kelompok pekerja.
Padahal teori ini sudah tidak efektif lagi. Karena hanya nampak lebih ramai ditataran
elite ( patron ) yang belum tentu menjangkau pemilih dari semua lapisan. Kelemahan
ini dibaca dan dipelajari dengan cermat oleh team Jokowi dengan membentuk
sukarelawan. Saat sekarang jumlah group Sukarelawan tembus mencapai 750,000.
Para group sukarelawan ini tidak dibayar dan mereka akan bergerak lebih
sistematis diakar rumput dibandingkan dengan mesin partai. Lebih efektif
dibandingkan dengan Ormas yang lebih banyak acara seremonial. Makanya jangan terkejut bila hasil survei Litbang
Kompas menunjukkan, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla masih memimpin popularitas
dukungan masyarakat dengan 42,3 persen, unggul dari pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa yang dipilih oleh 35,3 persen. Dengan sisa waktu tidak
lebih 3 minggu , rasanya hampir tidak mungkin Prabowo bisa menyalip Jokowi,
karena 7% itu sangat besar.