Padamnya listrik selama 12 jam lebih karena jaringan transmisi Jawa tengah putus. Nah karena sistem transmisi menggunakan interconnection maka apabila jaringan putus, terpaksa semua pembangkit listrik yang ada di Jawa- Bali sebagian harus dimatikan ( shutdown). Mengapa ? Agar tidak terjadi ketidak seimbangan tegangan listrik , yang bisa berdampak lebih parah. Selama proses perbaikan itu, terpaksa listrik di Jawa padam ( tentu daerah tertentu tetap nyala dengan tritmen khusus. Management pencitraan). Setelah jaringan transmisi dapat diperbaiki, pembangkit listrik kembali dihidupkan. Namun tidak bisa otomatis nyala. Karena sebagian besar pembangkit listrik yang besar itu menggunakan PLTU, yang tidak bisa langsung nyala. Harus melalui proses maintenance terlebih dahulu untuk bisa nyala.
Bagaimana dengan Jakarta! Yang jadi masalah adalah menghidupkan kembali PLTU sebesar 3000 MW seperti Suralaya membutuhkan sedikitnya energi 300 MW, sementara turbin cadangan tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya sistem keamanan listrik untuk ibukota juga jebol dan Blackout selama lebih 10 jam. Terpaksa menarik listrik dari pembangkit di Jawa barat. Maka terjadilah proses menghidupkan listrik berjalan lambat dan berdampak luas.
Menurut saya, apa yang terjadi pada PLN kemarin dapat dikatagorikan bencana. Bukan bencana karena alam, tetapi akibat sistem management PLN yang brengsek. Dari tahun ke tahun PLN menyembunyikan borok yang parah. Kejadian kemarin pernah terjadi 17 tahun lalu. Seharusnya tidak terjadi lagi sekarang. Bahkan tidak pernah terjadi di negara yang punya kapasitas listrik seperti di Indonesia. Mengapa saya katakan seperti itu. ? Karena kelemahan PLN ada pada sistem perawatan transmisi dan ini sumber korupsi sangat besar. Apalagi dengan sistem interkoneksi yang sulit diketahui cost efektif transmisi terhadap masing masing pembangkit listrik.
PLN itu dari sisi asset dan revenue, adalah BUMN terbesar di Republik ini Namun dari keadaaan itu juga terjadi Korupsi yang sistematis dan gigatis. Hampir semua elite politik terlibat bermain kotor, dari sejak pembangunan pembangkit listrik sampai pada sistem transmisi yang menimbulkan biaya tinggi. Walau begitupun, bukankah PLN untung? Ya, Namun untung yang tidak wajar bila dibandingkan dengan PLN negara lain, katakanlah seperti Malaysia. Apalagi PLN adalah satu satunya BUMN yang dapat pinjaman dengan jaminan dari APBN. Ini benar benar beresiko terhadap kekuatan fiskal. Bila terus jadi sapi perahan elite politik.
Saran saya kepada Jokowi adalah pertama, tempatkan direktur PLN orang kuat yang tidak takut ditekan oleh siapapun, ya seperti BULOG sekarang. Ia bukan diusulkan oleh elit politik. Tetapi benar benar profesional jauh dari transaksional jabatan. Secara pribadi saya sangat setuju Ahok jadi dirut PLN. Apalagi PLN itu menyangkut 50 juta konsumen yang memang harus dikelola dengan bersih agar tidak berdampak bencana politik.
Kedua, sistem interconnection harus di revisi ulang. Ini sistem jadul sejak era Soeharto dimana pembangkit listrik di Jawa belum semua nya tersedia. Lebih baik mengubah sistem agar lebih baik daripada mempertahankan yang ada, yang kapan saja bisa putus dan dampaknya sangat besar merugikan masyarakat. Apalagi 70% ekonomi berputar di Jawa. Sehari saja listrik Jawa putus maka itu sama saja mematikan 70% sumber ekonomi nasional. Ketiga, libatkan KPK untuk audit ulang semua PPA yang ada dan paksa untuk di revisi bila ada indikasi merugikan negara. Tangkap siapapun yang terindikasi terhubung dengan korupsi listrik. Keempat pastikan PLN segera IPO agar manajemen lebih transfaran.
***
Tahukah anda bahwa total Asset BUMN mencapai Rp 8.092 Triliun. Bayangkanlah sumber daya aset sebesar itu, kalaulah 2% saja mengalir setiap tahunnya ke elite politik melalui suap, bisnis rente yang memeras, konspirasi , atau apalah, maka jumlahnya bisa mencapai Rp. 16 triliun. Apa mungkin hanya 2% ?. Tentu angkanya akan lebih besar lagi. Itu sebabnya menyentuh BUMN itu sama saja menyentuh pundi pundi elite Politik. Butuh kekuatan besar dan nyali besar untuk membenahi BUMN. Mengapa ? karena yang terlibat itu elite politik dari lingkaran Partai, TNI, Ormas, dan masih banyak lagi termasuk broker dan pengusaha rente. Mereka jadi jaringan yang smart dan licin untuk membuat BUMN sebagai sumber daya keuangan bagi kepentingan kelompok dan pribadinya.
Satu contoh, sampai hari ini belum ada pengganti Dirut PLN secara definitif. Sejak Dirut PLN Sofyan Basir mengundurkan diri karena kasus (PLTU) Riau -I , sudah dua kali ganti Dirut pelaksana tugas (PLT). Pertama Djoko Rahardjo Abumanan. Dia diangkat pada 29 Mei 2019. Tapi 2 Agustus 2019 Djoko diganti oleh Sripeni Inten Cahyani. Pertanyaan bego adalah bagaimana mungkin PLN dengan Asset mencapai Rp. 1,275 trillion, yang lebih besar dari Pertamina dan Bank Mandiri dibiarkan kosong tanpa dirut definitif. Ada apa ? mengapa sulit sekali mengganti Dirut PLN? Keliatanya sama dengan pergantian dirut PERTAMINA. Sama sama tajir uang. Makannya pertarungan di puncak kekuasaan sangat keras sekali.
Mengapa ? seorang Dirut dia punya kekuasaan terhadap sumber daya yang ada di BUMN. Apapun dia bisa lakukan, termasuk konspirasi dengan elite politik. Itu sebabnya walau kadang seorang dirut faktanya tersangkut KPK, tetap saja diperjuangkan oleh elite politik agar bebas. Dan jabatanya dibiarkan kosong agar bila dia bebas, bisa kembali ke pos nya. Sementara elite yang ingin menggusur terus bertahan dengan tekadnya. Maka perang bintang tidak terelakan. Kita orang awam tidak paham tentang kejadian diatas. Itu semua terjadi secara senyap. Hasilnya bagaimanapun mengorbankan BUMN. Dan mereka tidak peduli soal itu.
Apakah mereka tidak takut KPK? Sepanjang tidak ketahuan KPK dan semua dilakukan dengan semangat berbagi dalam keadilan diantara mereka, maka semua akan baik baik. Tetapi yang namanya bedebah itu, yang mereka takuti sesungguhnya hidup tanpa uang dan harta. KPK bukan yang ditakuti. Perhatikan. Pernahkah melihat mereka nampak takut ketika pakai rompi orange ? Kan engga. Makanya sifatnya sama dengan tikus. Apapun di kerat dan selalu awas dari jebakan OTT. Kalau kena KPK ya itu apes aja. Tidak ada efek jera terhadap yang lain.
Saya sependapat dengan Megawati, dalam pidato politiknya di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I, PDIP, di Jakarta International Expo (JIE), Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (10/1/2015), mengingatkan bahwa BUMN seharusnya mengacu pada apa yang diamanatkan Undang-Undang Dasar (1945), tentang kesejahteraan rakyat. "Karena itulah mengapa BUMN memiliki fungsi dan menjadi alat negara untuk meningkatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berbeda dengan yang terjadi saat ini. BUMN hanya diperlakukan seperti korporasi swasta.
Atas kejadian Blackout PLN kemarin, politisi PDIP Hendrawan mengatakan peristiwa ini sepatutnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk introspeksi. Dia mengatakan manajemen BUMN harus dibenahi. Nah Pak Jokowi secara politik bapak didukung oleh PDIP untuk membenahi BUMN. Ini serius. Karena PDIP lah yang merupakan Partai pengusung bapak. Jadi tidak perlu ragu lagi. Lawan semua elite Politik yang menikmati rente terhadap BUMN. Apapun bentuknya. Termasuk yang backup direksi BUMN yang korup. Pembenahan BUMN di periode kedua ini adalah tugas mulia. Mengapa? karena sejak indonesia merdeka sampai era SBY tidak pernah berhasil. Ini akan jadi legacy bagi generasi mendatang. Apakah bapak akan dicatat menjadikan BUMN sebagai sumber daya bagi kemakmuran rakyat atau hanya jadi sumber kemakmuran elite. Yang pasti kami sebagai rakyat ada disamping bapak melawan elite busuk itu.