Negeri ini hanya dikuasai oleh Partai.Para politisi menipu rakyat dengan istilah pemilihan langsung tapi nyatanya Partai menciptakan sekat antara rakyat dengan anggota dewan. Bila anggota partai terlalu setia kepada rakyat maka dia akan di PAW kan oleh Partai alias dipecat dan diganti dengan anggota partai lainnya yang tidah pernah ikut pemilu. Sehebat apapun Presiden yang dipilih namun ketika dia berkuasa, dia harus tunduk dengan politik keseimbangan ( Balance power). Dia harus mendengar apa kata DPR dan berdamai dalam perbedaan kepentingan. Ini bukan berdamai dengan satu partai seperti di China yang mudah diluruskan bila bengkok tapi ini berdamai dengan lebih dari satu partai dan ratusan orang berjas mahal di Parlemen, yang selalu kusut bertikai bila “pendapatan tidak sama”. Apa yang unik dari system demokrasi ini adalah semua orang tidak bisa mengclaim dia paling benar,dia paling bersih dan dia paling berkuasa. Semua dalam posisi sejajar. Para pejuang Agama memang tidak suka dan bahkan membeci Demokrasi liberal. Mereka inginkan kekuasaan seperti Imam Masjid. Satu tanpa dipersekutukan. Bila ia rukuk semua rukuk. Tapi bagi kaum sekular punya alasan lain bahwa kalau anda yakin dengan keyakinan anda mengapa anda tidak buktikan rakyat banyak akan mendukung anda lewat sistem demokrasi langsung.? Bila anda menang , anda bisa merubah system negara ini. Tapi anda hanya bisa marah dan menghujat orang lain sementara riak anda hanya bisa menggoyang sampan berukuran kecil. Tidak significant! karena rakyat banyak tidak mudah dibohongi lagi dengan jargon apapun termasuk agama.
Ada yang berkata bahwa revolusi sudah dekat. Ada pertanda, mereka yakin. Saya dapat memakluminya karena memang begitu adanya. Tapi bukan berdasarkan kegerahan dan kemarahan. Sederhananya, karena begitu berat dan parah yang dihadapi oleh rakyat akibat system yang terjebak dengan hutang sehingga terjajah oleh kapitalisme; doyan belanja namun lemah berproduksi.Kaya sumber daya alam tapi miskin penguasaan sumber daya alam. Negeri ini seperti orang sakit mental.Lihatlah dalam kampanye Pemilu semua partai sepakat untuk tidak bicara jujur tentang APBN yang terjebak hutang, tentang 90% sumber daya alam dikuasai Asing, dan tidak ada satupun partai berani berkata “Go to hell Freeport”. Tidak ada.! Dalam situasi ini, rakyat berharap ada partai dan pemimpin dengan keras berkata “revolusi system menuju negara berketuhanan yang berkeadilan. Para elite partai harus memperlihatkan niatnya yang sungguh sungguh untuk memimpin perubahan. Tapi hal itu sama sekali tidak terlihat. Semua sepakat bahwa Pemilu adalah saatnya menari diatas panggung bersama artis dangdut. Berkata memuji diri sendiri dan kemudian memberikan hadiah bola sepak kepada rakyat dan menebar uang receh dengan tak lupa menjanjikan kenaikan gaji dan penghasilan kepada rakyat. Padahal rakyat tidak butuh bola sepak, gaji naik, rakyat butuh mencari rezeki mudah dan ketika berbelanja harga terjangkau. Ya keberpihakan system melawan pemodal. Itulah yang paling sulit di delivery oleh politisi.
Ditengah situasi dimana perasaan dasar akan keadilan sosial kurang diperhatikan, semuanya bisa sangat mudah meledak, elite politik negeri ini tidak punya reputasi lagi dengani janjinya. Padahal setelah reformasi kekuatan dan reputasi rakyat terangkat sebagai bangsa yang berani melakukan perubahan tapi justru kekuatan dan reputasi elite politik dari tahun ketahun semakin anjlok sampai pada titik kolong rumah. Itulah mimpi buruk yang hanya menunggu waktu saja untuk menjadi nyata. Lantas siapakah kelak yang akan tampil setelah rezim demokrasi culas ini tumbang karena revolusi sosial ? Gerombolan Tiran yang menjadi ciri rezim ini, mengajak kita berpikir bahwa amandaemen UUD 45 akan langsung dibuang ke keranjang sampah sejarah. Suatu struktur yang dibuat oleh para pendiri negara ini akan mendapat tempat kembali. Para politisi diharamkan bicara terus kecuali menggerakan mesin partainya untuk menggalang massa berpartisipasi menjalankan kebijakan pemerintah. Tidak boleh ada lagi jual beli pasal UU di DPR , tidak boleh ada lagi voting,. Semua partai boleh bicara di DPR dengan visi yang sama dan berdebat untuk mempertajam visi kebangsaan , bukan untuk saling menjatuhkan. President haruslah menjadi suatu lembaga yang tak tertandingi selama masa kekuasaannya dan harus siap mempertanggung jawabkan kekuasaannya menjelang akhir masa jabatannya. Tapi saya kawatir akan muncul kembali single power seperti Soeharto yang di create oleh elite untuk berlindung dari kesalahan dan kebobrokan. Kita miskin calon pemimpin yang sesuai dengan amanah UUD 45 dan Pancasila. Dimana amanah besar harulah dipegang oleh orang yang punya nurani besar dan jiwa besar menghadapi tantangan ditengah peradaban dunia yang carut marut. Samahalnya ada yang gamang dengan negara Islam karena tidak mudah mendapatkan pemimpin berakhlak Al Quran seperti sahabat Rasul.
Lantas apa jadinya bila revolusi tidak terjadi ? Jawabannya adalah kemungkinan besar adalah munculnya kelompok yang memiliki bakat kepemimpinan dan keahlian yang bergabung dalam komunitas tersendiri melawan system yang ada. Ini seperti gerakan The Tzu Chi di Taiwan. Mereka tidak melawan penguasa. Tidak membungkus diri dengan ideology atau agama. Mereka tampil sebagai kelompok yang tidak mermpermasalahkan perbedaan agama , mahzab dan ras. Mereka hanyalah kumpulan orang biasa yang berdakwah lewat keteladanan akhlak islami. Keseharian mereka adalah menebarkan akhlak kasih sayang dengan prilaku adab agar pemerintah mendengar mereka. Dengan itu mencoba menjangkau rakyat tertindas lewat berbagai program kemandirian dalam semangat gotong royong, dengan satu keyakin bahwa bukan kerja besar yang utama tapi cinta besar dibalik perbuatan. Siapakah mereka ini? Mereka adalah anak anak muda cemerlang yang lahir dari rakyat jelata dari kelas tertindas. Mereka mendidik dirinya sendiri untuk unggul dan mandiri. Tak ubahnya seperti pemuda Masri di Sumatera Barat yang tak lulus SD namun mampu mendirikan 900 bank dan menjadi mentor bagi kaum duafa untuk mandiri. Mereka akrab dengan komunitasnya. Paham betul mengelola kebutuhan rakyat lewat pengalaman tempaan spiritualnya tanpa terpengaruh oleh buku buku teks dari Barat. Mereka tidak hanya diam. Slogan mereka adalah ” jangan hanya mengutuk kegegelapan, mari nyalakan lilin". Mereka juga tahu bahwa pekerjaan menyalakan lilin akan makan waktu lama untuk memberikan dampak nyata.
Tentu saja, setiap orang tahu bahwa perjalanan masih sangat jauh sebelum mereka akhirnya sukses. Mungkin mereka gagal. Namun mereka telah membangkitkan harapan.. Seperti apa yang dikatakan oleh Lu Xun, penulis China ” harapan adalah seperti jalan didaerah pedalaman, pada awalnya tidak ada jalan setapak, semacam itu, namun banyak orang berjalan diatasnya, jalan itu tercipta...
No comments:
Post a Comment