Marzuki
Alie, adalah pria kelahiran Sumatera Selatan. Latar belakang pendidikannya
adalah bidang Ekonomi Management dan kemudian dilanjutkan Corporate Finance
pada Master degree. Sepanjang karirnya dia hanyalah PNS yang terakhir bekerja
sebagai Direktur PT. Semen Baturaja. Kemudian ketika peluang reformasi
memungkinkan siapa saja masuk dalam kancah bisnis pada bidang politik maka
diapun bergabung dengan Partai Demokrat. Demikian sekilas rekam jejak latar
belang seorang Marzuki Alie. Dia hanya
tahu bahwa dalam system demokrasi pemenang ditentukan oleh kepiawaian mengemas
strategi kampanye untuk menggiring rakyat bodoh kedalam bilik pemilu dan
memilihnya. Itu sebabnya dia terobsesi dengan marketing politik dan akhirnya
diperdalamnya dalam bidang keilmuan dengan mengatarkannya sebagai PHD dalam
tesis Marketing Politik pada University Utara Malaysia. Ya bagi Marzuki Alie ,
politik tak ubahnya business, yang butuh strategy marketing untuk instant menjadi pemenang, bukan social effort yang lahir dan ditempa lewat perjuangan panjang ditengah masyarakat yang harus dibela karena Allah.
Kini
Marzuki Alie duduk sebagai Ketua DPR RI dan sekaligus sebagai Wakil Ketua Dewan
Pembina Partai Demokrat. Apakah dia qualified sebagai pejabat Negara atau
politisi? Saya tidak tahu pastinya. Dalam teori intelligent ada cara untuk
mengetahui karakter seseorang sekaligus mengetahui apakah dia jujur dengan
sikapnya. Caranya adalah ajukan pertanyaan mudah maka dia akan menjawab dengan
spontan. Jawaban spontan inilah kebenaran yang keluar karena tanpa kendali otak
kirinya. Kadang orang tidak sadar akan hal itu. Ada beberapa kata kata yang keluar dari
Marzkui Alie yang direkam oleh wartawan dan ini bisa kita jadikan cara untuk
menilai pribadi Marzuki Ali. 27 Oktober 2010, setelah nelayan di Mentawai, Sumatera
Barat, terkena tsunami. Ketika ditanya
atas bencana itu, dia menjawab “ Ada pepatah, kalau takut ombak, jangan tinggal
di pantai. 17 Februari 2011, Anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke luar
negeri membawa serta istrinya. Marzuki menanggapi, "Laki-laki sifatnya
macam-macam. Ya, perlu diurus untuk minum obat, (atau) pengin hubungan dengan
istrinya rutin. Itu terserah. Sepanjang tidak menggunakan uang negara."
26
Februari 2011, Marzuki mengomentari sejumlah kasus yang menimpa tenaga kerja
wanita di luar negeri. "PRT TKW itu membuat citra buruk, sebaiknya tidak
kita kirim karena memalukan. 9 Mei 2011, Marzuki menanggapi rencana pembangunan
gedung baru di kompleks MPR/DPR yang menuai kritik. "DPR ini bukan
ngurusin gedung, tapi rakyat. Kalau saudara-saudara tanya soal gedung terus,
DPR tak ada lagi, ngurusin gedung saja. 13 April 2011, hama ulat bulu menyerang
Pulau Jawa. "Saya dengar, (serangan hama) ulat bulu sampai ke Jakarta. Itu
peringatan Tuhan. 29 Juli 2011, Kasus korupsi di Indonesia terus terungkap oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi. Terungkap pula kasus politikus Partai Demokrat M.
Nazaruddin. "Jadi, kita maafkan semuanya. Capek kita ngurusin masa lalu
terus." "Kalau tudingan Nazaruddin terbukti, sebaiknya KPK bedol desa
atau lembaganya dibubarkan saja. 21 Desember 2011, Fitra mengkritik besarnya
anggaran DPR yang mencapai Rp 69 miliar untuk renovasi gedung. "Kalau
tidak mau keluar biaya, kita tidur saja, gampang. Saat kasus Nazaruddin
menyeruak, Marzuki membuat usulan mengejutkan yakni memaafkan koruptor.
"Jadi kita maafkan semuanya, kita minta semua dana yang ada di luar negeri
untuk masuk. Tapi kita kenakan pajak."
Sidang
Paripurna DPR pembahasan APBN-P terus dihujani interupsi. PDI Perjuangan
menolak usulan kenaikan harga bahan bakar minyak. Waktu kian sempit dan
sejumlah politikus PDI-P termasuk Puan Maharani berada dekat dengan tempat
duduk pimpinan DPR. PDI Perjuangan walk out setelah mendengar ucapan tersebut.
"Anda tak diizinkan ke sini, silakan Anda duduk atau saya akan minta Anda
keluar dari ruangan. Anda berusaha membeli waktu.” Ada juga ucapannya seperti
ini “ Koruptor adalah orang-orang
pintar. Mereka bisa dari anggota ICMI, anggota HMI, lulusan UI, UGM, dan
lainnya." Marzuki menyampaikannya dalam acara "Masa Depan Pendidikan
Tinggi di Indonesia" di Universitas Indonesia, Depok, Senin, 7 Mei 2012.
Terakhir saat menjadi nara sumber dalam
acara seminar yang digelar bersamaan Kongres BEM PTNU se-Indonesia di Unipdu
Rejoso, Minggu (8/7/2012). Dia menjawab pertanyaan perserta berkaitan dengan
korupsi dan kemiskinan. Jawabnya adalah “Jadi bukan salah siapapun kalau ada
orang miskin. Itu salahnya sendiri, karena dia malas, Salah sendiri malas.
Kalau mau usaha, pasti tidak miskin.
Demikianlah
seorang Marzuki Alie ketika berbicara dan silahkan anda menyimpulkan sendiri kualitas pribadinya sebagai negarawan. Mungkin ( semoga saya salah ) dia menggandrungi paham demokrasi yang diajarkan
oleh JJ Rousseau bahwa dia boleh bebas berkata atau melakukan apapun sepanjang
tidak mengancam keamanan orang lain. Ini era kebebasan menyampaikan pendapat. Setiap individu bertanggung jawab atas dirinya masing masing. Setiap individu bebas kaya bebas miskin. Free entry free fall. Padahal
demokrasi sejatinya adalah universialisme dimana semua untuk satu , satu untuk semua. Satu kesatuan yang saling kait mengkait sebagai satu bangunan yang utuh. Setiap Individu adalah bagian dari kebersamaan. Setiap masalah kebersamaan
diselesaikan bukan hanya dengan akal tapi juga hati untuk terbangunnya rasa persaudaraan, tenggang rasa, senasip
sepenanggungan. Untuk itu diperlukan negarawan yang melihat persoalan secara holistic
untuk menyikapinya dengan arif dan bijaksana. Tapi , memang prinsip demokrasi yang
dipicu oleh sikap individualism tidak mungkin melahirkan negarawan kecuali gerombolan
yang menjadikan politik sebagai profesi business, bukan pengabdian sebagai
amanah dari Tuhan. Maka dengarkah dia berkata...
No comments:
Post a Comment