Yang paling tahu kebenaran tentang Islam hanya dua yaitu Yahudi dan Iblis. Ketika Muhammad belum diangkat sebagai rasul, yang mengetahui tanda tanda ke Nabian Muhammad adalah pendeta Yahudi. Padahal ketika itu usia Nabi belum baligh. Pendeta itu berpesan agar para pamannya menjaga Muhammad dari bahaya orang yang tak ingin munculnya seorang manusia utusan Allah. Iblis tahu percis ketika Allah berkata ” Tidak akan aku ciptakan bumi berserta alam semesta kalaulah bukan karena Mu , ya Muhammad. Kemuliaan Manusia diketahui percis oleh Iblis. Kesempurnaan yang terbangun lewat strukture hukum alam yang begitu indahnya. , Malaikat diberi tugas oleh Allah sebagai pelayan manusia untuk kebaikan, dan Iblis diberi tugas merusak. Antara yang baik dan buruk bersanding sebagai cara Allah menciptakan proses kesempurnaan kepada makhluk yang disebut manusia, sebagai rahmat bagi alam semesta.
Upaya iblis untuk terus melaksanakan perintah Allah tak pernah henti sampai akhirnya zaman sebagaimana tugas malaikat yang terus meniupkan rasa cinta dan istiqamah kepada jalan Allah. Didunia , ada mitra Iblis yang bernama bangsa Yahudi dan kemudian berdiaspora menjadi lintas kaum dan bangsa. Membangun sebuah isme humaniora tentang kebebasan , perdamaian dan kesetaraan. Sebuah isme yang tak jauh dari isme agama tauhid. Sebuah isme yang jauh lebih cerdas dari cara cara konvensional iblis. Entah mana yang tepat apakah manusia berdiaspora menjadi iblis atau iblis mungkin suatu saat akan kehilangan eksistensinya sebagai perusaka karena manusia ternyata lebih hebat soal merusak. Entahlah,. Yang pasti dan kita tahu semua , orang banyak dipaksa untuk terus dipaksa mengejar ilmu , mengasah akalnya agar berkiblat money is the king. Agar membuka pikiran bahwa semua agama adalah sama dan pada waktu bersamaan aqidah menjadi ruang melelahkan dalam debat.
Peradaban modern terangkat kepermukaan karena dipicu oleh kekuatan akal dan senjata. Dari senjata berhulu ledak nuklir sampai pada senjata berhulu propaganda sesat yang masuk kedalam rumah rumah dan wilayah private. Sexbebas itu haram. Itu dogma agama Tapi propaganda bijak berkata itu budaya tertua dibumi yang tak bisa dibuang. Kondom pun dikampanyekan untuk sex aman. Sex bebas menjadi sesuatu yang permisif sebagai ujud dari era kebebasan. Yang kaya boleh kaya dan tak perlu membuka mata terhadap kemiskinan disekitarnya karena ada yayasan yang dibangun dengan bendera tiang besar untuk membantu mereka yang miskin. Kemiskinan adalah kepedulian untuk dibela oleh sebuah lembaga. Tak ada lagi ruang kemiskinan dibicarakan oleh hati nurani, membangun empati. Kesetaraan bukan berarti berbagi diwilayah private tapi digantikan oleh kehadiran institusi. Wilayah private tetap bebas dengan caranya untuk menindas yang lemah dengan rasa empati yang terhalau.
Harta telah menjadi kiblat yang disembah oleh semua kasta. Agama yang lelah mengingatkan bahaya harta , yang menjauhkan cinta dan kasih saya, tak lagi didengar sebagai tesis yang menggoda. Batas langit tak nampak lagi bila sudah bicara bagaimana harta didapat. Batas moral terhalau sudah. Manusia bersatu padu dalam konspirasi , yang kuat berpikir menindas yang lemah, yang lemah berpikir untuk menyembah dan menjilat yang kuat. Dari ini semua, iblis tersenyum bahagia. Tidak lagi diperlukan siasat hebat untuk menggiring manusia tidak berkiblat kepada Tuhannya karena God was dead ketika harta memberikan jaminan kebahagiaan didunia yang serba kapitalis dan tak ada yang gratis. Isme Yahudi menemukan bentuknya sebagai budaya akhir zaman untuk percaya financial smart is everyhing. Selebihnya adalah nothing. Yang nothing itu tentu adalah mereka yang tetap berdiri diatas religion wisdom, yang jumlah semakin hari semakin minoritas. Yang minoritas itu dalam konteks peradaban demokrasi harus ikhlas menerima itu semua sebagai sebuah realitas, We win and we take all.
Musuh terberat adalah mereka yang tahu kelebihan dan kelemahan kita. Itulah takdir kita untuk menguji kita semua agar menjadi segelintir orang yang dianggap Allah sebagai pemenang dan berhak mendapatkan sorga Allah. Tetap istiqamah. ...
No comments:
Post a Comment