Thursday, May 27, 2010

Persepsi

Kemarin ketika bertemu dengan teman di CafĂ© Marriot Hotel, dia seorang consultant strategi business. saya sempat tersenyum ketika teman ini berkata bahwa dia berhasil merubah issue hebat yang sedang banyak dibicarakan di media massa menjadi seperti apa yang dia mau. Tak banyak anggaran dikeluarkan untuk itu. Kita hanya membayar pengamat untuk bicara di media massa. Kemudian kita bayar LSM untuk membawa bendaranya berdemontrasi dan mengundang media massa untuk meliputnya. Setelah itu, tunggu beberapa hari…Cerita akan berubah sesuai apa yang kita mau; Ini design strategy kampanye hebat yang sedang laris dijual. Katanya.

Apa yang dikatakan teman itu tak lebih adalah seni pemasaran yang melahirkan banyak inspirasi untuk mencapai tujuan. Dan ini sudah berlangsung beberapa decade. Banyak merek dagang laku keras dijual, banyak perusahaan sukses masuk 500 fortune, adalah berkat kehebatan konsep pemasaran. INi merupkan jalinan multi disiplin ilmu dan riset yang luas serta dukungan dari media massa. Bila tujuan ideal pemasaran adalah mencerahkan orang untuk membeli dengan benar tentu tidak ada masalah. Ada banyak solusi dan strategi untuk itu. Tapi kalau pemasaran adalah tenknik rekayasa untuk menipu orang maka ini amoral dan tak akan bertahan lama.

Kini kita menyaksikan bahwa perusahaan, lembaga perbankan, lembaga keuangan, negara yang menerapkan konsep pemasaran yang tak bermoral itu pada akhirnyan terbukti hanyalah gerombolan penipu.. Dengan dukungan media massa , lembaga penipu itu telah berhasil meyakinkan rakyat banyak untuk membeli , menanamkan investasinya, memilih untuk berkuasa. Cara cara ini pula yang telah mengakibat krisis multi dimesi dari masa kemasa. Seakan pengulangan yang tak berkesudahan. Dan anehnya cepat dilupakan. Karena kehebatan system menipu ini adalah kemampuan memutar balikan fakta dengan pesan yang berulang ulang dari kalangan cerdik pandai, selebritis.

Kini kita sudah sampai titik nadir. Kalahnya Andi Malarangeng dalam putaran pemilihan Ketum Partai Demokrat sebagai sebuah fakta bahwa orang tak lagi mudah dipercaya dengan iklan. Kini, para konsumen, pemilih, penonton dan juga para pengikut sudah mulai sensitive terhadap pencitraan yang direkayasa lewat kata kata atau visual image. Masyarakat sudah bosan dengan Iklan yang merayu dan memuji diri sendiri, yang mereka tahu itu tak lebih seni menipu dan membodohi. Mereka kini lebih percaya dengan “mengenal “ lewat pengetahuan ,pengalaman dan referensi yang sangat dipercayanya untuk memilih dan membeli.

Kini saatnya berubah. Kita harus mulai cerdas membaca iklan dan cerdas memutuskan. Perubahan menuju keadilan, kebenaran, kebaikan tidak akan terjadi selagi kita tidak merubah sudut pandang kita dalam memilih dan membeli. BIla kita berubah maka teantu produsen atau Partai juga akan berubah . Mereka akan focus menghasilkan barang / jasa yang berkualis atau calon pemimpin yang bermoral mulia. Proses perubahan ini akan melahirkan prefesionalitas yang akan membuat produk/jasa murah dan efisien untuk dibeli atau melahirkan pemimpin yang amanah dengan ongkos yang murah. Artinya siapapun selagi dia mempunyai karakter kepemimpinan yang kuat dan amanah, maka tak perlu ongkos mahal untuk dipilih. Pembeli yang baik akan mendapatkan barang yang baik pula.

Kita harus menebarkan persepsi bahwa kita membeli karena kebutuhan bukan karena follower akibat merek dan propaganda. Kita memilih pemimpin karena nilai nilai spiritualnya, nilai moralnya, nilai keikhlasannya bukan karena iklan dan propaganda atau menurut apa kata pengamat atau selebritis. Ingatlah iklan yang memuji dan berjanji adalah iklan yang menipu. Kejatuhan Ekonomi AS, Eropa, Jepang adalah kebobrokan moral kampanye bisnis dan politik. Bisakah kita belajar dari kegagalan negara besar itu dalam bernegara dan berbangsa.

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...