Sunday, May 16, 2010

Indonesia dan G20

Setelah reformasi sampai dengan Era Megawati ekonomi tumbuh terseok terseok. Mungkin karena proses demokratisasi sedang berlangsung dan stabilitas politik belum jelas. Tapi ketika Era SBY ,yang terpilih sebagai presiden melalui pemilihanh langsung, ekonomi Indonesia bangkit. Dunia sekarang tercengang dengan kehebatan ekonomi Indonesia yang tahan dari krisis, dan mampu tumbuh ditengah situasi ekonomi global yang suram. Indonesia diperhitungkan sebagai negara emerging market dan masuk dalam kelompok G20.

Mungkin orang awam bingung bila Indonesia masuk dalam G20. Bingung mengapa kita setara dengan China yang infrastrukur ekonominya hebat. Bingung mengapa kita setara dengan Korea yang punya subway. Bingung mengapa kita setara dengan Eropa yang nol angka kemiskinan. Padahal di negeri kita, Monorail tidak jadi jadi. Subway baru tahap study mimpi. Iistrik byar pet. Kematian akibat kemiskinan masih jadi ancaman laten masyarakat Indonesia. Lantas kenapa Indonesia disejajarkan dengan negara maju ?

Jawabannya adalah karena factor PDB. Selama era SBY Indonesia berhasil mendongkrak PDB ketingkat tertinggi dibanding era president sebelumnya. Devisa yang dikumpulkan juga mencapai rekor tertinggi. Penyebabnya adalah tingginya nilai eksport. Bukan dari hasil industri yang menyerap angkat kerja massal. Bukan dari rekayasa industri yang bernilai tinggi. Bukan. Karena kalau kita lihat data statistic maka jangan kaget bahwa sumbangan eksport terbesar itu berasal dari sector Pertambangan (Migas dan mineral ). Dari sector ini negara mendulang pajak. Pendapatan negara ini digunakan untuk konsumsi ( import dan bayar hutang ) dan mendorong terjadi konsumsi didalam masyarakat. Bila pendapatan negara tidak cukup membiayai konsumi maka negarapun akan berhutang. Gabungan dari eksport dan konsumi inilah yang menjadikan ekonomi kita tumbuh.

Ketika zaman Soeharto ( 32 tahun berkuasa ) atau sebelum reformasi titik titik wilayah penguasaan konsesi migas hanya 400 titik dan kini dalam sepuluh tahun telah bertambah menjadi 1600 titik. Data Walhi menyebutkan luas wilayah konsesi itu telah mencapai 95 juta hektar dan 85% dikuasai oleh asing. Bila APBN meningkat drastic sampai menembus angka Rp. 2000 triliun dan PDB menembus Rp. 6000 triliun maka itu tak lebih dari hasil pelepasan resource migas yang hampir lima kali lipat bila dibandingkan era Soeharto. Singkatnya pertumbuhan ekonomi bukan dipicu oleh kreatifitas sumber daya manusia dan nilai nilai kebersamaan tapi oleh aneksasi sumberdaya alam yang tak terbarukan dengan korban lingkungan yang massive. Apakah kita bisa berharap banyak untuk masa depan bangsa ini ?

Ditengah kebanggan makro ekonomi yang hebat. Kita minta agar pemerintah tidak terlena dengan data makro itu. Kita minta pemerintah berpikir sederhana sebagaimana amanah UU D 1945 pasal 33 ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Dan ayat 3: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. Kalau UUD ini dilecehkan dengan alasan globalsisasi maka itu tidak beralasan. Karena Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1803 (XVII) tahun 1962 juga menyatakan bahwa Kedaulatan Permanen terhadap Sumber Daya Alam, merupakan konsekuensi logis dari hak menentukan nasib sendiri.

Yang pasti kemajuan ekonomi di Indonesia tidak memberikan dampak luas bagi rakyat dan hanya melahirkan orang kaya baru yang individualisme. Yang doyan berkonsumsi, doyan main saham dibursa, doyan korupsi dan malas berproduksi. Dari itu semualah kita berdiri angkuh sejajar dengan negara negara G 20. Semoga kemajuan yang ada sekarang , dengan devisa melimpah dan PDB yang tinggi , dapat dijadikan titik awal untuk keluar dari ketergantungan dengan asing, Keluarlah dari pertumbuhan ekonomi semu. Kembalilah kepada petumbuhan fundamental dengan melibatkan rakyat banyak dalam kemandirian dibidang ekonomi. Mulailah, sebelum terlambat.

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...