Wednesday, April 30, 2025

Kita negara gagal dan miskin

 




Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 oleh World bank ( Bank Dunia) ada dua issue vulgar diungkapkan terkait dengan  masalah kemiskinan dan ratio pendapatan negara. Pemerintah bisa saja membantah issue ini.  Tapi suka tidak suka, laporan World bank lebih dipercaya oleh investor institusi untuk bersikap terhadap investasi di Indonesia. Yang tentu nanti akan menjadi dasar menentukan rating surat utang.


Angka kemiskinan.

Menurut Bank dunia, angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 60,3% dari total populasi 285 juta. Di ranking ASEAN, kita lebih rendah dari Laos (68,5%), namun jauh lebih tinggi dari Malaysia (hanya 1,3%), Singapore (5%), Thailand (7,1%), Vietnam (18,2%), dan Filipina (50,6%), Timor Leste (42%). Melihat data ini saja rasanya sesak napas kita. Betapa jumlah SDM sebagai bonus demographi yang besar dan SDA melimpah, tidak membuat kita terbaik dari ASEAN.


Tentu basis perhitungannya tidak sama dengan BPS. Menurut BPS, jumlah penduduk miskin 8,57% dari populasi. Tapi lucunya data itu berbeda bila terkait dengan spending APBN, seperti data orang miskin yang iuran BPJS dibayar pemerintah mencapai 96,7 juta atau 33% dari total populasi. Tapi ok lah. Itu suka suka pemerintah aja. Lucu memang tapi engga perlu diketawain. Percuma. Elite kita engga ada malu.


So,  mengapa ada perbedaan perhitungan angka antara World Bank dan BPS.? Tahun 2023 World bank menempatkan Indonesia bukan lagi sebagai negara lower income tetapi negara midle income. Status ini tentu diterima pemerintah dengan bangga. Walau karena  status itu kita kehilangan fasilitas GSP dari AS untuk dapatkan tarif rendah atas produk yang kita ekspor ke AS. 


Nah dengan status middle income tersebut, yang disebut orang miskin adalah pengeluaran per kapita sebesar US$6,85 per hari atau sekitar Rp115.278 per hari (asumsi JISDOR 25 April 2025 Rp16.829 per dolar AS). Artinya, orang yang pengeluaran per harinya di bawah Rp155 ribu termasuk miskin. Sementara BPS menghitung  berdasarkan garis kemiskinan dengan pengeluaran sebesar Rp595.242 per kapita per bulan atau Rp. 20.000/hari. 


Ratio penerimaan  negara.

Menurut Bank Dunia, rasio penerimaan negara atau revenue ratio pada 2024 hanya sebesar 12,8%. Dengan data ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan penerimaan terendah diantara negara middle income, bahkan Di ASEAN saja kita termasuk terendah. Apa artinya? Peningkatan PDB lewat APBN Ekspansif yang diongkosi dari hutang telah gagal total meningkatkan penerimaan negara. Tentu penyebabnya adalah belanja APBN yang boros dan korup.


Data ini tentu berkorelasi dengan pelemahan rupiah yang terendah diantara negara ASEAN. Ya, ketidak-stabilian kurs karena rendahnya produksi  yang bisa menghasilkan penerimaan bagi negara. Yang miris data rendahnya penerimaan negara ini tidak datang mendadak. Tetapi berproses dengan trend penurunan penerimaan negara. Pada 2022 yang sebesar 13,5%, dan 2023 sebesar 13,3%. Pada 2025, Bank Dunia memperkirakan, akan terpuruk menjadi sebesar 11,9%. Memang gelap.


Sejak ditemukannya Tekhnologi penguraian unsur logam tanah jarang ( RRE), tekhnologi plasma dalam rekayasa metalurgi, biotekhnologi, Nanotechnology, rekayasa Gonom tanaman, peringkat negara kaya akan sumber daya alam berubah.  Menurut Visual Capitalist (2021), IEA (2022), dan World Bank (2024), 10 besar negara kaya SDA adalah Rusia, AS, Arab Saudi, Kanada, Iran, China, Brazil, Australia, Irak, Venezuela. Indonesia tidak lagi masuk dalam daftar negara kaya SDA. Apa pasal? karena  fenomena tekhnologi. Sementara SDM dan elite kita low class terhadap fenomena itu..


Dibalik narasi kesuksesan pembangunan selama ini dan data yang dipublis, akhirnya kita bisa tahu bahwa itu semua absurd. World bank membuka mata kita bahwa selama ini yang dikorup, bukan hanya uang tetapi juga data lewat narasi populisme. Korban dari kebodohan yang melahirkan kemiskinan structural sehingga selalu gagal mendapatkan pemimpin yang qualified. Sebaiknya Bank Dunia mengubah status kita bukan lagi negara middle income tetapi negara lower income dan poor country.


Apa solusinya ?

Daripada sibuk membela diri dengan data World bank, lebih baik kita focus membenahi negeri ini. Caranya, mulailah kepada kebijakan creating job yang cepat dan berdampak luas. Apa itu? Segera benahi tataniaga pertanian guna perkuat ekosistem pertanian yang sustainable. Bisa baca tulisan saya di blog. Kemudian mulailah serius kurangi akses oligarki yang memungkinkan terjadinya state capture seperti kasus pagar bamboo, konflik agraria dan illegal mining. Dan terakhir buang ke tong sampah program ultra populis yang menjadi sumber korupsi dan pemborosan anggaran. Dah itu aja.


No comments:

Kita negara gagal dan miskin

  Dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 oleh World bank ( Bank Dunia) ada dua issue vulgar diungkapkan terkait dengan  masala...