Tuesday, May 31, 2022

Perubahan dan ilusi



Ada anak muda datang ke saya membawa proposal bisnis tentang tekhnology IT yang berbasis komunitas. Saya pelototi bisnis plan nya. Saya perhatikan stuktur cost nya. 40% biaya SDM, 30% biaya sewa jaringan dan gateway. 30% lagi biaya promosi. Saya membayangkan gimana risk management nya. Ibarat di dalam roller coaster. Bergerak dengan kecepatan tinggi. Engga ada exit kalau gagal. Harus percaya saja dengan tekhnologi. Sedikit saja ada kesalahan, habis. Apalagi value dan market nya tergantung kepada promosi.


“ kamu tahu rumput laut ? Tanya saya.


“ Ya tahu lah. Ada apa?


“ Harga rumput laut jenis lemiti sekitar Rp 100.000 per kg. Kalau sudah diolah jadi vegicaps sekilo harganya Rp 1.500.000.” Kata saya.


“ Gila ya ada ya bisnis segede itu nilai tambahnya? 


“ Di Indonesia itu banyak banget rumput laut. Kenapa engga focus ke sana aja daripada bakar duit dengan investasi cuman janji value yang belum pasti. Dan lagi itu lebih sesuai dengan kita yang kaya sumber daya bahari” kata saya.


“ Tapi gimana bikin vegicaps itu? 


“ Ya cari tahulah tekhnologinya. Yang pasti ada tekhnologinya. Kan sudah diproduksi untuk kebutuhan industri pharmasi”


“ Kamu tahu. Dulu ketika ada revolusi industri. Ditemukan mesin uap dan terus  berkembang dalam berbagai jenis mesin penggerak. Industri tumbuh. Mengubah tanah jadi tembikar. Mengubah minyak  bumi jadi plastik. Dengan ditemukannya plastik terjadi perubahan besar di semua industri. Begitu juga lainnya. Nah dengan terjadinya perubahan itu, ada barang yang dihasilkan, lapangan kerja tercipta, efisiensi dan efektifitas berproduksi terbangun. Peradaban bergerak maju. Kemakmuran Eropa dan AS, karana itu.


Tapi tahun 90an muncul bisnis dotcom. Orang tidak lagi berinovasi produksi tetapi focus kepada value ilusi. Dampaknya kemana mana. Apalagi sumber dana dari bursa. Akibatnya terjadi bubble value ilusi harga saham. Dan apa yang didapat kemudian? Kebangkrutan bursa. Itu terjadi berulang kali. Merontokkan sepertiga pertumbuhan ekonomi AS yang didapat dari puluhan tahun kerja dalam inovasi tekhnologi produksi. Yang justru mendapatkan manfaat adalah China yang menyerap Tekhnlogi  untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Mereka tidak ikutan terjebak bisnis ilusi tetapi focus kepada produksi,


Yang saya sedihkan. Banyak kini kaum  milenial terpelajar terperangkap dalam bisnis ilusi. Mereka bangga dengan digitalisasi.Padahal mereka adalah sumber daya terbatas yang negara punya. Ini kerugian besar bagi negara. Sementara sumber daya alam kita dikuasai asing dengan menyisakan kerusakan lingkungan. Dan kita tetap jadi konsumen produk luar negeri. 90% bahan baku pharmasi kita masih impor. Padahal kita punya bahan baku kapsul high grade. “ kata saya mencerahkan. Moga dia paham.


Anak muda itu terdiam. Sepertinya sedang mikir“ sebenarnya kita itu berdiri dan tidur diatas uang ya. Engga seharusnya kita miskin. Hanya kurang bersukur dalam arti nyata. Banyak berdoa tapi miskin Effort. Cenderung tergoda dengan yang mudah tapi tinggi hayalan. “ katanya kemudian. Saya senyum aja.


No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...